Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Kehamilan dan melahirkan adalah proses yang besar bagi banyak wanita. Hal ini tentu dapat menjadi sumber stres dan kecemasan. Wanita seringkali mengkhawatirkan nyeri saat melahirkan, dan rasa takut akan
Daftar isi
Tokophobia merupakan sebuah rasa takut berlebih dan irasional terhadap kehamilan dan proses persalinan [1,2,3,4,5,6,7].
Wanita dengan riwayat trauma karena adanya hambatan saat hamil maupun dalam proses melahirkan berpeluang lebih besar mengalami fobia spesifik ini [1,2,7].
Namun, wanita dapat mengalami tokophobia bahkan ketika dirinya belum pernah merasakan hamil [1,2,7].
Jika kehamilan dan melahirkan adalah dua proses yang kerap didambakan para wanita dan membuat mereka bahagia, terdapat sebagian wanita yang tidak menginginkannya.
Pada wanita penderita tokophobia, kedua proses tersebut merupakan hal yang berbahaya sehingga teramat menakutkan bagi mereka [1,2,4,5,7].
Tinjauan Tokophobia merupakan sebuah ketakutan berlebih terhadap kehamilan yang juga pada akhirnya berpengaruh pada rasa takut terhadap proses melahirkan.
Tokophobia terklasifikasi menjadi dua jenis kondisi menurut faktor penyebabnya, yakni tokophobia primer dan tokophobia sekunder.
Tokophobia primer merupakan ketakutan irasional terhadap proses hamil dan melahirkan yang dialami oleh perempuan yang belum pernah memiliki kedua pengalaman tersebut [1,2,7].
Tidak hanya perempuan yang sudah menikah mampu memiliki ketakutan seperti ini, tapi juga perempuan di usia remaja [1,2,7].
Tokophobia primer adalah rasa takut berlebih yang timbul di dalam diri perempuan sebagai dampak dari pengalaman traumatisnya.
Korban pemerkosaan atau pelecehan seksual berisiko lebih tinggi mengalami tokophobia primer.
Beberapa perempuan yang pernah menyaksikan proses persalinan hingga kasus perdarahan akibat persalinan pun dalam dirinya bisa berkembang kondisi fobia ini.
Tokophobia sekunder merupakan ketakutan irasional terhadap proses hamil dan melahirkan yang dialami oleh perempuan yang sudah pernah mengalami kedua proses tersebut [1,2,7].
Pengalaman hamil dan persalinan yang buruk dapat memicu trauma pada diri seorang wanita sehingga berkembanglah kondisi tokophobia [1,2,7].
Pengalaman stillbirth (bayi lahir dalam kondisi sudah meninggal) atau keguguran adalah pemicu rasa takut berlebihan itu [1,2,7].
Ini pun menjadi alasan mengapa wanita tersebut tidak ingin hamil lagi apalagi mengulang proses persalinan yang dikhawatirkan membawa luka kembali [2,7].
Tokophobia dapat juga ditandai dengan gejala PTSD (post-traumatic stress disorder/gangguan stres pasca trauma) khususnya usai proses persalinan [1,5,6].
Karena kemiripan gejala, tokophobia kerap dianggap sebagai depresi pasca melahirkan sehingga kesalahan diagnosa bisa saja terjadi [2,3].
Tinjauan Tokophobia terbagi menjadi dua jenis kondisi menurut penyebabnya, yakni primer (terjadi pada pada wanita yang belum pernah hamil maupun melahirkan karena mengalami pelecehan seksual atau menyaksikan pengalaman negatif kehamilan dan persalinan orang lain) dan sekunder (terjadi pada wanita yang sudah pernah hamil dan melahirkan karena pengalaman stillbirth, keguguran, atau kesulitan saat proses persalinan).
PTSD atau yang juga dikenal dengan istilah gangguan stres pasca trauma memang umum dialami oleh wanita terutama pasca melahirkan [2,5].
3% wanita mengalami PTSD usai persalinan yang ditandai dengan mimpi buruk, kewaspadaan berlebih, dan/atau kilas balik terkait proses persalinan [5].
Terdapat sejumlah kasus di mana wanita didiagnosa tokophobia sekunder pasca melahirkan yang padahal merupakan sebuah kondisi PTSD, begitu juga sebaliknya [5].
Bahkan pada kasus-kasus lainnya, ada pula wanita-wanita yang sebenarnya mengalami PTSD atau tokophobia namun didiagnosa sebagai depresi postpartum [5].
Untuk membedakan beberapa kondisi yang memiliki kemiripan dengan tokophobia, diperlukan evaluasi psikologis yang lebih dalam.
Biasanya, DSM-5 menjadi panduan bagi para psikolog dalam memeriksa dan memastikan kondisi pasien terkait fobia spesifik.
Tinjauan Perbedaan PTSD dari tokophobia adalah bahwa PTSD pasca persalinan ditandai dengan mimpi buruk, kewaspadaan berlebih, dan/atau kilas balik terkait proses persalinan.
Selain dari kedua jenis tokophobia menurut penyebabnya yang telah disebutkan di atas, beberapa kondisi di bawah ini juga mampu meningkatkan risiko tokophobia [2,3,4,7].
Tinjauan Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko tokophobia antara lain meliputi rasa takut terhadap rasa sakit; takut terhadap bayi; riwayat depresi, gangguan kecemasan, atau trauma akan pelecehan seksual saat masih kanak-kanak; ketidakpercayaan terhadap ahli medis (terutama dalam proses melahirkan); ketidakpastian akan proses kehamilan dan persalinan; pengalaman traumatis orang lain; takut terhadap komplikasi yang berkaitan dengan persalinan; hingga faktor psikososial.
Tidak terdapat metode diagnosa khusus untuk memastikan kondisi tokophobia, namun DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition) biasanya digunakan sebagai panduan.
Gejala-gejala tokophobia yang pasien alami akan dicocokkan dengan kriteria diagnostik DSM-5 oleh ahli kesehatan mental di bawah ini [8] :
Tinjauan Diagnosa tokophobia umumnya dilakukan berdasar pada kriteria diagnostik DSM-5 untuk memastikan apakah pasien benar-benar mengalami fobia spesifik tokophobia dan bukan kondisi gangguan mental lainnya.
Tokophobia akan mulai terasa mengganggu ketika hubungan suami dan istri merenggang ketika membicarakan keinginan untuk memiliki keturunan.
Bila memang pasangan terganggu dengan kondisi ini, segera lakukan konsultasi dengan dokter kandungan, psikolog atau psikiater.
Sejumlah metode penanganan untuk penderita tokophobia di antaranya adalah :
1. Psikoterapi
Mendatangi dokter kandungan saja umumnya tidak cukup, terlebih bila penderita gejala tokophobia ingin tahu alasan ketakutannya terhadap kehamilan dan persalinan [1,2,5,6].
Untuk itu, menemui psikolog atau psikiater adalah langkah yang lebih tepat agar evaluasi psikologis dapat ditempuh.
Psikoterapi umumnya meliputi konseling dengan psikolog atau psikiater untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan penyebab tokophobia [1,2,5,6].
Terapi perilaku kognitif adalah salah satu metode psikoterapi yang akan membantu pasien dalam memahami kondisinya dan berani menghadapi ketakutannya [1,5,6].
Kasus fobia spesifik rata-rata memerlukan terapi perilaku kognitif sebagai bagian dari perawatan karena dianggap efektif [1,5,6].
Durasi terapi perilaku kognitif cenderung lebih singkat dan terapis profesional akan membantu pasien dalam berkonsentrasi mengatasi gejala-gejala tertentu yang mengkhawatirkan.
Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki perilaku dan pola pikir negatif pasien terhadap situasi maupun obyek yang ditakutinya [1,5,6].
Melalui terapi ini, sisi emosional pasien juga akan diubah menjadi lebih baik [1].
2. Obat-obatan
Selain psikoterapi, seringkali pasien tetap akan diberi obat-obatan, terutama bila pasien memiliki gangguan kecemasan, depresi atau gangguan mental lainnya [1].
Antidepresan dan anticemas adalah golongan obat yang akan diberikan kepada pasien guna mengurangi rasa cemas dan depresi.
3. Dukungan
Bagi wanita-wanita yang sudah pernah hamil dan melahirkan namun kemudian timbul rasa takut yang parah, dukungan sosial sangat diperlukan dalam hal ini [1,2,3,4,5,6,7].
Dukungan dapat datang dari keluarga, teman-teman, psikolog, konselor, serta dokter kandungan dan bidan [1,2,3,4,5,6,7].
Hal ini pun mampu meningkatkan potensi proses persalinan yang lancar sehingga ketakutan terhadap proses ini akan berkurang.
Tinjauan Psikoterapi (terapi perilaku kognitif), obat-obatan anticemas dan antidepresan, serta dukungan sosial dan mental dari orang-orang terdekat mampu membantu pemulihan penderita tokophobia.
Tokophobia merupakan sebuah kondisi psikologis yang dapat berkembang lebih buruk apabila tidak segera ditangani.
Sejumlah risiko komplikasi ini dapat terjadi pada penderita tokophobia :
Pada wanita dengan ketakutan berlebih terhadap kehamilan maupun persalinan, sterilisasi mungkin menjadi solusi bagi mereka [9].
Sterilisasi dini baik bagi wanita yang belum pernah hamil maupun yang sudah pernah melahirkan bisa saja terjadi bila tokophobia menjadi alasannya [9].
Depresi hingga keinginan serta aksi bunuh diri bukan tak mungkin dialami oleh wanita penderita tokophobia [6,7,9].
Para wanita yang sudah pernah melahirkan dan kemudian memiliki kondisi ini cenderung membenci sang anak [6,7,9].
Anak dianggap sebagai penyebab masalah dan segala rasa sakit yang diderita oleh sang ibu namun sang ibu tak mampu menunjukkan kemarahannya [9].
Kemarahan yang ditahan karena rasa takut justru akan meningkatkan stres hingga risiko depresi [9].
Sejumlah wanita yang memiliki pengalaman persalinan yang cukup sulit seringkali juga menyalahkan diri sendiri karena ketidakmampuannya membangun ikatan emosional dengan sang anak [6,7,9].
Wanita yang memiliki kondisi tokophobia dan mengalami kehamilan biasanya akan menyangkal kehamilannya [6,9].
Penyangkalan ini akan ditandai dengan keterlambatan pengecekan kehamilan, tidak mempersiapkan kehamilan dengan baik, sekaligus ketidakteraturan pemeriksaan kehamilan [6,9].
Bedah caesar kerap menjadi pilihan bagi para wanita hamil namun menderita tokophobia [1,6,7,9].
Bila proses persalinan tidak berjalan baik, maka hal ini mampu menimbulkan depresi pasca persalinan atau gangguan stres pasca trauma [9].
Tinjauan Ketakutan berlebih terhadap kehamilan dan proses persalinan yang semakin serius mampu berakibat pada tindakan sterilisasi dini, depresi, penyangkalan kehamilan, dan penempuhan bedah caesar (agar tidak terasa sakit).
Kondisi tokophobia dapat dikenali oleh diri sendiri ketika timbul rasa tidak nyaman, ketakutan dan kecemasan berlebih setiap membicarakan kehamilan maupun persalinan.
Jika kehamilan dan persalinan menjadi topik yang sensitif tanpa tahu alasannya secara pasti dan hal ini kemudian mulai memengaruhi kehidupan sehari-hari, ambil langkah-langkah berikut :
Jika memiliki teman atau orang-orang dekat yang terpercaya, maka ceritakan kepada mereka mengenai keresahan yang selama ini cukup mengganggu.
Kecemasan terhadap hal-hal berkaitan dengan kehamilan dan persalinan adalah wajar, namun saat hal ini sudah teramat mengganggu, ini artinya kecemasan sudah mulai berlebihan.
Dukungan dari orang-orang terdekat dan terpercaya akan setidaknya meredakan kecemasan tersebut [1,2,3,4,5,6,7].
Namun bila hal ini tak juga membantu, datang langsung kepada psikiater atau psikolog untuk mengatasinya secara dini sebelum komplikasi terjadi.
Apabila telah menyadari bahwa diri sendiri memiliki kecemasan tentang kehamilan dan persalinan, hindari memperburuknya [4].
Mendengar cerita pengalaman orang lain tentang gangguan kehamilan dan trauma persalinan mampu memperburuk kecemasan yang sudah ada [4].
Untuk mencegah kecemasan dan ketakutan semakin tidak terkontrol, pastikan untuk mendengar pengalaman-pengalaman yang positif dan menyenangkan saja.
Bila orang lain hendak menceritakan pengalaman buruknya saat hamil atau melahirkan, minta ia berhenti atau hindari baik-baik agar tidak terpengaruh oleh cerita tersebut.
Kecemasan terhadap proses kehamilan dan persalinan adalah hal yang normal dirasakan oleh hampir setiap wanita [7].
Namun jika memang perlu, temui dokter dan buat perencanaan kehamilan yang meliputi hal-hal apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan saat melahirkan nanti [7].
Pemeriksaan kehamilan secara rutin saja belum cukup, sebab pemilihan metode persalinan pun dapat mengurangi rasa cemas tersebut.
Kelas prenatal adalah wadah yang tepat bagi para wanita yang diliputi kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan untuk lebih teredukasi [1,7].
Mempelajari seluruh hal yang dapat terjadi selama proses persalinan sangat penting untuk mempersiapkan diri [7].
Kelas prenatal juga akan mempersiapkan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi rasa sakit saat melahirkan [1,7].
Tinjauan Ketika merasakan ketidaknyamanan terhadap topik kehamilan maupun persalinan, pastikan untuk bercerita atau berdiskusi dengan orang terdekat yang terpercaya, menghindari cerita-cerita "horor" tentang kehamilan dan persalinan, mengambil kelas prenatal, maupun membuat perencanaan kehamilan dan persalinan secara rinci.
1. Manjeet Singh Bhatia & Anurag Jhanjee. Tokophobia: A dread of pregnancy. Industrial Psychiatry Journal; 2012.
2. K Hofberg & M Ward. Fear of pregnancy and childbirth. Postgraduate Medical Journal.
3. Léa Poggi, Nelly Goutaudier, Natalène Séjourné & Henri Chabrol. When Fear of Childbirth is Pathological: The Fear Continuum. Maternal and Child Health Journal; 2018.
4. Franziska Wadephul, Catriona Jones & Julie Jomeen. Tokophobia: the women with an extreme fear of pregnancy and childbirth. The Conversation; 2018.
5. Marie Furuta, Antje Horsch, Edmond S. W. Ng, Debra Bick, Debbie Spain & Jacqueline Sin. Effectiveness of Trauma-Focused Psychological Therapies for Treating Post-traumatic Stress Disorder Symptoms in Women Following Childbirth: A Systematic Review and Meta-Analysis. Frontiers in Psychiatry; 2018.
6. Maeve Anne O'Connell, Sinéad M O'Neill, Eugene Dempsey, Ali S Khashan, Patricia Leahy‐Warren, Rebecca MD Smyth, & Louise C Kenny. Interventions for fear of childbirth (tocophobia). Cochrane Library; 2019.
7. Julie Jomeen, Catriona Jones, Claire Marshall & Colin Martin. Tokophobia is an extreme fear of childbirth. Here’s how to recognise and treat it. The Conversation; 2020.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM–5). American Psychiatric Association; 2021.