Daftar isi
Koinoniphobia adalah sebuah kondisi fobia spesifik ketika seseorang mengalami ketakutan ekstrem terhadap ruangan di mana rasa takut ini tak beralasan [1,2].
Koinoniphobia berasal bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu koini yang berarti umum atau bersama serta phobos yang artinya takut atau enggan.
Koinoniphobia bukan sekedar perasaan takut dan panik terhadap ruangan, melainkan takut dan enggan berbagi ruangan yang sama dengan orang lain.
Para ahli meyakini bahwa klaustrofobia dan koinoniphobia memiliki keterkaitan.
Jika koinoniphobia adalah sebuah kondisi ketakutan ekstrem terhadap ruangan, maka klaustrofobia adalah ketakutan yang sejenis namun berbeda [1,5].
Klaustrofobia adalah ketakutan ekstrem yang dialami seseorang saat berada di tempat tertutup dan tempat-tempat yang sempit [5].
Ketakutan kedua kondisi sangat intens dan irasional namun dapat sangat membahayakan penderita ketika dibiarkan tanpa penanganan.
Tinjauan Koinoniphobia adalah sebuah kondisi ketakutan ekstrem terhadap ruangan atau ruangan yang penuh dengan orang, dan rasa takut yang timbul pada penderita adalah hal yang intens dan irasional.
Penyebab pasti segala fobia spesifik tidaklah diketahui, namun selalu terdapat sejumlah faktor yang mampu memicu atau meningkatkan risiko terjadinya fobia tertentu.
Untuk kasus koinoniphobia, kenali faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat memicu :
Faktor intrinsik sendiri biasanya meliputi faktor genetik dan juga faktor riwayat kesehatan keluarga [1,2,3,6].
Jika terdapat anggota keluarga dengan riwayat kondisi gangguan mental tertentu, fobia spesifik, atau gangguan kecemasan dapat meningkatkan risiko seseorang di keluarga tersebut mengalami hal yang sama.
Selain itu, kondisi gangguan otak yang merupakan bawaan juga tergolong sebagai faktor intrinsik yang dapat memicu perkembangan koinoniphobia pada diri seseorang.
Faktor ekstrinsik adalah faktor pemicu koinoniphobia yang berasal dari lingkungan sekitar penderita.
Hal ini dapat meliputi cara didik orang tua penderita, kondisi dan situasi lingkungan tempat penderita tinggal dan tumbuh besar, serta pengalaman tak menyenangkan yang pernah dialami.
Seseorang yang tumbuh besar di sebuah lingkungan yang kaku di mana hal seperti koinoniphobia adalah hal yang normal, maka gangguan mental ini pun dapat dengan mudah berkembang [1,2].
Jika semenjak kecil tak terbiasa berada dengan orang lain di dalam sebuah ruangan, khususnya banyak orang, maka hal ini menjadi suatu hal yang tak nyaman dan menakutkan.
Seperti kasus fobia spesifik lainnya, pengalaman traumatis dapat menjadi faktor yang meningkatkan risiko seseorang dalam memiliki kondisi seperti koinoniphobia [1,2,3,4,6].
Pengalaman tidak menyenangkan yang berhubungan dengan sebuah ruangan yang penuh dengan orang lalu terjadi sebuah kecelakaan, perkelahian, hingga penganiyaan dapat menimbulkan rasa takut tersendiri.
Kenangan tak mengenakkan tersebut akan sulit untuk dilupakan dan menjadi sebuah trauma bagi beberapa orang.
Meski tidak selalu berbahaya, hal-hal traumatis yang pernah dialami menjadikan orang tersebut berprasangka buruk.
Pikiran-pikiran negatif akan timbul ketika dihadapkan dengan sebuah ruangan penuh orang dan ketika seseorang harus berada di sana.
Tinjauan Faktor intrinsik (faktor genetik dan riwayat medis tertentu) dan faktor ekstrinsik (cara didik orang tua, gaya hidup lingkungan sekitar, serta pengalaman traumatis) dapat menjadi pemicu koinoniphobia.
Koinoniphobia dapat menimbulkan dua jenis kondisi gejala, yaitu dari sisi psikologis dan fisik.
Ketika menjumpai sebuah ruangan, hal ini mampu memicu serangan panik dan beberapa gejala lain sebagai berikut [1,2,3,4,6] :
Pada beberapa kasus yang jarang, seseorang dapat mengalami fobia kompleks, yaitu terdiri dari beberapa fobia sekaligus [1].
Jadi, koinoniphobia dapat terjadi bersamaan dengan beberapa fobia spesifik lainnya sehingga dapat memperburuk gejala yang dialami.
Koinoniphobia yang disertai dengan fobia terhadap orang, fobia terhadap gelap, serta fobia berada di dalam rumah mampu berdampak bahaya pada penderitanya.
Ketika fobia kompleks tersebut terjadi, gejala yang paling buruk akan tampak dari kehidupan sosial penderita yang tidak sehat.
Penderita akan mengalami kesulitan dalam menjaga hubungan dengan orang lain serta menjaga emosi dengan baik [1,2].
Tinjauan Gejala psikologis maupun fisik dapat dialami oleh penderita koinoniphobia, terutama rasa cemas, panik dan takut berlebihan yang membuat tubuhnya berkeringat, sesak napas dan sulit menelan hingga memilih menghindari ruangan, terutama ruangan dengan penuh orang di dalamnya.
Gejala koinoniphobia yang tak segera ditangani akan menyebabkan penderitanya mengisolasi diri dan menghindari interaksi sosial.
Menghindari akar ketakutan bukanlah cara untuk menyembuhkan, karena itu artinya setiap saat dihadapkan dengan pemicu, koinoniphobia tetap dapat timbul [2].
Seseorang tidak dapat menghindar dari orang lain di satu ruangan yang sama, seperti ketika di kantor, di toko, atau di lift.
Agar kegiatan sehari-hari tidak terhambat dan koinoniphobia tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup jangka panjang penderita, kondisi ini perlu segera ditangani.
Penanganan koinoniphobia pada dasarnya sama dengan fobia spesifik lainnya, yaitu melalui psikoterapi, obat-obatan, dan perubahan gaya hidup.
Obat-obatan yang biasanya dokter resepkan untuk meredakan kecemasan dan serangan panik pasien adalah beta blockers, obat penenang dan antidepresan [1,2].
Jenis obat ini tak seharusnya digunakan tanpa resep dokter.
Meski gejala dapat berkurang karena penggunaan obat-obatan ini, pada beberapa kasus efek sampingnya dapat dialami oleh pasien, yaitu ketergantungan terhadap obat tersebut.
Oleh sebab itu, obat antidepresan dan anticemas tidak untuk penggunaan jangka panjang.
Melalui terapi ini, terapis profesional akan membantu pasien untuk memahami sumber ketakutan, alasan ketakutan dan cara menaklukkan rasa takut tersebut [1].
Terapi ini dilakukan melalui perbincangan yang nyaman dan dalam sehingga efektif dalam membantu memulihkan pasien.
Psikoterapi lainnya yang juga umum digunakan untuk membantu pasien dengan gangguan mental seperti fobia spesifik adalah terapi perilaku kognitif [1,2,4,6].
Persepsi pasien yang mengalami masalah akan dibenahi dan diubah melalui terapi ini dengan bantuan terapis.
Pasien akan mampu mengidentifikasi sebab dan alasan ketakutan yang dialami selama ini serta mengetahui strategi terbaik dalam mengatasi ketakutan itu.
Terapi ini membantu pasien mengidentifikasi apakah dirinya memiliki pandangan realita yang benar atau terganggu.
Terapis bertugas membuktikan pada pasien bahwa ketakutannya adalah hal yang irasional dan melepaskan pasien dari pikiran-pikiran negatifnya.
Terapi eksposur adalah metode lain yang juga kerap digunakan untuk mengatasi fobia spesifik dengan mengekspos pasien kepada faktor pemicu rasa takut [1,2,4,6].
Masa eksposur tergantung kondisi pasien karena terapis akan terus melakukannya hingga pasien tak lagi merasa takut terhadap sumber ketakutannya.
Dengan begitu, terapis kemungkinan besar akan mengekspos beberapa gambar maupun video lebih dulu tentang ruangan.
Sesi terapi berjalan seperti itu sampai rasa takut semakin berkurang seiring waktu dan oleh sebab itu masa dan durasi terapi pada tiap pasien dapat berbeda-beda.
Olahraga adalah salah satu cara terbaik dalam mengelola stres dan kecemasan, maka melakukanya tanpa berlebihan dan secara rutin dapat membantu meredakan rasa stres dan cemas berlebihan [2,7].
Olahraga yang dilakukan pun tak perlu terlalu berat seperti latihan beban dan sebagainya, cukup olahraga aerobik dan berbagai olahraga biasa yang ringan.
Olahraga aerobik diketahui lebih efektif dalam melepaskan endorfin, senyawa dari otak yang menimbulkan suasana hati yang baik.
Berjalan kaki, jogging, bersepeda, renang, bermain tenis, bermain bulutangkis hingga sepak bola pun merupakan olahraga-olahraga yang juga dapat meredakan stres [7].
Bermain olahraga dalam sebuah kelompok maupun komunitas juga tergolong lebih baik agar dapat meningkatkan interaksi sosial dengan orang lain.
Latihan Yoga terdiri dari berbagai macam pose dan gerakan yang dapat bermanfaat untuk kesehatan mental dan fisik [2,8].
Karena Yoga sendiri pun merupakan jenis latihan fisik yang dapat berguna bagi pengelolaan stres dan fleksibilitas serta kekuatan tubuh, pasien gangguan kecemasan pun dianjurkan melakukannya.
Pemilik kondisi fobia spesifik juga dapat memraktekkannya untuk meredakan gejala serangan panik ketika dihadapkan pada sumber ketakutannya, yaitu ruangan atau ruangan yang dipenuhi orang.
Meditasi adalah teknik lainnya dalam meredakan rasa cemas dan panik berlebih di mana metode ini juga akan sangat bermanfaat bagi penderita fobia spesifik [2,7].
Meditasi adalah sebuah cara distraksi dari rasa takut yang timbul dengan memfokuskan diri dan perhatian terhadap hal lain.
Meditasi adalah latihan yang dapat diandalkan khususnya ketika secara tak sengaja penderita koinoniphobia menjumpai sumber ketakutannya.
Bila telah terbiasa melakukan meditasi, serangan panik yang muncul dapat teralihkan dan rasa cemas pun akan mereda.
Konsumsi kafein secara berlebihan sepanjang hari mampu meningkatkan rasa cemas dan gelisah [9].
Selain itu, asupan kafein yang terlalu tinggi dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat serta memicu rasa tegang pada tubuh.
Ketika penderita fobia spesifik mengonsumsi kafein dan menjumpai pemicu ketakutan, gejala serangan panik akan lebih sulit dikendalikan.
Tak hanya kopi dan teh, minuman berenergi pun mengandung tinggi kafein sehingga konsumsinya harus benar-benar dibatasi [2].
Kenali makanan dan minuman apa saja yang mengandung kafein dan pastikan untuk mengurangi asupannya selama masa pemulihan dari gangguan kecemasan atau fobia tertentu.
Tinjauan Penanganan koinoniphobia meliputi pemberian obat-obatan antidepresan, psikoterapi (talk therapy, terapi perilaku kognitif, dan terapi eksposur), serta perubahan gaya hidup (meditasi, olahraga, dan pengurangan asupan kafein).
Fobia terhadap ruangan yang tidak segera ditangani dengan benar mampu meningkatkan risiko isolasi diri pada penderita.
Kualitas hidup akan berkurang karena keenggangan dan penghindaran dari sumber ketakutannya [1,2].
Aktivitas sehari-hari otomatis akan terhambat dan depresi pun akan berkembang semakin serius yang bukan tak mungkin keinginan bunuh diri pun dapat mulai timbul [5].
Belum diketahui cara pasti dalam mencegah koinoniphobia, khususnya jika hal ini terjadi karena faktor genetik.
Namun agar kondisi tidak semakin parah, gejala awal perlu segera diperiksakan dan ditangani oleh ahli kesehatan jiwa dan mental.
Sebelum koinoniphobia menjadi penghambat rutinitas, kondisi ini perlu diatasi dengan sejumlah terapi dan perubahan gaya hidup seperti yang telah disebutkan.
Tinjauan Tak diketahui cara pasti mencegah koinoniphobia, namun penting untuk menangani gejala awal agar kelangsungan serta kualitas hidup tidak terhambat.
1. Emmanuella Ekokotu. Koinoniphobia: The Fear of Rooms. Know Your Phobia; 2020.
2. Psych Times Staff. Koinoniphobia (Fear of Rooms). Psych Times; 2020.
3. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
4. Chandan K. Samra & Sara Abdijadid. Specific Phobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
5. Christy Vadakkan & Waquar Siddiqui. Claustrophobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
7. Meghan K. Edwards & Paul D. Loprinz. Experimental effects of brief, single bouts of walking and meditation on mood profile in young adults. Health Promotion Perspectives; 2018.
8. Masoumeh Shohani, Gholamreza Badfar, Marzieh Parizad Nasirkandy, Sattar Kaikhavani, Shoboo Rahmati, Yaghoob Modmeli, Ali Soleymani, & Milad Azami. The Effect of Yoga on Stress, Anxiety, and Depression in Women. International Journal of Preventive Medicine; 2018.
9. Gareth Richards & Andrew Smith. Caffeine consumption and self-assessed stress, anxiety, and depression in secondary school children. Journal of Psychopharmacology (Oxford, England); 2015.