Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal seringkali dideskripsikan sebagai aneh, eksentrik, dan biasanya sangat sedikit atau tidak memiliki sama sekali hubungan yang dekat dengan orang lain. Mereka
Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal adalah penyendiri yang lebih suka menjaga jarak dari orang lain dan tidak nyaman membangun hubungan. Mereka kadang-kadang menunjukkan cara bicara atau sikap yang aneh, serta memiliki rentang emosi yang terbatas atau datar.
Daftar isi
Gangguan kepribadian skizotipal berada di pertengahan spektrum gangguan kepribadian yang berkaitan, yaitu skizoid di ujung yang lebih ringan dan skizofrenia di ujung yang berat. Ketiga gangguan kepribadian ini diduga berhubungan secara biologis. [2, 4, 5]
Banyak ahli yang percaya bahwa orang dengan gangguan-gangguan kepribadian ini memiliki kerapuhan genetik yang serupa, namun masih belum jelas mengapa seseorang bisa mengalami bentuk gangguan yang lebih ringan atau lebih berat.
Sebagian besar penderita skizotypal mengalami kesulitan untuk mengingat, belajar dan memperhatikan dalam bentuk yang ringan.
Mereka biasanya tidak mengalami gejala-gejala psikotik yang berat atau membuat mereka tidak berfungsi, misalnya delusi dan halusinasi yang muncul dalam skizofrenia. Tetapi, penderita skizotipal kadang-kadang bisa berkembang menjadi penderita skizofrenia.
Gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak dialami pria dibanding wanita. Gejala-gejala depresi dan kecemasan cukup umum muncul dalam gangguan ini.
Sekitar separuh dari penderita skizotipal mengalami episode depresi mayor pada satu waktu dalam kehidupan mereka, dan stres bisa memperburuk kondisi skizotipal mereka.
Gangguan kepribadian skizotipal biasanya didiagnosa di awal usia dewasa dan cenderung bertahan sepanjang hidup penderitanya, meskipun perawatan semacam pemberian obat dan terapi bisa meringankan gejala-gejala yang dialami.
Penderita skizotipal biasanya mengalami lima atau lebih dari tanda-tanda dan gejala berikut ini: [1, 2, 3, 4]
Tanda-tanda dan gejala gangguan kepribadian skizotipal, misalnya sangat tertarik pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan seorang diri atau memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi, bisa tampak ketika penderitanya berusia remaja.
Pada anak-anak, gangguan ini menyebabkan mereka sulit belajar di sekolah atau tampak sering menyendiri, yang bisa membuat mereka mengalami perundungan (bullying).
Gangguan kepribadian skizotipal dan skizoid sama-sama termasuk ke dalam klaster A, yaitu kelompok yang ciri khasnya adalah kecurigaan. Keduanya terdengar mirip dan bahkan memiliki beberapa gejala yang sama, namun ada perbedaannya: [5]
Skizotipal cenderung bersifat keturunan. Seseorang memiliki risiko mengalami gangguan ini jika ada anggota keluarganya yang menderita: [1, 2, 3, 4]
Faktor-faktor lingkungan, terutama pengalaman di masa kecil, bisa berperan dalam hal berkembangnya gangguan ini. Faktor-faktor tersebut bisa berupa: [3, 4]
Sebagian besar penderita skizotipal didagnosa mengalami gangguan ini di awal usia dewasa mereka. Jika dokter mencurigai seseorang mengalami skizotipal, ia akan memulai dengan pemeriksaan fisik untuk memastikan permasalahan yang dialami oleh pasien tidak disebabkan oleh gangguan fisik.
Dokter juga akan menanyakan tentang gejala-gejala yang dialami dan apakah ada anggota keluarga yang memiliki gangguan kepribadian.
Pasien akan dirujuk ke psikiater atau psikolog untuk pemeriksaan yang lebih spesifik, dimana pasien akan diberi pertanyaan mengenai: [3, 4]
Psikiater atau psikolog juga mungkin akan menanyakan apakah pasien pernah berpikir untuk melukai diri sendiri atau orang lain. Mereka juga akan menanyakan mengenai pendapat keluarga tentang tingkah laku pasien.
Jawaban-jawaban dari pasien akan membantu terapis untuk menegakkan diagnosa.
Jika seseorang didiagnosa mengalami gangguan kepribadian skizotipal, maka dokter akan meresepkan obat atau menjadwalkan terapi sebagai bentuk perawatan. Tidak ada obat yang secara khusus dirancang untuk mengobati skizotipal, tetapi antipsikotik atau antidepresan bisa meringankan gejala-gejala yang dialami. [1, 2, 3, 4]
Beberapa jenis terapi juga bisa membantu merawat pasien skizotipal. Psikoterapi bisa membantu pasien belajar untuk membangun hubungan dengan orang lain. Terapi semacam ini juga dilakukan bersamaan dengan pelatihan kecakapan sosial untuk membantu penderita skizotipal merasa lebih nyaman berada di situasi-situasi sosial.
Terapi tingkah laku kognitif bisa membantu pasien mengenal sikap-sikap yang berkaitan dengan gangguan yang dialaminya. Pasien akan belajar tentang bagaimana bersikap dalam situasi sosial serta bagaimana merespon sikap orang lain.
Terapis juga akan membantu pasien untuk mengenal pemikiran-pemikiran tentang menyakiti diri sendiri atau orang lain kemudian mengubahnya.
Terapi keluarga juga bisa membantu pasien, terutama bila masih tinggal dalam satu rumah. Terapi ini bisa membantu memperkuat hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya serta lebih merasa mendapat dukungan dari keluarganya.
Sejauh ini belum ada cara yang diketahui bisa mencegah terjadinya gangguan kepribadian ini, tetapi bantuan sedini mungkin dari pihak medis bisa membantu mengurangi gejala-gejala yang dialami serta memperbaiki fungsi pasien sebagai seorang pribadi dalam jangka panjang. [2]
1. Mayo Clinic Staff. Schizotypal personality disorder. Mayo Clinic; 2019.
2. Harvard Medical School. Schizotypal Personality Disorder. Harvard Health Publishing; 2019.
3. Daniel R. Rosell, M.D., Ph.D, Shira E. Futterman, Psy.D, Antonia McMaster, B.A, Larry J. Siever, M.D. Schizotypal Personality Disorder: A Current Review. Current Psychiatry Reports; 2014.
4. Janelle Martel, Timothy J. Legg, Ph.D., CRNP. Schizotypal Personality Disorder (STPD). Healthline; 2017.
5. Dennis Relojo-Howell. What Is the Difference Between Schizoid and Schizotypal Personality Disorder? Psychreg; 2020.