Tinjauan Medis : dr. Christine Verina
Benign prostatic hyperplasia adalah pemebesaran kelenjar prostat jinak, yang sering dialami oleh pria usia lebih dari 50 tahun. Gejala yang paling sering dialami adalah buang air kecil tidak tuntas, nyeri
Daftar isi
Benign prostatic hyperplasia atau BPH dikenal sebagai kondisi prostat yang membesar namun bersifat jinak [1,2,3,4].
Karena kelenjar prostat mengalami pembesaran, hal ini menyebabkan buang air kecil tidak selalu tuntas.
Perlu diketahui bahwa hanya pria yang memiliki kelenjar prostat dan oleh sebab itu BPH adalah jenis penyakit yang rentan terjadi pada pria usia 50 tahun ke atas.
Tinjauan Benign prostatic hyperplasia disebut juga pembesaran prostat jinak yang ditandai dengan tidak tuntasnya buang air kecil dan hal ini lebih berisiko terjadi pada pria 50 tahun lebih.
Pembesaran prostat jinak ini adalah kondisi ketika kelenjar prostat membengkak yang kemudian menekan uretra.
Hal ini yang kemudian menjadi penyebab utama aliran urine terbatas dan cenderung tidak lancar.
Hanya saja, BPH tidak sama dengan kanker prostat dan bahkan tidak akan meningkatkan risiko kanker prostat.
Penyebab prostat mengalami pembesaran belum diketahui secara jelas, namun terdapat dugaan bahwa gangguan keseimbangan hormon seksual menjadi alasannya.
Seiring usia pria bertambah tua, keseimbangan kadar hormon akan alami perubahan karena pertumbuhan prostat akan terus terjadi.
Meski belum diketahui jelas faktor penyebab pasti dari kondisi pembesaran prostat jinak, sejumlah faktor risiko berikut perlu dikenali dan diwaspadai [2,3,4] :
Pria yang pada usia mudanya mengalami pengangkatan testis tidak akan dapat mengalami pembesaran prostat jinak.
Tinjauan Gangguan hormon seksual ditengarai sebagai penyebab pembesaran prostat jinak. Namun beberapa faktor lain seperti lansia, penderita penyakit degeneratif (diabetes dan jantung), penggunaan obat tertentu, riwayat BPH pada anggota keluarga, jarang olahraga dan obesitas dapat menjadi pemicu.
Gejala awal BPH sangat ringan, namun penderita perlu mewaspadai adanya perkembangan gejala ke arah yang lebih parah.
Gejala ringan di awal akan menjadi semakin buruk ketika tidak segera ditangani. Berikut adalah deretan gejala yang umumnya dikeluhkan [1,2,3,4] :
Sejumlah penderita BPH bahkan tidak mampu mengeluarkan urine sama sekali saat buang air kecil.
Sebagian besar kasus BPH menyebabkan gangguan buang air kecil, namun tidak semua penderita mengalami hal ini.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Tanda bahwa seseorang perlu segera ke dokter untuk memeriksakan diri adalah ketika buang air kecil terasa nyeri dan hal ini sering terjadi.
Tak hanya itu, jika hematuria (urine berdarah) maupun hematospermia (sperma disertai darah) turut terjadi maka jangan tunda untuk ke dokter.
Terlebih bila urine sama sekali tidak bisa keluar saat buang air kecil, maka hal ini berpotensi menjadi indikator gangguan serius pada prostat.
Hanya saja, gejala-gejala tersebut dapat pula mengarah pada penyakit lain seperti batu ginjal, infeksi saluran kemih, kanker kandung kemih, kanker prostat, atau batu kandung kemih.
Untuk memastikan penyebab dan tingkat keparahan dari gejala yang dialami, apakah gejala terkait pembesaran prostat jinak atau adanya penyakit lain, lakukan pemeriksaan secepatnya.
Tinjauan Gejala utama pembesaran prostat jinak adalah gangguan buang air kecil di mana aliran urine tidak lancar yang terkadang disertai rasa sakit saat buang air kecil.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa BPH dilakukan oleh dokter dengan beberapa metode sebagai berikut [3,4,5].
Ada kalanya dokter pun tidak lupa menanyakan kepada pasien mengenai penggunaan obat yang sedang dijalani.
Obat penenang, antihistamin, diuretik, maupun antidepresan adalah jenis obat yang mampu mengganggu sistem kemih, maka dokter harus tahu riwayat pengobatan pasien.
Tinjauan Pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisik, tes darah, tes urine, USG prostat, PSA, sistoskopi, USG prostat dan biopsi prostat adalah beberapa metode diagnosa yang dokter lakukan untuk mengonfirmasi pembesaran prostat jinak pada pasien.
Pembesaran prostat jinak pada umumnya dapat ditangani dengan tiga metode, yaitu obat-obatan, operasi, dan perubahan gaya hidup.
Dokter akan mempertimbangkan kondisi kesehatan menyeluruh pasien serta usia sebelum memberi rekomendasi perawatan.
Pemberian obat-obatan kepada pasien BPH yang mengalami gejala cukup serius yang biasanya tak dapat ditangani secara mandiri.
Beberapa jenis obat yang diresepkan antara lain adalah :
Dokter akan meresepkan antibiotik ketika bakteri prostatitis menyebabkan peradangan kronis pada prostat yang kemudian juga berkaitan dengan BPH [4].
Antibiotik sangat bisa diandalkan pada kondisi peradangan prostat oleh bakteri.
Hanya saja, gejala BPH dapat meningkat seiring meredanya peradangan oleh obat antibiotik.
Finasteride dan dutasteride adalah golongan obat penurun kadar hormon yang kelenjar prostat produksi [3,4].
Penggunaan salah satu atau kedua obat ini mampu menurunkan kadar testosteron yang kemudian memengaruhi ukuran prostat yang makin kecil.
Ketika ukuran prostat mengecil, otomatis aliran urine akan kembali normal dan buang air kecil tidak lagi terganggu.
Namun untuk efek sampingnya, obat penurun hormon mampu menyebabkan penurunan gairah seks dan juga memicu impotensi.
Golongan obat lainnya yang diresepkan oleh dokter adalah alpha-1 blockers yang berguna sebagai pelancar aliran urine dengan membuat otot prostat dan kandung kemih lebih rileks [2,4].
Jenis alpha-1 blockers yang umumnya diberikan antara lain adalah tamsulosin, terazosin, alfuzosin, prazosin, atau doxazosin.
Bila pemberian obat-obatan tak lagi dapat membantu dalam meredakan gejala, maka tindakan operasi akan direkomendasikan oleh dokter [2,3,4,5].
Beberapa jenis tindakan operasi yang umumnya digunakan untuk mengobati pembesaran prostat jinak antara lain :
Prosedur operasi ini dilakukan dokter dengan membuat sayatan kecil pada bagian prostat.
Operasi ini bukan untuk mengangkat jaringan prostat, melainkan hanya memperlancar kembali aliran urine.
Dokter biasanya merekomendasikan tindakan bedah ini pada pasien BPH dengan pembesaran prostat ukuran kecil sampai sedang saja.
Prosedur operasi ini direkomendasikan oleh dokter bila dirasa perlu mengangkat jaringan prostat yang berlebihan hingga memicu sumbatan aliran urine.
Pengangkatan jaringan prostat tidak sekaligus seluruhnya, namun dilakukan sedikit demi sedikit.
Terdapat alat khusus yang akan dokter masukkan melalui lubang kencing pasien untuk membantu kelancaran proses operasi ini.
Bila kondisi pembesaran prostat jinak sedang hingga berat membutuhkan obat dan tindakan operasi, gejala yang sangat ringan justru bisa diatasi dengan gaya hidup sehat.
Beberapa upaya penanganan yang bisa dilakukan di rumah secara mandiri adalah sebagai berikut [4] :
Tinjauan Pengobatan pembesaran prostat jinak dilakukan dengan tiga metode, yakni melalui pemberian obat-obatan (disesuaikan dengan gejala dan kondisi pasien), operasi bila diperlukan, dan/atau perubahan gaya hidup serta kebiasaan sehat.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi ketika pembesaran prostat semakin parah dan tidak mendapat penanganan yang tepat, seperti [2,3,4] :
Kandung kemih yang mendapatkan tekanan secara persisten dapat mengakibatkan terjadinya retensi urine.
Bila retensi urine dialami, otomatis ginjal bisa rusak.
Kemungkinan infeksi kandung kemih sampai ke ginjal juga cukup besar.
Kandung kemih yang tak dikosongkan sepenuhnya dan hal ini terjadi terlalu sering maka akan membuat otot melemah atau meregang.
Otot dinding kandung kemih akhirnya tak dapat berkontraksi seperti normalnya sehingga saat buang air kecil jauh lebih sulit lagi untuk mengeluarkan seluruh urine dan mengosongkan kandung kemih.
Batu kandung kemih pun dapat disebabkan oleh ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih secara total setiap buang air kecil.
Bila tidak segera ditangani, batu kandung kemih dapat menyebabkan iritasi atau infeksi kandung kemih maupun aliran urine yang benar-benar terhambat.
Risiko infeksi saluran kencing cukup tinggi menjadi komplikasi dari BPH karena kandung kemih yang tak dapat dikosongkan total setiap buang air kecil.
Bila infeksi saluran kencing terjadi berulang dan sangat sering, langkah untuk mengatasinya adalah dengan mengangkat bagian dari prostat melalui tindakan bedah.
Retensi urine adalah kondisi ketika penderita BPH tak bisa buang air kecil sama sekali karena urine tidak keluar.
Untuk kasus seperti ini, biasanya penderita memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih supaya urine dapat dikeluarkan dan kandung kemih dapat dikosongkan.
Namun pada beberapa kasus lain, penderita pembesaran prostat jinak perlu mengatasi retensi urine dengan prosedur operasi.
Tinjauan Gangguan kandung kemih, infeksi, hingga obstruksi kandung kemih sehingga retensi urine terjadi dapat menjadi komplikasi berbahaya bagi penderita pembesaran prostat jinak.
Dalam mencegah BPH, para peneliti menyarankan pria-pria dengan risiko BPH tinggi untuk berkonsultasi dengan dokter [5,6].
Konsultasikan terlebih mengenai adanya gejala gangguan buang air kecil.
Pemeriksaan dini juga akan sangat membantu karena kondisi gejala masih sangat ringan sehingga dapat lebih mudah ditangani.
Pemeriksaan dan penanganan dini adalah cara mencegah komplikasi berbahaya akibat BPH, begitu juga dengan pola hidup sehat.
Tinjauan Pencegahan pembesaran prostat jinak dapat dilakukan dengan menjaga pola hidup sehat. Namun untuk mencegah komplikasi, konsultasi dengan dokter pada waktu gejala awal terjadi bisa dilakukan.
1) Filzha Adelia, Alwin Monoarfa & Angelica Wagiu. 2017. Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Januari 2014 – Juli 2017.
2) Cheng-Ling Lee & Hann-Chorng Kuo. 2017. Tzu Chi Medical Journal. Pathophysiology of benign prostate enlargement and lower urinary tract symptoms: Current concepts.
3) Claus G Roehrborn, MD. 2005. PubMed Central. US National Library of Medicine National Institutes of Health.Benign Prostatic Hyperplasia: An Overview.
4) Harvey B. Simon, M.D. 2014. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Prostate Enlargement (Benign Prostatic Hyperplasia).
5) Charles Bankhead. 2015. MedPage Today. Finding Value in the Cost of BPH Care.
6) Marks LS, Roehrborn CG, & Andriole GL. 2006. PubMed Gov - US National Library of Medicine National Institutes of Health. Prevention of benign prostatic hyperplasia disease.