Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Epididimitis adalah suatu kondisi dimana terjadi peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada edidimis. Edidimitis paling sering disebabkan oleh kuman C. trachomatis atau N. gonorrhoeae, dan ditransmisikan
Daftar isi
Epididimitis merupakan sebuah kondisi radang yang menyerang saluran tempat menyimpan dan menyalurkan sperma [1,2,3,7].
Saluran itu disebut dengan epididimis sehingga ketika epididimis terkena peradangan, istilahnya adalah epididimitis [1,2,3,7].
Epididimis merupakan salah satu bagian dari organ tubuh pria yang ada di belakang testis dan menjadi penghubung antara vas deferens dengan testis [1,3].
Sambungan antara testis dan vas deferens ini sampai juga ke saluran ejakulasi, prostat serta uretra atau saluran kencing [1,3].
Epididimitis ditandai dengan pembengkakan serta rasa nyeri pada saluran tersebut di mana keluhan-keluhan ini bahkan berpotensi menyebar sampai testis.
Tinjauan Epididimitis adalah radang epididimis yang dapat terjadi pada pria ditandai dengan nyeri sekaligus bengkak pada epididimis.
Infeksi bakteri pada prostat, uretra atau kandung kemih kerap menjadi penyebab utama radang di epididimis [1,3].
Namun selain dari faktor infeksi bakteri di area-area tersebut, sejumlah penyebab lain di bawah ini perlu diwaspadai [1,2,3,4] :
Selain sejumlah faktor di atas, terdapat pula beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko epididimitis pada seorang pria, yaitu [1,2,3,4,5] :
Tinjauan Infeksi bakteri dapat menjadi salah satu penyebab utama epididimitis terjadi. Namun beberapa faktor lain seperti riwayat infeksi menular seksual, efek obat-obatan, efek tindakan medis tertentu, belum disunat, hingga aktivitas berat mampu meningkatkan risiko epididimitis.
Epididimitis umumnya menimbulkan gejala ringan di awal yang berpotensi berkembang menjadi lebih parah.
Sejumlah gejala yang dapat menandakan bahwa seorang pria mengalami epididimitis adalah [1,2,3,4] :
Pada kasus epididimitis kronis, gejala-gejala tersebut dapat berlangsung selama berminggu-minggu (6 minggu atau lebih) [4].
Jika pun kondisi gejala telah hilang namun kembali muncul beberapa waktu kemudian, hal ini juga dapat menandakan bahwa seorang pria mengalami epididimitis [3,4].
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika pada skrotum terjadi pembengkakan dan terasa begitu nyeri, jangan abaikan kondisi seperti ini.
Segera ke dokter, khususnya jika bengkak dan nyeri skrotum disertai sejumlah gejala lain seperti yang sudah disebutkan di atas.
Pada beberapa kasus, kondisi demikian memerlukan penanganan medis darurat agar dapat meminimalisir risiko kerusakan skrotum permanen.
Tinjauan Gejala utama epididimitis adalah nyeri dan bengkak pada area epididimis atau skrotum. Biasanya, hal ini dapat disertai pula dengan pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri saat buang air kecil, demam, sering buang air kecil, cairan sperma keluar bersama darah, cairan abnormal keluar dari penis, hingga benjolan timbul di testis.
Tak hanya orang dewasa yang dapat mengalami epididimitis, sebab anak laki-laki pun dapat mengalaminya.
Meski demikian, peradangan pada anak laki-laki umumnya disebabkan oleh faktor yang berbeda dari penyebab epididimitis laki-laki dewasa.
Penyebab umum epididimitis pada anak laki-laki umumnya adalah [5,6] :
Gejala-gejala peradangan epididimis pada anak yang perlu dikenali dan diwaspadai adalah [6] :
Untuk mengetahui apakah gejala benar-benar mengarah pada epididimitis dan bukan penyakit lain, sejumlah metode diagnosa seperti berikut ini akan dokter terapkan :
Dokter akan memeriksa lebih dulu apakah bagian testis pasien mengalami pembengkakan, begitu pula dengan kelenjar getah bening di pangkal paha [1,2,4,6].
Gejala fisik lain seperti cairan tak normal yang keluar dari ujung penis pun perlu diperiksa oleh dokter [1].
Selain itu, dokter juga akan memeriksa apakah prostat mengalami nyeri dan pembengkakan melalui prosedur pemeriksaan rektal [1,2].
Sebagai tes penunjang, tes darah lengkap dapat ditempuh oleh pasien. [3,4]
Melalui tes darah, dokter dapat menentukan apakah sistem kemih dan epididimis mengalami infeksi [3,4].
Selain tes darah, dokter kemungkinan akan meminta pasien menempuh tes urine untuk memastikan apakah terdapat infeksi saluran kencing [2,3,4,6].
Tes urine juga menjadi salah satu metode pemeriksaan yang akan membantu dokter mengetahui apakah pasien mengidap penyakit infeksi menular seksual [2,3].
Tes ini dilakukan oleh dokter dengan mengambil sampel cairan yang keluar dari penis pasien [1,4].
Sampel ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk analisa lebih lanjut apakah pasien mengalami klamidia dan/atau gonore [1,4].
Tes pemindaian yang diperlukan sebagai tes penunjang lainnya kemungkinan adalah USG, terutama untuk mengeliminasi kemungkinan pasien memiliki torsio testis [4,6].
Pasien dapat menempuh USG Doppler agar dokter dapat melakukan pemantauan kondisi aliran darah dan pembuluh darah di area testis pasien melalui gelombang suara frekuensi tinggi [4,6].
Jika dari hasil pemeriksaan dijumpai bahwa aliran darah lebih rendah dari normalnya, dokter langsung dapat memastikan bahwa torsio testis diderita oleh pasien [4,6].
Tinjauan Pemeriksaan fisik, tes darah, tes urine, USG serta skrining infeksi menular seksual adalah beberapa metode diagnosa untuk kasus epididimitis.
Epididimitis umumnya ditangani melalui beberapa metode, yaitu pemberian obat, prosedur bedah, dan perawatan mandiri di rumah.
Berikut ini adalah jenis obat-obatan yang umumnya dokter akan resepkan sesuai dengan penyebab dan tingkat keparahan epididimitis pada tubuh pasien :
Untuk kasus epididimitis kronis di mana obat-obatan tak efektif dalam mengobati dan pasien mengalami abses, prosedur operasi akan direkomendasikan oleh dokter [1,3,4,6].
Dokter bahkan mungkin merekomendasikan epididimektomi jika perlu mengangkat sebagian atau seluruh epididimis pasien [4].
Operasi adalah prosedur penanganan epididimitis yang disebabkan oleh kelainan fisik tertentu [4].
Selain penggunaan obat-obatan dan prosedur operasi jika memang harus ditempuh, beristirahat sebanyak mungkin adalah metode pemulihan terbaik [1,2,3,6].
Dokter pun pasti akan menganjurkan pasien agar bed rest; namun selain itu, beberapa hal lain berikut juga dapat dilakukan agar pemulihan lebih cepat [2,3] :
Umumnya, epididimitis dapat sembuh cukup dengan istirahat dan penggunaan obat pereda nyeri [1,6].
Namun jika pun harus mendapat penanganan medis, biasanya dokter akan memberikan perawatan sesuai dengan penyebabnya.
Antibiotik akan diresepkan kepada pasien bila terjadi infeksi bakteri sambil dianjurkan juga untuk minum lebih banyak air putih serta tidak menahan buang air kecil [6].
Tinjauan Pengobatan epididimitis adalah melalui pemberian obat-obatan tergantung dari penyebab epididimitis (umumnya dokter memberikan resep antibiotik), operasi, dan perawatan mandiri.
Epididimitis bukan suatu penyakit yang mematikan karena jika ditangani dengan tepat menggunakan antibiotik, kondisi penderita dapat membaik [9].
Epididimitis adalah jenis penyakit yang bisa disembuhkan di mana hal ini menandakan bahwa prognosisnya sangat baik [9].
Pembengkakan mungkin lebih lama untuk sembuh, namun rasa nyeri akan hilang tidak sampai 5 hari, khususnya usai diobati dengan benar [9].
Meski prognosis epididimitis baik, risiko komplikasi tetap ada, terutama kasus epididimitis kronis yang tak memperoleh penanganan segera [4].
Berikut ini adalah sejumlah risiko komplikasi epididimitis yang perlu diwaspadai :
Tinjauan Beberapa komplikasi epididimitis yang berpotensi terjadi jika kondisi tak mendapat penanganan segera adalah epididymo-orchitis, abses, dan ketidaksuburan..
Dalam mencegah epididimitis, penting untuk menerapkan kegiatan seksual yang aman, yakni dengan penggunaan kondom [2].
Pastikan pula bahwa pasangan hubungan intim Anda tidak memiliki riwayat penyakit infeksi menular seksual.
Menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat serta duduk terlalu lama juga dapat meminimalisir risiko epididimitis [2].
Tinjauan Aktivitas seksual yang aman, tidak beraktivitas terlalu berat, serta tidak duduk terlalu lama mampu meminimalisir risiko epididimitis.
1. Timothy J. Rupp & Stephen W. Leslie. Epididymitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. Cleveland Clinic medical professional. Epididymitis. Cleveland Clinic; 2018.
3. Vera Michel, Adrian Pilatz, Mark P Hedger, & Andreas Meinhardt. Epididymitis: revelations at the convergence of clinical and basic sciences. Asian Journal of Andrology; 2015.
4. J. Curtis Nickel, MD, FRCSC. Chronic Epididymitis: A Practical Approach to Understanding and Managing a Difficult Urologic Enigma. Reviews in Urology; 2003.
5. R T Bennett, B Gill, & S J Kogan. Epididymitis in children: the circumcision factor?. The Journal of Urology; 1998.
6. Jung Min Joo, Seung Hoon Yang, Tae Wook Kang, Jae Hung Jung, Sung Jin Kim, & Kwang Jin Kim. Acute Epididymitis in Children: the Role of the Urine Test. Korean Journal of Urology; 2013.
7. John R. McConaghy & Bethany Panchal. Epididymitis: An Overview. American Family Physician; 2016.
8. Wei Phin Tan & Laurence A Levine. What Can We Do for Chronic Scrotal Content Pain?. The World Journal of Men's Health; 2017.
9. Charles Patrick Davis, MD, PhD. Testicle Infection (Epididymitis). eMedicineHealth; 2019.
10. David Weatherly, MD, Phil G. Wise, MD, Shawn Mendoca, MD, Aram Loeb, MD, Younjun Cheng, MS, John J. Chen, PhD, & George Steinhardt, MD. Epididymal Cysts: Are They Associated With Infertility?. American Journal of Men's Health; 2018.