Daftar isi
Zoophobia merupakan salah satu jenis phobia di mana seseorang mengalami ketakutan berlebih terhadap jenis hewan tertentu [1,3,5].
Arachnophobia (ketakutan terhadap laba-laba), ophodiophobia (ketakutan terhadap ular), ranidaphobia (ketakutan terhadap katak), maupun scoliodentosaurophobia (ketakutan terhadap kadal) adalah kondisi-kondisi yang tergolong dalam jenis zoophobia.
Pada penderita phobia terhadap hewan, seringkali hewan yang ditakuti adalah serangga, reptil dan amfibi [5,7].
Tak hanya rasa takut, terkadang ketakutan tersebut disertai juga dengan rasa jijik.
Pada beberapa kasus zoophobia, penderitanya dapat mengalami ketakutan yang menghambat kelangsungan hidupnya sendiri.
Tinjauan Zoophobia adalah sebuah kondisi ketika seseorang memiliki ketakutan berlebih pada hewan tertentu. Umumnya, hewan seperti serangga, amfibi, dan reptil adalah yang paling mudah ditakuti.
Pada beberapa orang dengan kondisi zoophobia, kondisi ketakutan ekstrem yang mereka miliki kerap dianggap atau dilihat sebagai sebuah kondisi serangan kecemasan ataupun teror [2,3,5,6].
Jenis hewan, bentuk dan ukuran hewan apapun berpotensi menjadi sumber ketakutan itu.
Seseorang yang pernah mengalami insiden traumatis pada masa kecilnya yang berhubungan dengan jenis hewan tertentu memiliki risiko zoophobia lebih tinggi.
Berbagai faktor berikut dapat menjadi alasan mengapa seseorang dapat memiliki ketakutan berlebih terhadap suatu hewan :
Zoophobia tidak selalu disebabkan oleh pengalaman mengerikan dikejar maupun digigit hewan.
Baik hewan tersebut mengancam atau tidak, seseorang dapat mengalami ketakutan berlebih bahkan tanpa alasan sekalipun.
Melihat bentuk dan ukuran hewan tertentu saja terkadang sudah cukup untuk menimbulkan rasa takut tersebut.
Ketakutan dapat timbul secara irasional dan tanpa alasan yang jelas, membuat seseorang akan menghindari interaksi dengan hewan apapun, termasuk juga menghindari untuk sekadar melihatnya.
Ketika berada dalam situasi yang membuat seseorang dengan zoophobia tertekan dan stres, rasa takut akan timbul kembali secara perlahan.
Hal ini umumnya terjadi ketika ia berada pada sebuah lingkungan yang terdapat hewan di dalamnya, apapun jenis hewannya.
Jenis kelamin dapat juga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko zoophobia.
Hal ini terbukti dari sebuah hasil studi terhadap murid sekolah menengah negeri yang menunjukkan bahwa jumlah murid perempuan yang mengalami zoophobia lebih banyak daripada murid laki-laki [1].
Selain itu, jika seseorang memiliki anggota keluarga (khususnya orangtua) yang juga menderita phobia, risiko menderita phobia terhadap benda atau hewan tertentu lebih besar [8].
Tinjauan - Faktor jenis kelamin (perempuan lebih rentan mengalami zoophobia), faktor keturunan (riwayat anggota keluarga mengalami phobia), dan peristiwa traumatis (seperti diserang hewan) menjadi penyebab banyak kasus zoophobia. - Meski demikian, zoophobia dapat terjadi tanpa alasan tertentu.
Zoophobia ditandai dengan timbulnya rasa panik dan takut berlebih ketika seseorang dihadapkan dengan jenis hewan tertentu.
Beberapa gejala emosional dan fisik dari zoophobia yang perlu dikenali antara lain adalah [3,5,6]:
Penderita zoophobia dapat mengalami tekanan pikiran yang berlebihan karena suatu jenis hewan atau berbagai macam hewan.
Pada beberapa penderita dengan kondisi zoophobia ekstrem, mereka enggan meninggalkan rumah karena rasa takut berjumpa dengan hewan yang mereka ingin hindari [3].
Enggan keluar rumah adalah salah satu gejala zoophobia yang sudah sangat mengkhawatirkan sehingga perlu penanganan secepatnya.
Tinjauan Pusing, panik, mual, berkeringat, gemetaran, stres, cemas berlebih, berimajinasi negatif, hingga merasa seperti akan pingsan adalah bentuk gejala zoophobia. Pada beberapa kasus, penderita enggan meninggalkan rumah agar tidak bertemu dengan hewan yang menimbulkan ketakutannya.
Bila seseorang merasa mengalami gejala zoophobia yang berkelanjutan hingga kurang lebih 6 bulan, sangat dianjurkan untuk mengonsultasikannya dengan dokter [6].
Untuk zoophobia dan kondisi phobia pada umumnya, proses diagnosa tidak dilakukan secara formal karena dapat dideteksi melalui pemeriksaan gejala secara fisik langsung.
Saat seseorang memiliki gejala zoophobia lalu menemui dokter umum untuk memeriksakan diri, dokter akan merujukkan ke ahlinya.
Psikiater dan ahli profesional dalam bidang terapi perilaku adalah yang paling dibutuhkan oleh pasien.
Tinjauan Proses diagnosa penderita zoophobia biasanya melalui pemeriksaan gejala dan riwayat medis pasien dan bila diperlukan dokter umum akan merujukkan pasien ke psikolog atau psikiater.
Zoophobia adalah suatu kondisi yang seharusnya ditangani oleh para ahlinya dan psikoterapi adalah penanganan paling sesuai yang perlu ditempuh pasien.
Terapi dan pengobatan harus berada di bawah pengawasan dan pengendalian seorang ahli kesehatan mental.
Berikut ini adalah sejumlah penanganan zoophobia paling umum.
1. Pemberian Obat-obatan
Dokter kemungkinan besar akan meresepkan berbagai jenis obat antipsikotik seperti antidepresan dan anticemas [3,4,5,6].
Namun obat hanya diberikan pada kasus pasien zoophobia yang sudah sangat parah di mana rasa takut, panik dan cemas sulit untuk dikendalikan.
Untuk mengontrol seluruh perasaan dan pikiran negatif tersebut, obat-obatan diperlukan supaya zat-zat kimia dalam otak menjadi lebih seimbang.
2. Terapi Perilaku Kognitif
Terapi ini tergolong efektif dalam menangani banyak kasus phobia serta gangguan kesehatan mental lainnya [3,4,5,6].
Terapis profesional akan membantu memodifikasi pikiran sekaligus perilaku pasien melalui konseling atau konsultasi secara rutin.
Berikut adalah deretan prosedur yang pasien perlu ketahui lebih dulu [4] :
3. Desentisisasi
Pasien dengan kondisi ketakutan berlebih pada hewan atau hal lainnya dapat pula mengikuti desentisisasi, khususnya pasien usia anak [3,4].
Bentuk aplikasi dari metode desentisisasi adalah puzzle di mana sistem ini diterapkan bagi pasien zoophobia tidak secara langsung [4].
Terapi ini memanfaatkan bentuk permainan rangkai supaya proses penyampaian dan penerimaan pesan lebih mudah bagi pasien.
Meski terapi ini datang dengan sistem permainan, pasien harus selalu didampingi oleh terapis dalam melakukannya sebab terapislah yang akan memberikan bantuan sekaligus arahan.
Selama proses desentisisasi pun orang tua biasanya dilibatkan untuk memberikan pendampingan pada anak.
Anak dapat memilih permainan yang paling sesuai dengan karakter dan kesukaannya, karena dengan begitu psikolog menjadi lebih mudah dalam memberi sugesti asosiasi.
Selama proses desentisisasi ini juga, psikolog telah melengkapi permainan dengan tambahan suara serta tekstur sebagai stimulan atau rangsangannya.
4. Terapi Eksposur dengan Metode Relaksasi
Psikoterapi yang juga terpercaya keefektifannya adalah terapi eksposur dengan metode relaksasi [4].
Pada prosedur terapi ini, terapis akan membantu pasien dalam menahan rasa takut ketika berada pada situasi bertemu atau melihat hewan yang ditakutinya.
Eksposur pasien terhadap faktor yang membuatnya takut dilakukan melalui teknik relaksasi.
Dengan arahan dan pendampingan terapis, beberapa hal ini perlu pasien coba lakukan :
Tinjauan Terapi eksposur dengan metode relaksasi, terapi perilaku kognitif, desentisiasi, serta pemberian obat antipsikotik (untuk kasus yang sudah parah) adalah penanganan zoophonia pada umumnya.
Dampak atau komplikasi yang paling memungkinkan terjadi pada penderita phobia, termasuk penderita zoophobia adalah terbatasnya aktivitas harian yang seharusnya dilakukan secara normal.
Aktivitas menjadi terbatas karena penderita akan mencoba menghindari obyek yang menimbulkan kepanikan dan ketakutannya [7,8].
Kecemasan dan depresi berlanjut dapat menjadi bahaya komplikasi lainnya yang perlu pasien waspadai [8].
Sebelum kelangsungan hidup menjadi semakin terganggu karena phobia terhadap hewan, mencari pertolongan atau perawatan yang tepat akan sangat membantu dalam pemulihan.
Tinjauan Komplikasi utama pada zoophobia dan bahkan seluruh jenis phobia adalah kelangsungan hidup yang terganggu. Risiko kecemasan dan depresi yang terus berlanjut pun perlu diwaspadai.
Zoophobia pada dasarnya tidak memungkinkan untuk dicegah.
Zoophobia rata-rata terjadi karena pengalaman tak mengenakkan saat berinteraksi dengan hewan tertentu.
Digigit, dikejar, atau dicakar hewan secara tiba-tiba tentunya adalah suatu hal yang sulit dihindari.
Namun, pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari atau meminimalisir kondisi komplikasi [9].
Komplikasi yang dapat menghambat kelangsungan hidup perlu dicegah dengan penanganan zoophobia secepatnya.
Tinjauan Zoophobia hampir tidak mungkin dicegah, namun risiko komplikasinya dapat diminimalisir dengan menempuh terapi sedini mungkin.
1. Sankara Pitchaiah Podila & Nazia Sultana. Zoophobia and Gender - A Case Study. Research Gate; 2019.
2. Klaas J. Wardenaar, Carmen C.W. Lim, Ali O. Al-Hamzawi, Jordi Alonso, Laura H. Andrade, Corina Benjet, Brendan Bunting, Giovanni de Girolamo, Koen Demyttenaere, Silvia E. Florescu, Oye Gureje, Tachi Hisateru, Chiyi Hu, Yueqin Huang, Elie Karam, Andrzej Kiejna, Jean Pierre Lepine, Fernando Navarro-Mateu, Mark Oakley Browne, Maria Piazza, José Posada-Villa, Margreet L. ten Have, Yolanda Torres, Miguel Xavier, Zahari Zarkov, Ronald C. Kessler, Kate M. Scott, & Peter de Jonge. The cross-national epidemiology of specific phobia in the World Mental Health Surveys. HHS Public Access; 2017.
3. Jacob Olesen. Fear of Animals Phobia – Zoophobia. FearOf.net; 2020.
4. Putri Talitha Chiara Nindita & Muhammad Ihsan DRSAS, S.Sn., M.Sn. Sarana Bantu Terapi Kognitif Perilaku untuk Anak Penderita Zoophobia. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain; 2020.
5. Anonim. Are you scared of animals? This could be the reason. The Indian Express; 2019.
6. Anonim. Overview-Phobias. National Health Service; 2018.
7. Andras N Zsido. The Spider and the Snake - A Psychometric Study of Two Phobias and Insights From the Hungarian Validation. Psychiatry Research; 2017.
8. Margaret Jordan Halter. Varcarolis' Foundations of Psychiatric-Mental Health Nursing: A Clinical Approach. 8 Edition. St. Louis, Missouri: Elsevier; 2018.
9. Cornelia Witthauer, Vladeta Ajdacic-Gross, Andrea Hans Meyer, Peter Vollenweider, Gerard Waeber, Martin Preisig, & Roselind Lieb. Associations of specific phobia and its subtypes with physical diseases: an adult community study. BioMed Central Psychiatry; 2016.
10. Sri Idaiani, Indri Yunita, Dwi Hapsari Tjandrarini, Lely Indrawati, Ika Darmayanti, Nunik Kusumawardani & Rofingatul Mubasyiroh. Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan; 2019.