Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sindrom Sturge-Weber, atau yang disebut juga angiomatosis ensefalotrigeminal, adalah gangguan pembuluh darah yang menyebabkan kelainan pada otak, kulit, dan mata. Sindrom ini terjadi merupakan gangguan
Daftar isi
Sindrom Sturge Weber merupakan sebuah kondisi gangguan saraf yang juga dikenal dengan istilah ensefalofasial angiomatosis [1,2,3,4,5,6].
Pada kondisi ini, angioma kutaneus dan angioma leptomeningeal di kulit wajah menjadi tanda utama sehingga sindrom ini juga dikenal sebagai kelainan neurokutaneus [1,2].
Angioma yang dimaksud timbul dalam bentuk bercak tanda lahir yang berada di area mata, kulit kepala atau bahkan di dahi [2].
Bila terdapat kapiler yang berlebihan di dekat permukaan kulit, maka tanda tersebut akan muncul yang kemungkinan besar disertai pula dengan kondisi kejang [1,2,3,4,5].
Pembuluh darah otak yang berada di sisi yang sama dengan sisi keberadaan bercak itu dapat terpengaruh [1,2].
Namun sindrom Sturge Weber sendiri adalah jenis kondisi langka dengan prevalensi 1 per 20.000 hingga 50.000 kelahiran sehingga tak banyak dikenal maupun dijumpai [1].
Tinjauan Sindrom Sturge Weber adalah sebuah kondisi gangguan saraf bawaan lahir langka yang ditandai dengan perubahan warna kulit di satu sisi wajah saja.
Sindrom Sturge Weber merupkan sebuah kondisi kelainan bawaan lahir meskipun sindrom ini bukan tergolong sebagai kondisi keturunan [2].
Sindrom Sturge Weber dapat terjadi karena mutasi gen GNAQ secara acak di dalam tubuh penderita [1,2,3].
Saat bayi masih berada di dalam kandungan, terutama di usia kehamilan di minggu ke-6, masa-masa ini adalah dimulainya pembentukan pembuluh darah yang berkaitan dengan sindrom Sturge Weber [5].
Perkembangan janin di minggu ke-6 adalah ketika pembentukan kepala sedang terjadi, sebuah jaringan saraf berkembang di area kepala janin yang nantinya akan menghilang pada usia kehamilan di minggu ke-9 [5].
Namun pada kasus sindrom Sturge Weber, jaringan saraf tadi justru tidak menghilang ketika sudah memasuki usia kehamilan minggu ke-9 dan lebih.
Perkembangan jaringan otak pun akhirnya terkena dampak buruk karena aliran darah dan oksigen menuju otak terhambat serta berkurang.
Tinjauan Mutasi gen GNAQ adalah penyebab sindrom Sturge Weber dan mutasi gen ini diketahui bukan karena faktor diturunkan, melainkan terjadi secara acak.
Gejala utama yang ditimbulkan oleh sindrom Sturge Weber adalah bercak yang timbul di satu sisi wajah dengan warna kemerahan [1,2,3,4,5].
Perubahan warna kulit wajah tersebut dapat terjadi karena pelebaran pembuluh darah di wajah [1,4,5].
Alhasil, kulit tampak lebih merah sebagai efek dari pembuluh darah yang melebar itu [1,2,4,5].
Namun, seseorang yang di wajahnya tampak memiliki bercak atau noda kemerahan tersebut tidak selalu merupakan penderita sindrom Sturge Weber.
Sedangkan setiap bayi yang lahir dan terdiagnosa dengan kondisi sindrom Sturge Weber sudah pasti di wajahnya memiliki noda atau bercak tersebut [2].
Pada beberapa kasus sindrom Sturge Weber, anak bahkan tidak mengalami gejala fisik apapun walaupun terjadi kelainan pembuluh darah.
Sejumlah gejala selain bercak tanda perubahan warna pada kulit yang dialami oleh penderita sindrom Sturge Weber adalah [1,2,3,4,5] :
Tinjauan Bercak kemerahan pada salah satu sisi wajah menjadi gejala paling nampak dan utama dari sindrom Sturge Weber yang menandakan terjadinya pelebaran pembuluh darah di area tersebut.
Ketika para orang tua menjumpai bahwa anak terlahir dengan bercak atau perubahan warna kulit di wajah secara tak normal, segera periksakan.
Untuk mengetahui apakah kondisi perubahan warna kulit di satu sisi wajah pasien merupakan sindrom Sturge Weber, beberapa metode diagnosa berikut dapat ditempuh :
Pemeriksaan fisik akan dokter lakukan dengan mengecek kondisi fisik pasien dan mengidentifikasi apa saja gejala yang dialami, terutama pada wajah pasien [1].
Dokter kemungkinan akan menanyakan riwayat kesehatan keluarga pasien untuk menegakkan diagnosa, termasuk mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan genetik yang diwariskan [1].
Untuk memastikan kondisi pasien adalah sindrom Sturge Weber, pemeriksaan MRI sebagai diagnosa penunjang sangat dibutuhkan [1,2,3,4].
MRI scan akan membantu dokter dalam mengetahui kondisi otak pasien.
Kelainan maupun kerusakan pada otak akan terdeteksi melalui gambar yang dihasilkan dari prosedur diagnosa ini.
Prosedur tes pemindaian ini pun sama seperti MRI, yakni untuk mengetahui kondisi spesifik otak pasien [1,2,4].
Namun karena CT scan adalah prosedur pemeriksaan yang menggunakan radiasi pengion, tidak dianjurkan bagi anak untuk menempuh pemeriksaan ini terlalu sering.
Perbedaannya dari MRI scan adalah CT scan mampu menunjukkan kelainan pada otak yang tidak terdeteksi pada MRI.
Angiografi kemungkinan adalah prosedur diagnosa lainnya yang dokter rekomendasikan [2].
Prosedur ini memanfaatkan foto rontgen agar pembuluh darah pasien, baik arteri maupun vena dapat terdeteksi kondisinya [2].
Dengan demikian, dokter mampu mengidentifikasi gangguan seperti apa yang terjadi pada pembuluh darah dan sudah seberapa parah kondisi tersebut.
Selain itu, dokter juga mungkin akan menerapkan prosedur elektroensefalogram pada pasien [2,3].
Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas kejang pada tubuh pasien.
Karena glaukoma merupakan salah satu gejala yang berkembang seiring pertumbuhan anak, maka pemeriksaan mata lengkap perlu ditempuh oleh pasien [1,2,3,4,5].
Melalui pemeriksaan mata, risiko glaukoma dapat terdeteksi, begitu pula adanya kelainan lain pada mata jika ada (terutama yang berhubungan dengan sindrom Sturge Weber) [1].
Pemeriksaan mata sebaiknya pasien tempuh secara berkala, dari bayi, balita, hingga anak berusia lebih besar [1].
Pemeriksaan mata ini juga dapat dilakukan sampai pasien dewasa untuk mengetahui perkembangan kondisi mata dan agar mampu meminimalisir risiko komplikasinya [1].
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, MRI dan CT scan, angiografi, elektroensefalogram, dan pemeriksaan mata lengkap adalah rangkaian metode diagnosa untuk memastikan sekaligus memantau perkembangan sindrom Sturge Weber pada penderita.
Hingga kini belum diketahui adanya pengobatan yang secara spesifik berhasil menangani dan menyembuhkan sindrom Sturge Weber.
Penanganan sindrom ini bertujuan utama bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk meringankan gejala yang dialami oleh pasien.
Berikut ini adalah beberapa pengobatan yang umumnya mampu mengatasi sindrom Sturge Weber.
Sindrom Sturge Weber mampu menimbulkan kejang pada pasien dan bagi pasien dengan kondisi ini, antikonvulsan atau obat antikejang akan dokter resepkan [1,3,4].
Jenis obat lainnya yang diharapkan mampu meredakan kejang adalah aspirin [1,2,3,4,5].
Dokter biasanya akan meresepkan aspirin dalam dosis kecil karena efektivitasnya pun cukup tinggi dalam mengurangi terjadinya kejang [1,2].
Apabila obat antikonvulsan tidak cukup efektif dalam mengendalikan gejala kejang pada penderita, dokter akan merekomendasikan prosedur bedah [1,2,3,4].
Tindakan bedah atau operasi hanya dapat dipertimbangkan oleh pasien yang memang mengalami kejang refrakter secara berulang bahkan selama penggunaan antikonvulsan [1].
Hemispherectomy adalah tindakan operasi yang mampu mengatasi sindrom Sturge Weber, terutama pada pasien dengan kondisi kejang [1,2,3,4].
Penanganan sindrom Sturge Weber lainnya adalah dengan memantau perkembangan glaukoma pada pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksakan mata secara rutin [1,2].
Bagi pasien yang sudah memeriksakan mata namun dokter tidak mendiagnosa glaukoma, pemeriksaan mata tetap dianjurkan untuk ditempuh secara berkala.
Tidak mengalami glaukoma di awal bukan berarti glaukoma tidak dapat berkembang [1].
Dengan pemeriksaan rutin, adanya kemungkinan glaukoma dapat terdeteksi dini sehingga penanganan dapat diberikan sedari awal sehingga risiko komplikasi bisa ditekan.
Salah satu dari tindakan operasi tersebut akan dokter rekomendasikan kepada pasien apabila dari hasil pemeriksaan mata didapati kondisi glaukoma tahap awal [1].
Jika dari pemeriksaan mata juga terdapat kondisi kelainan sudut mata, maka dokter juga kemungkinan akan menyarankan agar pasien menempuh trabekulotomi atau goniotomi [1].
Penanganan lainnya yang kemungkinan dokter anjurkan untuk menangani bercak pada wajah tanda sindrom Sturge Weber yang paling menonjol adalah fotokoagulasi laser [1].
Tindakan ini memang berisiko merusak pembuluh darah secara permanen, namun komponen kulit lainnya tidak akan terpengaruh [1].
Bagaimana prognosis sindrom Sturge Weber?
Baik tidaknya prognosis Sturge Weber tergantung dari tingkat keparahan kondisi, terutama saat sindrom Sturge Weber terdiagnosa [1].
Gejala-gejala yang terus berkembang akan berpotensi memburuk ketika tidak segera memperoleh penanganan.
Jika diabaikan semakin lama, faktor ini mampu menjadi penyebab buruknya prognosis sindrom Sturge Weber.
Tinjauan Metode pengobatan sindrom Sturge Weber umumnya meliputi pemberian obat antikonvulsan dan aspirin, operasi dan pemantauan glaukoma melalui pemeriksaan mata berkala.
Risiko komplikasi sindrom Sturge Weber yang perlu diwaspadai, terutama ketika kondisi ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat adalah [1,2,6] :
Belum diketahui cara mencegah sindrom Sturge Weber.
Namun agar tidak berakibat pada komplikasi yang telah disebutkan, pemeriksaan dan penanganan dini sangat dianjurkan.
Para orang tua dengan anak yang terdiagnosa sindrom Sturge Weber juga perlu mengetahui bahwa sindrom ini tak bisa disembuhkan.
Penanganan awal sebagai upaya meminimalisir komplikasi adalah dengan mengendalikan dan mengurangi gejala saja.
Tinjauan Pemeriksaan dan penanganan dini sindrom Sturge Weber dapat menjadi upaya mencegah gejala memburuk dan berujung pada komplikasi.
1. Achint K. Singh & Michael Keenaghan. Sturge-Weber Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. National Organization for Rare Disorders (NORD). Sturge Weber Syndrome. National Organization for Rare Disorders (NORD); 2021.
3. Catherine D. Bachur, BA & Anne M. Comi, MD. Sturge-Weber Syndrome. HHS Public Access; 2015.
4. Anne M. Comi, MD. Presentation, diagnosis, pathophysiology and treatment of the neurologic features of Sturge-Weber Syndrome. HHS Public Access; 2015.
5. Namrata C. Gill & Nandini Bhaskar. Sturge – Weber syndrome: A case report. Contemporary Clinical Dentistry; 2010.
6. AF Luat,a M Behen,a HT Chugani, & C Juhász. Cognitive and motor outcome in children with unilateral Sturge-Weber syndrome: Effect of age at seizure onset and side of brain involvement. HHS Public Access; 2019.