Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Saraf tulang belakang (medula spinalis/spinal cord) mempersarafi hampir seluruh tubuh kita, termasuk alat gerak dan organ dalam. Sehingga saat terjadi cedera, maka dapat mengganggu fungsi bagian tubuh/organ
Daftar isi
Cedera saraf tulang belakang atau dikenal juga dengan spinal cord injury adalah kerusakan pada saraf tulang belakang, kumpulan saraf pusat dan pusat kendali tubuh yang terjadi akibat dari trauma pada tulang punggung [1].
Kerusakan ini terjadi pada akson “kabel” sel saraf panjang yang melewati tulang belakang, membawa sinyal antara otak dan bagian tubuh lainnya [1].
Cedera saraf tulang belakang ini merupakan salah satu kondisi neurologis yang memberikan dampak sosial ekonomi yang luar biasa melemahkan bagi individu yang mengalaminya [2].
Mengingat, cedera saraf tulang belakang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada tubuh penderitanya [1].
Untuk itu, sangat penting mengetahui gejala, pencegahan hingga pengobatannya sebagaimana dapat dijelaskan dibawah ini.
Berikut ini merupakan beberapa fakta terkait cedera saraf tulang belakang yang perlu untuk diketahui [1, 2, 3] :
Gejala dapat dilihat dari kemampuan seseorangm untuk mengontrol anggota tubuh setelah mengalami cedera saraf tulang belakang, di mana kemampuannya bergantung pada dua faktor: tempat cedera di sepanjang sumsum tulang belakang dan tingkat keparahan cedera pada sumsum tulang belakang [4].
Cedera saraf tulang belakang dapat menyebabkan satu atau lebih dari tanda dan gejala berikut ini [4, 5] :
Tanda dan gejala darurat cedera saraf tulang belakang yang diakibatkan setelah mengalami kecelakaan mungkin termasuk [4]:
Penyebab paling umum dari cedera saraf tulang belakang antara lain [4] :
Cedera syaraf tulang belakang umumnya paling sering disebabkan oleh cedera yang timbul akibat kecelakaan mobil dan sepeda motor.
Di mana angka cedera saraf tulang belakang akibat kecelakaan kendaraan bermotor terhitung hampir setengah dari keseluruhan cedera saraf tulang belakang setiap tahun.
Jatuh diketahui merupakan salah satu penyebab utama terjadinya cedera saraf tulang belakang pada orang tua.
Di mana, cedera saraf tulang belakang setelah usia 65 tahun paling sering disebabkan oleh jatuh.
Sekitar 31% cedera saraf tulang belakang disebabkan oleh cedera akibat terjatuh.
Lebih dari 13% cedera saraf tulang belakang diakibatkan oleh cedera yang terjadi akibat mengalami tindakan kekerasan.
Tindak kekerasan yang paling sering terjadi yaitu melibatkan luka tembak dan luka pisau.
Aktivitas atletik, seperti olahraga maupun rekreasi umumnya juga dapat menyebabkan cedera saraf tulang balakang.
Mengingat, ketika melakukan aktivitas atletik risiko terjadinya benturan dan menyelam di perairan dangkal terhitung dapat menyebabkan sekitar 10% cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang diketahui juga dapat disebabkan oleh penggunaan atau konsumsi alkohol.
Menurut data, konsumsi alkohol merupakan faktor yang menyebabkan sekitar 1 dari setiap 4 cedera saraf tulang belakang.
Penyakit tertentu seperti kanker, artritis, osteoporosis, dan radang sumsum tulang belakang juga dapat menyebabkan cedera saraf tulang belakang.
Seseorang yang telah mengalami trauma signifikan pada kepala atau lehernya sangat disarankan untuk segera melakukan evaluasi medis segera untuk kemungkinan cedera tulang belakang [4].
Mengingat, jika cedera saraf tulang belakang ini tidak segera diketahui maka akan terjadi cedera yang lebih parah [4].
Perlu diketahui, mati rasa atau kelumpuhan dapat terjadi segera atau muncul secara bertahap karena perdarahan atau pembengkakan terjadi di dalam atau di sekitar sumsum tulang belakang [4].
Waktu antara cedera dan pengobatan dapat menjadi sangat penting dalam menentukan tingkat dan keparahan komplikasi [4].
Oleh karena itu, jika mengalami benturan atau cedera kepala atau leher segera melakukan pemeriksaan kedokter adalah pilihan yang sangat diharuskan.
Seseorang yang mengalami cedera saraf tulang belakang harus menemui dokter dan penyedia medis secara teratur [5].
Dengan demikian, dokter dapat membantu mengelola komplikasi, merekomendasikan peralatan adaptif, dan meningkatkan kualitas hidup seseorang [5].
Bahaya atau komplikasi cedera saraf tulang belakang yang terjadi pada beberapa fungsi tubuh antara lain [3, 4] :
Risiko infeksi saluran kemih dapat meningkat, ketika otak kehilangan kendali atas kontrol kandung kemih akibat terlukanya pembawa pesan (sumsum tulang belakang).
Selain itu, perubahan tersebut juga dapat menyebabkan infeksi ginjal dan batu ginjal atau kandung kemih karena isi kandung kemih tak bisa dikeluarkan secara normal.
Cedera saraf tulang belakang dapat mengakibatkan otak kehilangan kendali pada kontrol usus, sehingga fungsi usus seringkali mengalami perubahan.
Meskipun perut dan usus bekerja seperti sebelum cedera, kendali atas pergerakan usus diketahui dapat sering berubah.
Cedera saraf tulang belakang mungkin dapat mengakibatkan seseorang kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan kulit untuk merasakan.
Dengan kata lain, ketika terluka, tertekan atau kepanasan, kulit tidak dapat mengirim pesan ke otak.
Akibatnya, cedera kulit menjadi tidak terhindarkan karena otak tak kunjung memberikan responnya.
Cedera saraf tulang belakang dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan peredaran darah seperti :
Perubahan sirkulasi darah tersebut diketahui juga dapat meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah, seperti trombosis vena dalam atau emboli paru.
Selain itu, masalah kontrol peredaran darah akibat cedera saraf tulang belakang yaitu peningkatan tekanan darah yang berpotensi mengancam jiwa (hiperrefleksia otonom).
Cedera saraf tulang belakang diketahui dapat juga membuat seseorang lebih sulit bernapas dan batuk jika otot perut dan dada terpengaruh.
Selain itu, jika seseorang mengalami cedera saraf tulang belakang serviks dan toraks, maka mungkin memiliki peningkatan risiko pneumonia atau masalah paru-paru lainnya.
Cedera saraf tulang belakang bagi beberapa orang dapat menimbulkan satu dari dua jenis masalah tonus otot seperti :
Mobilitas yang terbatas akibat cedera saraf tulang belakang diketahui dapat menyebabkan gaya hidup yang tidak banyak bergerak.
Jika gaya hidup tidak banyak bergerak ini terjadi secara terus menerus maka, akan dapat meningkatkan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, dan diabetes.
Kesehatan seksual, kesuburan, dan fungsi seksual dapat diketahui dapat dipengaruhi oleh cedera saraf tulang belakang, di mana laki laki mungkin mengalami perubahan ereksi dan ejakulasi.
Kehilangan kemampuan bergerak atau mengalami kelumpuhan akibat cedera saraf tulang belakang dapat menyebabkan menyebabkan beberapa orang mengalami depresi.
Pengobatan cedera saraf tulang belakang umumnya bergantung pada tingkat keparahan cedera yang dialami pasien [5].
Dalam pengobatan cedera saraf tulang belakang umumnya dokter akan melakukan beberapa proses sepeti [5, 6] :
Pembedahan diketahui merupakan pengobatan standar untuk cedera saraf tulang belakang.
Pembedahan ini dilakukan didasarkan pada adanya kemungkinan risiko kerusakan lebih lanjut.
Dalam pengobatan cedera saraf pusat, terapi okupasi, terapi fisik, dan rehabilitasi memainkan peran penting dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup jangka panjang.
Terapi ini umumnya dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga kekuatan fisik dan mobilitas.
Konseling dan psikoterapi dalam pengobatan cedera saraf tulang belakang dapat membantu mengatasi trauma emosional.
Dukungan orang orang terdekat diketahui dapat sangat membantu memulihkan trauma emosional yang terjadi pada penderita cedera saraf tulang belakang.
Penggunaan perangkat prostetik saraf untuk melakukan simulasi listrik saraf diketahui dapat mengembalikan fungsi tertentu, termasuk kandung kemih, pernapasan, batuk, dan gerakan lengan atau kaki.
Meskipun demikian, pengaruh dari penggunaan alat ini bergantung pada tingkat dan jenis cedera saraf tulang belakang.
Berikut ini merupakan beberapa langkah pencegahan cedera saraf tulang belakang [4] :
1. Anonim. Spinal Cord Injury (SCI): Condition Information. National Institutes of Child Health and Human Development, National Institutes of Health; 2020.
2. Arsalan Alizadeh, Scott Matthew Dyck, & Soheila Karimi-Abdolrezaee. Traumatic Spinal Cord Injury: An Overview of Pathophysiology, Models and Acute Injury Mechanisms. Front Neutrol; 2019.
3. Anonim. Spinal Cord Injury: Hope Through Research. National Institute of Neurological Disorders and Stroke, National Institutes of Health; 2020.
4. Anonim. Spinal cord injury. Mayo Clinic; 2020.
5. Krista O'Connell & William Morrison. Spinal cord injuries: Types and recovery. Healthline; 2018.
6. Anonim. Spinal Cord Injury Information Page. National Institute of Neurological Disorders and Stroke, National Institutes of Health; 2020.