Daftar isi
Akromegali merupakan jenis penyakit langka di mana kadar hormon pertumbuhan di dalam tubuh di atas normal atau terlalu banyak sehingga berpengaruh pada pertumbuhan jaringan lunak serta tulang yang berlebihan [1,2,3,4,5,6,7].
Akromegali dikenal sebagai gangguan hormonal yang langka di mana hal ini ditandai dengan struktur tulang yang tumbuh terlalu berlebihan, khususnya di bagian wajah, lengan dan kaki.
Maka pada orang-orang dengan akromegali kerap dijumpai pembesaran kaki, tangan, telinga serta hidung.
Tinjauan Akromegali adalah hormon pertumbuhan yang tidak normal sehingga kadarnya terlalu berlebihan ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, lengan, hingga bagian-bagian wajah.
Akromegali merupakan suatu gangguan kondisi yang terjadi karena hormon pertumbuhan kadarnya terlalu banyak akibat produksi berlebihan oleh kelenjar pituitari [7].
Kelenjar pituitari dapat menghasilkan hormon terlalu banyak karena keberadaan tumor di sana, meskipun tumor pun ada pula yang berjenis non-pituitari.
Akromegali pun lebih rentan terjadi pada orang-orang berusia 40-50 tahun yang terkadang dapat pula menyerang usia 30 tahunan dengan gejala meliputi pembesaran dan penebalan bagian-bagian tubuh.
Tangan, lengan, kaki, hingga wajah dapat menjadi lebih besar yang merupakan tanda akromegali sedang dialami oleh seseorang.
Sementara itu, gigantisme merupakan kondisi kelainan yang terjadi pada usia anak-anak di mana tubuh dapat tumbuh terlalu tinggi serta cenderung di atas normal.
Tumor jinak pada kelenjar pituitari menjadi sebab terhasilkannya hormon pertumbuhan secara berlebihan yang kemudian membuat tinggi badan seorang anak berlebihan namun masa pubertas menjadi terhambat.
Pada gigantisme, penebalan atau pembesaran pada area tubuh tidaklah terjadi walaupun penderita juga akan mengalami osteoarthritis, sakit kepala, hingga penampilan wajah yang tampak kasar.
Pada setiap tubuh manusia, terdapat sebuah kelenjar berukuran kecil bernama kelenjar pituitari atau hipofisis yang terletak pada dasar otak, lebih tepatnya pada bagian belakang rongga hidung [1,2,3,4,5,6,7].
Kelenjar ini berfungsi utama sebagai pengatur pertumbuhan fisik manusia, begitu juga dengan produksi energi, pembakaran energi, hingga pengatur tekanan darah.
Kelenjar pituitari ini pun adalah penghasil bermacam-macam hormon, salah satunya adalah hormon pertumbuhan yang menjadi pengatur pertumbuhan fisik setiap manusia.
Hormon pertumbuhan dapat memicu organ liver/hati memroduksi hormon IGF-I (insulin-like growth factor-I ketika terjadi sekresi hormon pertumbuhan ke aliran darah.
Jaringan tubuh manusia beserta tulang-tulang dalam masa pertumbuhannya akan dapat terstimulasi dengan baik oleh hormon IGF-I tersebut.
Hormon IGF-I tersebut mampu terproduksi secara berlebihan ketika kelenjar pituitari menghasilkan terlalu banyak hormon pertumbuhan sehingga pertumbuhan abnormal terjadi.
Faktor risiko yang mampu memicu produksi hormon pertumbuhan berlebihan antara lain adalah sebuah tumor dan umumnya hal ini dialami oleh para orang dewasa [4].
Orang-orang dengan usia antara 40-50 tahun adalah yang paling rentan mengalami gejala akromegali [2,4,6,7].
Namun pada dasarnya, gangguan hormon pertumbuhan ini berkemungkinan besar telah terjadi setelah masa pubertas namun tidak disadari karena ketiadaan gejala awal.
Perkembangan dan perubahan pada fisik penderita akibat akromegali sangat lambat sehingga banyak penderitanya menyadari secara terlambat.
Akromegali pun bukan termasuk penyakit yang diturunkan di keluarga, namun merupakan sebuah kondisi yang dapat terpengaruh oleh gaya hidup dan tingkat stres seseorang.
Hormon-hormon lain di dalam tubuh pun dapat memengaruhi timbulnya keabnormalan kadar hormon pertumbuhan seseorang.
Tinjauan Akromegali lebih berisiko terjadi pada orang-orang dewasa yang sudah berusia 40-50 tahun. Penyebab utamanya adalah kelenjar pituitari yang melepaskan hormon pertumbuhan secara berlebihan yang dipicu keberadaan tumor pada kelenjar.
Akromegali adalah suatu kondisi yang dapat berkembang secara lamban sehingga penderitanya tidak secara langsung mengalami gejala apapun.
Hormon pertumbuhan yang terproduksi secara berlebihan akan dapat dirasakan efeknya dalam jangka waktu beberapa bulan dengan beberapa gejala yang muncul bertahap seperti :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Seseorang yang mengalami beberapa gejala pembesaran di beberapa bagian tubuh secara tak wajar perlu segera memeriksakan diri ke dokter.
Diagnosa awal akan sangat menolong bagi pasien karena dokter dapat membantu mengatasi gejala-gejala yang dialami secara tepat dengan kemungkinan pulih lebih besar.
Tinjauan Penebalan pada bagian wajah tertentu, tulang membesar pada beberapa bagian tubuh, sakit kepala, keterbatasan gerakan tubuh, hingga gangguan tidur menjadi gejala-gejala umum akromegali.
Jika terjadi beberapa gejala yang berkaitan dengan pembesaran sejumlah area tubuh, hal ini sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter.
Berikut ini adalah metode-metode pemeriksaan dalam mendiagnosa akromegali pada orang-orang dewasa paruh baya.
Kadar hormon pertumbuhan dapat dideteksi menggunakan metode pemeriksaan darah di mana sebelumnya dokter akan memberikan 75-100 gram glukosa untuk pasien minum [4,5].
Hal ini kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar hormon pertumbuhan walau tingkat akurasinya metode ini tidak selalu dapat diandalkan.
Sepanjang hari kadar hormon dalam tubuh seseorang dapat berubah-ubah sehingga seringkali tak dapat diukur secara pasti.
Pasien juga akan diminta untuk menempuh tes pemindaian seperti pemeriksaan MRI, khususnya bila dokter mencurigai keberadaan tumor [1,2,3,4,5].
Melalui tes MRI, ukuran tumor dan lokasi keberadaan tumor akan terdeteksi.
Namun bila tumor pituitari tidak terdeteksi, hal ini menandakan adanya kemungkinan tumor non-pituitari yang berada di organ-organ tubuh lain. Dokter akan mencoba menemukan tumor tersebut melalui MRI scan.
Tinjauan Pemeriksaan untuk mendeteksi akromegali biasanya dilakukan oleh dokter dengan dua metode, yaitu tes darah serta tes pemindaian (MRI scan atau terkadang juga CT scan).
Akromegali dapat ditangani dengan beberapa metode, seperti terapi obat hingga opsi prosedur bedah tergantung faktor penyebab akromegali.
Tujuan penanganan akromegali pun adalah membuat kadar hormon pertumbuhan yang berlebihan kembali normal sekaligus mengangkat tumor dalam tubuh pasien [1,2,3,4,5].
1. Terapi Obat
Pada umumnya, pemberian obat oleh dokter adalah sebagai salah satu bentuk perawatan pasca operasi.
Berikut ini adalah daftar obat yang mampu mengatasi gejala akromegali, namun bukan untuk menyembuhkan secara total.
Penggunaan obat-obatan ini pun dapat dikombinasi satu sama lain tergantung kondisi pasien serta rekomendasi dokter.
Pemberian obat ini bukan bertujuan untuk menghentikan kelenjar pituitari dalam menghasilkan hormon pertumbuhan yang terlalu banyak.
Namun, dengan obat ini maka efek dari hormon pertumbuhan yang berlebihan di jaringan tubuh bisa dihentikan.
Pada kondisi produksi hormon pertumbuhan yang berlebihan seiring dengan perkembangan tumor, obat ini adalah tergolong yang paling tepat untuk menekan kelebihan hormon pertumbuhan serta tumor.
Hanya saja, penggunaan obat ini akan menimbulkan serangkaian efek samping, seperti perubahan suasana hati, kelelahan, mual, hidung tak nyaman, serta pusing.
Obat ini bertujuan sebagai penekan pelepasan hormon pertumbuhan sekaligus membuat ukuran tumor pada kelenjar pituitari berkurang.
Pemberian obat akan dilakukan oleh dokter melalui tindakan injeksi yang juga telah terbukti efektif serta aman bila digunakan sebagai perawatan penderita akromegali jangka panjang.
Hanya saja, beberapa efek samping ringan dapat terjadi pada penggunanya, yaitu seperti perut kembung, perut kram, serta diare yang dapat sembuh dengan sendirinya.
Efek samping yang lebih serius adalah kerontokan rambut permanen serta perburukan kadar gula darah, namun efek-efek ini sangatlah jarang terjadi.
2. Operasi
Dokter akan merekomendasikan tindakan operasi transsphenoidal kepada pasien dengan tumor pituitari sebagai penyebab akromegali.
Operasi ini adalah tindakan pengangkatan tumor dengan memanfaatkan MRI scan sebelumnya agar lokasi tumor dapat terdeteksi.
Dokter pun akan membuat sayatan kecil di bagian lubang hidung untuk dapat mengangkat tumor tersebut.
Ada pula cara lain di mana dokter menggunakan metode operasi mikroskopik dan endoskopik :
Tingkat keberhasilan operasi ini adalah sebesar 85% jika tumor masih berukuran kecil dan hal ini biasanya ditandai dengan penurunan kadar hormon pertumbuhan ke kadar normal dalam rentang waktu 12 minggu.
3. Radioterapi
Terapi radiasi adalah metode perawatan pada pasien akromegali yang tidak tuntas dilakukan dengan operasi agar sisa-sisa tumor yang berpotensi masih tertinggal bisa dihancurkan.
Radioterapi adalah metode penanganan akromegali yang juga dokter rekomendasikan bila pasien tidak memungkinkan menempuh prosedur bedah.
Radioterapi pun menjadi terapi yang dapat digunakan sebagai penurun kadar hormon pertumbuhan yang sangat berlebihan.
Sel-sel tumor akan dihancurkan melalui sinar-X berdaya tinggi saat pasien menempuh tindakan terapi radiasi ini.
Efek samping dari terapi ini cukup parah, yaitu cedera otak, kehilangan penglihatan atau infertilitas, namun hal ini sangat jarang terjadi.
Tinjauan Penanganan akromegali dapat dilakukan melalui pemberian obat penurun kadar hormon pertumbuhan, operasi pengangkatan tumor, hingga terapi radiasi yang akan menghancurkan sel-sel tumor penyebab akromegali.
Akromegali dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius jika kondisi tidak segera ditangani saat gejala mulai muncul [1,2,3,4].
Akromegali adalah suatu kondisi kesehatan yang tak bisa dicegah sama sekali untuk tidak terjadi [8].
Namun pemeriksaan dini dan diagnosa awal akan membantu mengatasi gejala sebelum berkembang menjadi komplikasi serius yang mengancam jiwa.
Pola hidup sehat pun diperlukan untuk menjaga agar keseimbangan hormon tetap stabil serta jaringan-jaringan tubuh terjaga kesehatannya dengan baik.
Tinjauan Akromegali tidak dapat dicegah sama sekali untuk tidak terjadi, namun diagnosa dan penanganan awal akan membantu mencegah akromegali agar tidak semakin parah.
1) Oluwaseun O. Adigun; Fassil B. Mesfin. 2019. Treasure Island. Acromegaly.
2) Philippe Chanson & Sylvie Salenave. 2008. Orphanet Journal of Rare Diseases. Acromegaly.
3) Salma AlDallal. 2018. PubMed Central US National Library of Medicine National Institutes of Health. Acromegaly: a challenging condition to diagnose.
4) Shlomo Melmed, MD, Laurence Katznelson, MD, Peter J Snyder, MD, & Kathryn A Martin, MD. 2018. Causes and clinical manifestations of acromegaly.
5) Lisa Nachtigall, M.D. 2020. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Acromegaly.
6) Anonim. Columbia Neurological Surgery. Acromegaly.
7) Robert A Schwartz, MD, MPH, Melanie Shim, MD & Alicia Diaz-Thomas, MD, MPH. 2019. Gigantism and Acromegaly.
8) Cleveland Clinic medical professional. 2018. Cleveland Clinic. Acromegaly: Prevention.