Tinjauan Medis : dr. Vina Yolanda Ikhwin Putri, MD
Keratokonus adalah gangguan bentuk stroma kornea dimana terjadi penipisan, penonjolan seperti kerucut, dan distorsi kornea sehingga menyebabkan astigmatisma ireguler. Penyebabnya masih belum diketahui,
Keratokonus (keratoconus) adalah jenis penyakit mata yang ditandai dengan menonjolnya kornea mata keluar menyerupai kerucut.
Kornea sendiri adalah bagian mata luar yang bulat dan jernih. Keratoconus adalah kondisi ketika kornea menipis lalu menonjol keluar secara bertahap.
Daftar isi
Kaitan Antara Keratoconus dan Astigmatisme
Keratoconus merupakan kondisi ketika kornea menipis dan menonjol secara berangsur yang kemudian menyebabkan distorsi penglihatan di mana astigmatisme tak teratur menjadi akibatnya.
Astigmatisme tidak teratur adalah kondisi kornea mata berubah dari yang bentuknya bulat kemudian mengerucut sehingga berdampak pada permukaan halusnya yang terdistorsi.
Setiap penderita keratoconus pasti mengalami kondisi astigmatisme, untuk itulah salah satu gejala keratoconus serupa dengan gejala astigmatisme.
Merasa perlu mengubah resep kacamata terlalu sering adalah persamaan gejala keduanya selain mata menjadi buram dan penglihatan terganggu.
Namun bagi para penderita astigmatisme, tak semuanya akan memiliki kondisi keratoconus.
Kornea mata manusia dapat bertahan di tempatnya berkat bantuan kolagen (serat kecil protein pada mata).
Kolagen inilah yang membuat kornea tetap pada bentuknya semula dan dalam kondisi normal, yaitu tidak menggembung.
Namun pada beberapa orang, kolagen pada mata dapat melemah sehingga tak lagi dapat mendukung kornea bertahan di tempatnya.
Alhasil, kornea mengalami penggembungan lalu semakin mengerucut, yang seringkali dianggap sebagai benjolan.
Terjadinya penggembungan dan pengerucutan pada bentuk kornea mata dapat dipicu oleh beberapa faktor, yaitu seperti :
Setiap mata memiliki antioksidan sebagai pelindung sel-sel kornea. Antioksidan berperan penting bagi kornea sebagai pelindung serat kolagen.
Maka di saat kadar antioksidan pada mata menurun dan makin rendah, hal ini akan meningkatkan risiko kelemahan kolagen.
Karena kolagen melemah, hal ini berakibat pada kornea yang menonjol keluar seperti benjolan atau kondisi yang bentuknya mirip kerucut.
Keratoconus adalah jenis penyakit mata yang dapat dimulai pada usia remaja. Namun, tak sedikit kasus keratoconus yang berawal dari masa kanak-kanak juga.
Risiko keratoconus berkembang pada orang dewasa lebih kecil, namun tidak menutup kemungkinan orang-orang dewasa usia antara 30-40 tahun dapat mengalaminya.
Keratoconus bukan termasuk kondisi yang disebabkan oleh faktor genetik, hanya saja terkadang dapat terjadi oleh faktor keturunan.
Bagi seseorang yang memiliki orangtua dengan kondisi keratoconus, perlu untuk mewaspadai terjadinya penyakit yang sama.
Itulah mengapa, para orangtua yang sadar memiliki kondisi keratoconus perlu memeriksakan mata anaknya secara rutin untuk mewaspadai keratoconus.
Pemeriksaan mata rutin dapat dilakukan ketika anak mulai menginjak usia 10 tahun agar dapat menghambat perkembangan keratoconus sejak dini.
Faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko keratoconus berkembang secara lebih cepat adalah kebiasaan menggosok mata secara kasar.
Seseorang dengan kondisi down syndrome, sindrom Ehlers-Danlos, penyakit asma, alergi rhinitis/hay fever, dan retinitis pigmentosa memiliki risiko jauh lebih tinggi terkena keratoconus.
Keratoconus awalnya menimbulkan gejala berupa distorsi penglihatan atau gangguan penglihatan sentral.
Selain itu, gejala awal pada kondisi keratoconus adalah penglihatan yang menjadi buram. Namun tidak hanya itu, sejumlah kondisi lain ini pun menjadi tanda keratoconus :
Bentuk kornea pada kondisi keratoconus dapat mengalami perubahan secara cepat. Namun, banyak pula kasus keratoconus yang berkembang secara lambat selama bertahun-tahun.
Hanya saja, perkembangan keratoconus pun berpotensi untuk berhenti sama sekali tanpa diduga.
Hal ini membuat keratoconus menjadi salah satu jenis penyakit yang tak dapat diprediksi arah perkembangannya, akan berlanjut menjadi lebih parah atau justru bisa berhenti sama sekali.
Sayangnya, gejala pada banyak kasus keratoconus dapat memburuk pada kedua mata penderita.
Jika penglihatan mulai terasa tidak nyaman dan cenderung memburam, segera periksakan ke dokter supaya dapat terdeteksi dengan cepat apa penyebabnya.
Untuk memperoleh hasil diagnosa yang tepat, tentunya penderita keratonocus perlu ke dokter spesialis mata.
Dokter biasanya akan melakukan serangkaian pemeriksaan seperti di bawah ini :
Para orangtua yang menyadari bahwa diri mereka memiliki kondisi keratoconus perlu membawa anak-anaknya ke dokter ahli mata jika sudah mencapai usia 10 tahun.
Pemeriksaan berupa topografi kornea perlu ditempuh oleh anak-anak dengan risiko keratoconus tersebut.
Walau hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mata anak normal di awal, topografi kornea tetap perlu dilakukan per tahun.
Dikhawatirkan pada mata anak terjadi perubahan yang tak terlalu menonjol sehingga berisiko terabaikan, sehingga tes tahunan sangat dibutuhkan.
Dokter terlebih dulu mempertimbangkan dan mengevaluasi apa saja gejala yang terjadi pada fungsi penglihatan pasien.
Dokter akan memberikan pengobatan yang disesuaikan dengan gejala. Berikut ini adalah perawatan umum yang diberikan kepada pasien keratoconus.
Untuk gejala keratoconus awal, lensa kontak lunak atau kacamata akan membantu perbaikan mata yang buram.
Untuk gejala keratoconus yang makin berkembang, penglihatan pasien perlu dibantu dengan penggunaan lensa kontak keras yang disesuaikan dengan kornea mata.
Untuk kondisi keratoconus yang sudah cukup serius, lensa kontak ini dapat menyesuaikan dengan bentuk tidak teratur dari kornea mata pasien.
Bagian tengah lensa memang kaku dan keras, namun lingkaran bagian tepinya sangat lembut sehingga membuat pasien terasa nyaman saat mengenakannya.
Bahkan jika pasien keratoconus tak dapat mengenakan lensa kontak keras, lensa hybrid menjadi alternatif terbaik.
Jika lensa kontak keras sangat tidak nyaman bagi pasien, ada kemungkinan dokter akan merekomendasikan sistem lensa kontak piggyback.
Jadi, pasien tetap mengenakan lensa kontak lunak yang kemudian ditambah dengan lensa kontak keras di atasnya agar lebih nyaman.
Pada pasien keratoconus dengan kondisi yang sudah tergolong serius, ada kalanya lensa sklera prostetik dapat lebih membantu.
Lensa sklera prostetik contohnya adalah lensa yang pembuatannya didukung oleh proses EyePrintPRO yang bertujuan untuk menyesuaikan ketidakteraturan yang terjadi pada kornea mata.
Prosedur ini dilakukan oleh ahli mata profesional memanfaatkan tetes mata sekaligus sinar UV khusus.
Tujuan prosedur ini adalah untuk membuat kornea dan jaringan mata pasien jadi lebih kuat serta mencegah perkembangan kornea mengerucut.
Dokter pada prosedur ini menggunakan sinar UV khusus tadi untuk memasukkan riboflavin atau vitamin B2 pada kornea mata pasien.
Saat penggunaan kacamata hingga lensa kontak jenis apapun tak lagi dapat menolong penglihatan pasien, implan intacs kemungkinan dokter sarankan.
Karena merupakan prosedur implan, maka sebenarnya prosedur ini merupakan prosedur bedah di mana dokter memasang intacs di area kornea.
Tujuan dari pemasangan intacs sendiri adalah supaya penglihatan pasien dapat terbantu dan jauh lebih jelas.
Ada sejumlah pasien keratoconus yang tak dapat mengenakan lensa kontak keras sementara kondisi kornea sudah memburuk.
Bahkan terapi lain seperti corneal cross-linking berpotensi kurang efektif dalam menangani masalah keratoconus pasien.
Jika sudah telanjur parah dan penanganan lain tak dapat diandalkan, dokter akan merekomendasikan transplantasi kornea.
Seluruh jaringan yang sudah terpengaruh maka harus benar-benar diangkat dan kemudian digantikan dengan jaringan kornea mata yang sehat.
Penderita keratoconus dengan gejala awal saja tanpa penggunakan lensa kontak atau kacamata akan sulit untuk melihat dengan jelas.
Walau umumnya, gejala berkembang secara bertahap dan membutuhkan waktu bertahun-tahun, ada pula yang mengalami perburukan gejala dengan sangat cepat.
Beberapa penderita akan mengalami pembengkakan kornea mata, jaringan parut, dan juga fungsi penglihatan yang berkurang drastis sebagai komplikasinya.
Ketika lapisan kornea dalam kondisi rusak, maka hal ini mempermudah cairan masuk ke kornea dan mengganggu penglihatan.
Kondisi penglihatan akan makin buruk ketika jaringan parut sudah muncul sehingga transplantasi kornea diperlukan sebagai solusi.
Hanya saja, sebagai pencegah komplikasi, LASIK adalah jenis operasi yang tidak diperuntukkan bagi penderita keratonocus.
LASIK adalah jenis prosedur bedah yang justru membuat kerusakan penglihatan makin parah dan kornea makin lemah nantinya.
Pencegahan paling utama yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan mata rutin paling tidak setahun sekali pada anak usia 10 tahun.
Karena menggosok-gosok mata secara kasar pun dapat meningkatkan risiko keratoconus, hindari aktivitas menggosok atau mengucek mata berlebihan.
Bila memiliki alergi sehingga mata mudah merasa gatal dan selalu merasa perlu mengucek mata, konsultasikan hal ini segera dengan dokter spesialis mata.
Anonim. 2014. Duke Health. 5 Fast Facts About Keratoconus.
Brian S. Boxer Wachler, MD. 2019. WebMD. What Is Keratoconus?
Anonim. 2019. Mayo Clinic. Keratoconus.
Kierstan Boyd & Brenda Pagan-Duran MD. 2019. American Academy of Ophthalmology. Keratoconus Diagnosis and Treatment.
Anonim. 2017. Somer Toprak Optometrist. Astigmatism & Keratoconus.
William Trattler, MD. 2019. All About Vision. Keratoconus: Causes, symptoms and 10 treatment options.