Daftar isi
Dakrosistitis merupakan sebuah kondisi infeksi pada saluran air mata (sakus nasolakrimal) yang ditandai dengan menitiknya air mata secara tak terkendali [1,2,4,5].
Dakriosistitis pun lebih rentan terjadi pada wanita daripada pria dengan usia yang sudah lebih dari 40 tahun.
Terdapat sejumlah kondisi yang juga membuat risiko dakriosistitis ini lebih tinggi pada seseorang.
Tinjauan Dakriosistitis adalah sebuah kondisi infeksi di saluran air mata yang umumnya ditandai dengan keluarnya air mata secara tidak terkontrol dan diawali dari adanya sumbatan pada saluran air mata.
Saluran air mata yang mengalami penyumbatan akan memudahkan infeksi untuk menyerang.
Infeksi tersebut umumnya disebabkan oleh bakteri aerob, seperti Pneumococcus sp, Pseudomonas sp, Streptococcus sp, Staphylococcus epidermis, dan Staphylococcus aureus [1,2].
Bakteri aerob adalah jenis bakteri yang dapat bertahan karena oksigen.
Namun selain itu, terdapat pula bakteri anaerob, yaitu bakteri yang bertahan hidup tanpa oksigen, seperti Fusobacterium sp, Prevotella sp, Propionibacterium sp, dan Peptostreptococcus spp [3].
Pada kasus dakriosistitis yang menyerang anak, sifatnya bersifat akut dan umumnya disebabkan oleh Haemophylus influenzae [1].
Beberapa penyebab sumbatan yang pada akhirnya memicu infeksi antara lain adalah [1,2] :
Selain sejumlah faktor yang mampu menjadi penyebab sumbatan saluran air mata di atas, penting untuk mengetahui bahwa terdapat sejumlah faktor lain yang meningkatkan risiko dakriosistitis, yaitu [1,2,4] :
Tinjauan Infeksi bakteri adalah penyebab dakriosistitis, namun untuk faktor penyebab sumbatan sendiri sangat beragam. Mulai dari penyakit hidung, penyakit mata, cedera, operasi mata, dan sejumlah kebiasaan buruk sehari-hari dapat menjadi pemicu sumbatan di saluran air mata.
Pada kasus dakriosistitis akut, berikut ini adalah beberapa gejala yang perlu dikenali dan diwaspadai [1,2,5] :
Gejala dakriosistitis kronik sekalipun biasanya menimbulkan gejala yang ringan, seperti air mata yang terus mengalir keluar dan cairan atau nanah yang terdapat di sudut mata.
Hanya saja pada dakriosistitis kronik pembengkakan justru tidak separah pada kondisi akut.
Epifora adalah sebutan istilah yang umum bagi gejala khas dakriosistits, yaitu banjir air mata karena produksi air mata oleh kelenjar air mata cenderung berlebih [2].
Hal ini disebabkan oleh saluran air mata yang mengalami sumbatan.
Untuk gejala dakriosistitis kongenital, biasanya orang tua akan memerhatikan bagian mata bayi, di mana biasanya salah satu sisi mata si kecil akan terlihat merah.
Orang tua perlu segera memeriksakan bayi ke dokter jika kemerahan pada mata tidak kunjung hilang dan bahkan disertai keluarnya nanah dan timbul bengkak pada pangkal hidung.
Tinjauan Untuk dakriosistitis akut, umumnya gejala yang ditimbulkan meliputi mata berair, mata memerah, mata nyeri, mata serasa berpasir, mata gatal, mata bengkak, terutama pada sudut bagian dalam mata, demam, serta terdapat kotoran, cairan atau nanah yang keluar dari sudut mata dekat hidung. Tubuh pun menjadi lebih mudah lelah dan lesu, air mata juga mudah keluar saat hanya terkena angin sekalipun.
Ketika memeriksakan diri atau anak ke dokter, maka biasanya sejumlah metode pemeriksaan berikut ini yang perlu ditempuh :
Dokter seperti biasa akan mengawali langkah pemeriksaan dengan menanyakan riwayat gejala serta riwayat medis pasien [1].
Dokter kemudian akan melanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk mengetahui lebih detail kondisi gejala yang dialami pasien.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan sebagai pemeriksaan penunjang, yaitu melalui penerapan hitung darah lengkap supaya dokter dapat mendeteksi adanya peningkatan leukositosis atau sel darah putih [1,2].
Hitung darah lengkap bertujuan untuk mengeliminasi adanya kemungkinan leukemia pada pasien yang mampu menjadi penyebab dakriosistitis.
Ketiga tes ini juga merupakan tes penunjang di mana dokter akan menggunakan zat warna khusus [6].
2% zat warna fluorescin akan sangat diperlukan pada prosedur pemeriksaan ini.
Tes kultur adalah pengambilan sampel cairan tubuh pasien untuk mendeteksi jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi [1].
Melalui tes ini, hasilnya dapat membantu dokter dalam menentukan jenis obat yang perlu diresepkan.
Tes pemindaian seperti CT scan hanya akan diterapkan apabila dokter masih memerlukan metode diagnosa penunjang [1].
CT scan akan membantu dokter mengidentifikasi bagian dalam tubuh pasien untuk menemukan adanya kondisi infeksi ekstensif maupun selulitis orbital.
Metode diagnosa ini dapat direkomendasikan oleh dokter hanya pada kondisi tertentu [1].
Khusus bagi pasien dengan dugaan adanya erimatosis Lupus sistemik, maka metode diagnosa ANA akan diterapkan.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang kemungkinan dibutuhkan adalah antineutrophilic cytoplasmic antibody testing [1].
Jika dokter memiliki dugaan adanya kondisi granulomatosis Wegener, metode diagnosa ini akan diperlukan.
Tinjauan Untuk mendiagnosa dakriosistitis, dokter biasanya menggunakan pemeriksaan riwayat medis dan fisik, pemeriksaan laboratorium, tes kultur, tes pemindaian, antinuclear antibody, antineutrophilic cytoplasmic antibody testing, dan John’s dye test, fluorescein clearance test dan dye disappearance test.
Untuk mengobati dakriosistitis, biasanya metode konservatif, pemberian obat obatan dan sejumlah prosedur untuk mengatasi sumbatan pada saluran air mata.
Walau perawatan ini bukan untuk mengobati secara permanen kondisi pasien, pengobatan tetap diperlukan untuk meminimalisir risiko komplikasi.
Bahkan beberapa prosedur perawatan perlu ditempuh oleh pasien setiap tahunnya beberapa kali untuk mengurangi risiko infeksi berulang.
1. Kompres Hangat dan Crigler Massage
Kompres hangat adalah salah satu cara konservatif yang dapat diterapkan pada kondisi dakriosistitis akut [1,7].
Selain itu, biasanya Crigler massage yang tergolong sebagai metode pijat ini juga dibutuhkan oleh pasien bersama dengan kompres hangat.
Cara konservatif semacam ini lebih umum digunakan pada pasien dakriosistitis yang masih bayi atau anak-anak.
2. Obat Antibiotik
Bila infeksi disebabkan oleh bakteri atau fungi, maka biasanya dokter akan meresepkan antibiotik untuk melawan infeksi tersebut [1,2,5,6].
Umumnya, antibiotik oral adalah yang paling umum diresepkan, yaitu hanya bagi pasien dengan kondisi dakriosistitis yang tidak memiliki risiko komplikasi.
Namun bagi kasus dakriosistitis dengan risiko komplikasi atau pada tahap yang lebih berat, antibiotik intravena akan diberikan oleh dokter.
3. Dacryocystorhinostomy (DCR)
Prosedur operasi ini adalah tindakan medis yang dokter biasanya rekomendasikan apabila kondisi infeksi terus terjadi dan bahkan pasien alami menahun [1,5,6].
Langkah operasi ini akan menghubungkan kanong air mata dengan selaput lendir hidung dan untuk memperbaiki aliran air mata.
Sebelum operasi dilaksanakan, dokter kemungkinan meminta pasien menempuh dacryocystography (atau pasien dapat meminta untuk menempuhnya lebih dulu).
Tinjauan Penanganan dakriosistitis umumnya meliputi metode konservatif (kompres hangat dan pijat), pemberian obat antibiotik, serta DCR atau dacryocystorhinostomy.
Pada kasus infeksi akut, gejala dapat berkembang menjadi kronik ketika penderita tidak mendapatkan penanganan yang lebih cepat.
Pada kasus dakriosistitis kongenital atau dakrisosititis yang menyerang bayi baru lahir, keterlambatan penanganan akan berakibat pada penyebaran infeksi hingga rongga mata.
Sejumlah risiko komplikasi di bawah ini kemudian dapat terjadi ketika kondisi gejala semakin memburuk tanpa adanya penanganan yang benar [1,2,5] :
Dakriosistitis dapat dicegah dengan mengetahui apa saja faktor yang mampu menyebabkannya.
Jika infeksi dapat terjadi karena cedera, maka melindungi mata agar tidak mudah cedera saat beraktivitas tentu sangat penting.
Menangani berbagai kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko dakriosistitis juga dapat membantu meminimalisir risikonya.
Untuk pencegahan supaya infeksi tidak terjadi kembali, DCR atau dacryocystorhinostomy adalah prosedur medis yang perlu ditempuh.
Saluran air mata perlu menempuh jalur pelebaran supaya tak mudah tersumbat dan terkena infeksi berulang.
Pada kasus infeksi pada anak, orang tua dapat mencoba mencegahnya dengan mengeringkan kantong air mata anak.
Cuci tangan terlebih dulu agar bersih, gunakan kain atau handuk basah hangat untuk menempelkan dan mengusapkannya pada kantong air mata.
Beri tekanan pada area tersebut dengan jari yang diletakkan secara pelan di bagian sudut mata dekat hidung.
Setelah cairan atau nanah keluar, kompres hangat kembali bagian mata.
Tinjauan DCR adalah prosedur yang perlu ditempuh pasien secara tahunan untuk meminimalisir risiko kembalinya infeksi. Namun menjaga kebersihan dan menjalani pola hidup sehat juga sangat dianjurkan agar terhindar dari berbagai bentuk infeksi.
1. Roger S. Taylor & John V. Ashurst. Dacryocystitis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Fatemeh Eslami, Hamid Reza Ghasemi Basir, Abbas Moradi, & Shokoufe Heidari Farah. Microbiological study of dacryocystitis in northwest of Iran. Clinical Ophthalmology; 2018.
3. Itzhak Brook. Ocular infections due to anaerobic bacteria in children. Journal of Pediatric Ophthalmology and Strabismus; 2008.
4. Radhakrishna Mandal, Asit Ranjan Banerjee, Mukul Chandra Biswas, Anindita Mondal, Pratip Kumar Kundu, & Nirmal Kumar Sasmal. Clinicobacteriological study of chronic dacryocystitis in adults. Journal of the Indian Medical Association; 2008.
5. Mohammad Javed Ali, Swapna R Motukupally, Surbhi D Joshi, & Milind N Naik. The microbiological profile of lacrimal abscess: two decades of experience from a tertiary eye care center. Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection; 2013.
6. Aldo Vagge, Lorenzo Ferro Desideri, Paolo Nucci, Massimiliano Serafino, Giuseppe Giannaccare, Andrea Lembo, & Carlo Enrico Traverso. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO): A Review. Diseases; 2018.
7. J J Hurwitz & K J Rodgers. Management of acquired dacryocystitis. Canadian Journal of Ophthalmology; 1983.