Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental merupakan landasan untuk berpikir, mengekspresikan emosi, berinteraksi, mencari nafkah, dan menikmati hidup [1].
Kesehatan mental memengaruhi pikiran manusia, juga perasaan, tindakan, cara mengatasi stress, hubungan dengan orang lain, serta pembuatan keputusan yang sehat [1, 2].
Banyak orang di luar sana yang mengalami masalah mental, contohnya: emosi yang tidak stabil, kesepian, lelah mental, depresi, mudah cemas, overthinking, rendah diri, kurang motivasi, dsb. Keadaan-keadaan semacam itu seringkali menahan orang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan lebih efektif. Kondisi mental yang kurang sehat nyatanya mampu memengaruhi emosi, psikis, kognitif, sosial, bahkan ekonomi seseorang [2].
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami masalah kesehatan mental. Walaupun fase perkembangan mental yang umum dialami anak kecil tampak seperti gangguan mental, seperti tingkah laku dan emosi yang berubah-ubah, ada sejumlah tanda yang ternyata mengarah pada masalah yang lebih serius. Berikut adalah tanda-tanda yang menunjukkan anak perlu dibawa ke psikolog. [3, 4]
Tantrum adalah periode di mana seseorang menunjukkan amarah tidak terkontrol yang tiba-tiba, biasanya dalam wujud menangis kencang, berguling-guling, menghentakkan kaki, memukul-mukul, dsb [5]. Tantrum merupakan salah satu cara anak mengekspresikan rasa frustrasi dan rasa marah mereka [6].
Rasa fustrasi ini bisa disebabkan karena anak tidak memeroleh apa yang mereka inginkan, tidak mampu melakukan suatu hal, tidak mampu menyelesaikan tugas, tidak mampu memahami sesuatu, atau karena tidak mampu mengekspresikan perasaannya secara lisan. Tantrum adalah hal yang wajar di kalangan anak kecil. [6]
Namun ada kondisi tertentu yang membuat gejala tantrum perlu diwaspadai, yaitu bila tantrum membuat anak sampai melukai diri sendiri dan orang lain, seperti menahan napas hingga si anak pingsan atau memukul/menendang anak lain. Tidak hanya itu, orang tua juga sebaiknya membawa anak ke psikolog bila gejala tantrum memburuk meski si anak sudah berusia 4 tahun ke atas. [6]
Ganggaun mental dapat memengaruhi kadar energi, konsentrasi, optimisme, motivasi, dan ketahanan seseorang, sehingga tidak mengherankan bila sebagian anak yang mengalami masalah mental memiliki prestasi akademik yang relatif rendah. Studi pun menunjukkan bahwa salah satu gangguan kesehatan mental, yaitu depresi, berkaitan dengan nilai rata-rata akademik yang rendah. [7]
Anak dengan gangguan depresi atau kecemasan umumnya lebih pasif di kelas. Mereka seringkali enggan/kesulitan berinteraksi dengan anak lain. Hal ini tentunya menjadi kendala bila keaktifan adalah indikator penting yang dinilai dalam pembelajaran di sekolah. Selain itu, mungkin saja nilai yang rendah itu didapat karena si anak sulit berkonsentrasi saat belajar [8].
ADD (Attention Deficit Disorder) adalah salah satu gangguan kesehatan mental di mana gejalanya adalah sulit untuk fokus, mudah terdistraksi, menghindari tugas yang butuh waktu lama, pelupa, kurang terorganisir, mengabaikan detail, dll. Gejala-gejala ini jelas dapat mengahambat seorang anak untuk belajar dengan lebih efektif. [8]
Sebagian anak kesulitan memeroleh teman karena mereka terlalu malu untuk mendekati anak lain untuk diajak berkawan. Sikap malu ini bisa jadi merupakan karakter alami sang anak. Walau demikian, tidak jarang sifat tersebut juga diiringi rasa cemas berlebihan yang merupakan wujud dari gangguan kesehatan mental [13].
Rasa cemas dan khawatir ini biasanya merupakan perpanjangan dari rasa takut akan penolakan (fear of rejection). Misalnya: takut bila tidak disukai teman lain, takut bila orang lain berteman karena terpaksa/kasihan dengan kita, atau takut bila orang tersebut tidak ingin menjadi teman kita. [11]
Dengan membawa anak ke psikolog, orang tua bisa lebih paham tentang apa sebenarnya yang dialami oleh si anak. Dengan begitu, orang tua dapat lebih berempati terhadap kondisi buah hati dan akhirnya mampu memberikan dukungan emosional yang lebih optimal. Si anak pun bisa mencurahkan keluh kesahnya agar perasaannya membaik. [12]
Rendah diri adalah kondisi di mana seseorang menganggap rendah kemampuan mereka serta diri mereka sendiri. Orang yang rendah diri memiliki rasa percaya diri yang relatif kurang. Mereka umumnya merasa kurang kompeten, tidak pantas dicintai, dan tidak cukup baik. Anak semacam ini biasanya takut membuat kesalahan dan takut mengecewakan orang lain. [9]
Rendah diri tumbuh karena adanya pikiran negatif yang bersemayam di kepala sang anak, entah itu keyakinan bahwa mereka tidak pantas mendapatkan apapun (cinta, teman, pujian, dll), ataupun suara-suara dari dalam diri yang terus berbisik bahwa kita tidak cukup bagus. [9]
Kondisi yang satu ini perlu ditangani dengan baik karena, apabila makin serius, kehidupan sang anak akan benar-benar terasa sulit dan menyakitkan. Ini dapat diihat dari gejala lanjutan orang-orang yang rendah diri, yaitu: menjauh dari pergaulan sosial, tumbuh rasa benci terhadap diri sendiri, terlalu sensitif terhadap kritik, dan menyimpan masalah sendirian. [9]
Bagi sebagain orang, melukai diri sendiri adalah cara melepaskan stres yang tentunya tidak sehat. Mereka biasanya berhadapan dengan perasaan dan pikiran yang sangat intens hingga memutuskan bahwa melukai diri sendiri adalah cara yang tepat untuk meresponnya. Orang lain melakukannya karena hati mereka mati rasa. Sebagian yang lain melukai diri karena benci/muak dengan diri mereka sendiri. [10]
Anak yang melukai diri sendiri bisa saja menunjukkan salah satu dari gejala-gejala berikut: menyayat tangan, membakar kulit, menggaruh kulit keras-keras dengan kuku, menjambak rambut sendiri, menggigit kulit, memukul diri sendiri, membenturkan kepala ke dinding, memasukkan benda ke dalam tubuh, dll. [10]
1. Anonim. Mental health: strengthening our response. WHO; 2018.
2. Anonim. About Mental Health. CDC; 2021.
3. Anonim. Signs That Your Child May Need a Therapist. Cleveland Clinic; 2021.
4. Anonim. Children and Mental Health: Is This Just a Stage? NIH; 2021.
5. Anonim. "tantrum". Cambridge Dictionary; 2022.
6. Anonim. Temper tantrums in toddlers: How to keep the peace. Mayo Clinic; 2022.
7. Eisenberg, D., Downs, M., & Golberstein, S. Stigma and help-seeking for mental health among college students. Medical Care Research and Review; 2009.
8. Smitha Bhandari, MD. ADD vs. ADHD. WebMD; 2021.
9. Dan Brennan, MD. Signs of Low Self-Esteem. WebMD; 2020.
10. Anonim. A Guide for Parents: Self-harm. Young Minds; 2022.
11. Lisa Fritscher & Steven Gans, MD. How to Overcome a Fear of Rejection. Verywell Mind; 2022.
12. Sara Lindberg & Alex Klein, PsyD. Benefits and Options for Therapy. Healthline; 2020.
13. Anonim. Overview - Generalised anxiety disorder in adults. NHS; 2018.