Penyakit & Kelainan

Laringospasme : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Laringospasme?

Laringospasme merupakan sebuah kondisi pita suara yang mengalami kejang di mana hal ini dapat terjadi umumnya akibat stres atau ansietas [1,11].

Pada beberapa penderita GERD (gastroesophageal reflux disease) dan asma, laringospasme dapat terjadi sebagai salah satu gejalanya.

Laringospasme pun cukup berpotensi dialami oleh penderita disfungsi pita suara walau tak jarang kondisi ini dialami tanpa alasan yang jelas.

Meski demikian, laringospasme adalah kondisi langka yang sekalinya terjadi kejang tidaklah sampai satu menit.

Laringospasme bukanlah gejala penyakit yang sangat parah dan tidak mengancam jiwa penderitanya, namun jika hal ini timbul dan cukup mengganggu, maka segera dapatkan bantuan medis.

Tinjauan
Laringospasme adalah sebuah kondisi langka ketika kejang terjadi pada pita suara namun kejang terjadi tidak sampai 1 menit.

Fakta Tentang Laringospasme

  1. Prevalensi laringospasme sebagai dampak dari penggunaan anestesi pada anak-anak jauh lebih tinggi, yaitu 17,4 per 1000 populasi daripada pada orang dewasa dengan angka 8,7 per 1000 populasi [1].
  2. Prevalensi laringospasme yang terjadi selama masa pasca induksi adalah sekitar 75,5% [2].
  3. Di Indonesia data spesifik mengenai prevalensi laringospasme belum tersedia, namun prevalensi penyakit asma menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar 2013 adalah 4,5% [3].

Penyebab Laringospasme

Laringospasme merupakan sebuah kondisi gejala dari beberapa macam penyakit.

Sejumlah kondisi yang dapat menimbulkan gejala berupa laringospasme antara lain adalah :

  • Anestesi

Sebelum menjalani prosedur operasi, pasien umumnya akan diberi anestesi atau obat bius [1,2].

Jika anestesi ini memengaruhi pita suara dan menyebabkan iritasi di sana, laringospasme dapat terjadi.

Kondisi laringospasme karena anestesi lebih berpotensi dialami oleh anak-anak daripada orang dewasa, khususnya yang menjalani operasi faring atau laring.

Laringospasme juga dapat menjadi bentuk komplikasi yang harus diwaspadai oleh penderita penyakit paru obstruktif kronik yang menempuh operasi sebagai jalan penyembuhan.

Laringospasme walau tergolong kondisi langka, hal ini dapat terjadi ketika seseorang mengalami kecemasan berlebih atau stres [4].

Reaksi fisik dari emosi yang intens dapat timbul dalam bentuk laringospasme.

Jika hal ini kemungkinan terjadi lebih dari sekali, ada baiknya langsung berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental untuk mengatasi laringospasme.

  • GERD

Gastroesophageal reflux disease atau penyakit asam lambung juga menjadi salah satu penyebab timbulnya laringospasme [5].

Kenaikan asam lambung umumnya terjadi hingga mencapai kerongkongan atau esofagus di mana hal ini mampu mengganggu kesehatan laring.

Makanan maupun asam yang sampai ke bagian laring dapat memicu kejang pada pita suara.

  • Tidur

Sebuah hasil penelitian tahun 1997 menunjukkan bahwa seseorang yang sedang tidur dapat mengalami laringospasme, namun hal ini sama sekali bukan karena penggunaan anestesi [6].

Pada kasus ini, penderita laringospasme akan terbangun walau sebelumnya sudah tidur dengan nyenyak dan mengalami kesulitan bernafas.

Ketika laringospasme terjadi pada saat tidur, hal ini menunjukkan bahwa disfungsi pita suara atau asam lambung sedang naik.

Kondisi seperti ini tidak berbahaya dan rata-rata hanya terjadi selama beberapa detik.

Namun jika merasa perlu, datanglah ke dokter untuk memeriksakan diri untuk meminimalisir risiko kondisi yang lebih buruk.

  • Asma atau Disfungsi Pita Suara

Disfungsi pita suara adalah kondisi ketika pita suara mengalami gangguan ketika seseorang menarik atau mengeluarkan nafas [7,8].

Kondisi pita suara yang abnormal ini mirip dengan penyakit asma dan kedua kondisi ini pun sama-sama mampu meningkatkan risiko timbulnya laringospasme.

Walau memiliki kemiripan gejala, kedua kondisi tersebut perlu ditangani dengan cara yang berbeda untuk meredakan laringospasme.

Tinjauan
Laringospasme merupakan gejala dari beberapa kondisi, yaitu antara lain penyakit asma, disfungsi pita suara, tidur, GERD, stres, gangguan kecemasan, dan efek anestesi.

Gejala Laringospasme

Laringospasme dapat menimbulkan beberapa gejala ketika pita suara dalam kondisi menutup dan kontraksi tak terkontrol di saat yang sama dengan terbukanya trakea.

Hal ini akan menyulitkan penderita untuk bernafas walaupun laringospasme normalnya tidak bertahan lama [1,2,9,10].

Meski demikian, kontraksi ini dapat terjadi beberapa kali dengan durasi yang singkat-singkat.

Selain kejang atau kontraksi dan kesulitan bernafas, gejala umum lainnya yang dapat terjadi adalah stridor.

Stridor sendiri merupakan suara siulan yang terdengar parau atau kasar disebabkan oleh aliran udara yang melalui pita suara yang menutup atau terbuka sangat kecil.

Tinjauan
Sulit bernafas dan stridor merupakan gejala utama yang disebabkan oleh laringospasme di mana terkadang suara parau turut menyertai.

Pemeriksaan Laringospasme

Ketika gejala-gejala laringospasme terjadi, maka penderita perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui apa penyebabnya dan penanganan yang terbaik sejak dini.

Untuk memastikan kondisi laringospasme sekaligus mendeteksi apa penyebabnya, dokter perlu menerapkan beberapa metode diagnosa.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Dokter akan memeriksa fisik pasien lebih dulu untuk mengidentifikasi apa saja gejala yang terjadi [7,8].

Selain itu, dokter juga akan mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai gejala-gejala apa yang selama ini dikeluhkan, berapa kali gejala terjadi dan sejak kapan.

Dokter juga biasanya perlu mengetahui gaya hidup pasiennya, riwayat penyakit, dan riwayat penggunaan obat.

Riwayat kesehatan keluarga pasien pun seringkali menjadi sesuatu yang penting bagi dokter untuk menentukan penyebab sekaligus pengobatan yang sesuai bagi pasien.

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami sinusitis dan sejenisnya, maka dokter perlu mengetahui kondisi pernafasan pasien.

Dokter akan menyarankan pasien menempuh tes pemindaian seperti CT scan untuk memeriksa sinus [9,11].

Karena laringospasme dapat terjadi ketika seseorang memiliki riwayat alergi, dokter kemungkinan besar akan meminta pasien menempuh tes alergi [7].

Pemeriksaan ini dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa dan mengidentifikasi keberadaan alergi dalam tubuh pasien.

  • Tes Lambung

Pemeriksaan lambung diperlukan ketika pasien memiliki riwayat GERD.

Namun meski pasien tidak memiliki riwayat gangguan pencernaan pada lambung, dokter tetap akan meminta pasien menempuh tes ini untuk memeriksa apakah kenaikan asam lambung terjadi pada pasien [5,12].

Hal ini karena GERD mampu memicu laringospasme sehingga perlu dipastikan.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, CT scan, tes alergi, dan tes lambung merupakan beberapa metode diagnosa yang diterapkan oleh dokter dalam memastikan penyebab laringospasme serta menentukan pengobatannya.

Penanganan Laringospasme

Saat gejala laringospasme terjadi, penderita harus berusaha untuk tetap tenang.

Hanya saja, hal yang tidak sebaiknya dilakukan oleh penderita saat serangan terjadi adalah bernafas melalui mulut maupun mencoba mendapatkan udara dari mulut.

Ketika penderita panik, rasa panik ini dapat menjadi pemicu gejala lebih intens dan menjadi lebih lama.

Untuk menghentikan kejang atau kontraksi tersebut, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh penderita sendiri antara lain adalah :

  • Mengambil nafas dan tahan selama 5 detik sebelum akhirnya dihembuskan melalui hidung perlahan. Kerucutkan bibir untuk mengambil nafas, tahan lagi selama 5 detik dan keluarkan melalui hidung. Ulangi langkah ini hingga kejang atau kontraksi benar-benar mereda.
  • Jika terdapat sedotan di sekitar penderita, ambil dan potonglah menjadi dua. Selama serangan gejala laringospasme terjadi, pastikan untuk mengambil nafas dan mengembuskannya melalui sedotan dan hindari proses pernafasan melalui hidung. Teknik ini akan membantu agar pernafasan berjalan lebih pelan dan membantu agar pita suara lebih tenang.
  • Memberi tekanan pada area dekat telinga untuk merilekskan pita suara. Di bawah lubang telinga namun tepat di atas rahang, terdapat bagian lembut yang dapat ditekan ke arah bawah menuju bagian tenggorokan. Penekanan pun dapat dilakukan secara paksa sampai terasa agak sakit supaya gejala mereda saat itu juga.

Untuk kasus laringospasme yang terjadi karena berbagai kondisi medis, maka metode pengobatan lainnya akan disesuaikan dengan gangguan kesehatan yang dialami oleh pasien.

  • Psikoterapi dan obat-obatan anticemas serta antidepresan akan diberikan kepada pasien laringospasme yang disebabkan oleh gangguan kecemasan maupun stres [15].
  • Bantuan mesin CPAP (continuous positive airway pressure) akan diberikan bagi orang-orang yang mengalami laringospasme di malam hari ketika tidur [9].
  • Terapi wicara akan diberikan untuk membantu memulihkan pasien laringospasme yang disebabkan oleh masalah saraf [8].
  • Obat lambung atau obat penetralisir asam lambung diberikan bagi penderita laringospasme yang disebabkan oleh GERD walau diketahui efektivitasnya tergolong rendah [16].
  • Injeksi atau suntik Botox (botulinum toxin) dapat diberikan ketika metode pengobatan lain tidak begitu efektif. Tujuan pemberian obat ini adalah untuk membuat pita suara lumpuh sehingga serangan berikutnya dapat dicegah [15].
  • Latihan pernafasan juga diperlukan oleh pasien agar ketika laringospasme terjadi baik karena GERD, stres atau asma, pasien dapat merasa tetap tenang dan terhindar dari kepanikan yang akan memperburuk kondisi gejala [8,9].
  • Perubahan gaya hidup dapat dilakukan agar kondisi medis yang menyebabkan laringospasme dapat lebih terkendali dan serangan gejala dapat diminimalisir [5,10].

Pertolongan Pertama pada Laringospasme

Seseorang dapat memberikan pertolongan terhadap penderita laringospasme yang tengah mengalami gejala di tempat umum.

Pertolongan darurat atau pertolongan pertama yang bisa diberikan ketika seseorang mengalami tanda-tanda laringospasme antara lain adalah :

  • Pastikan bahwa penderita tidak tersedak ataupun tercekik.
  • Tenangkan penderita dan pastikan ia berada dalam kondisi rileks.
  • Pastikan pula apakah penderita dapat merespon perkataan dan pertanyaan dengan sekadar menganggukkan kepala.
  • Terus ajak bicara penderita bila mengetahui bahwa ia bukan penderita asma maupun tidak mengalami benda asing pada esofagus. Karena laringospasme tidak terjadi sampai semenit, ajak bicara agar penderita merasa lebih tenang.
  • Walau rata-rata gejala laringospasme hanya berdurasi maksimal 1 menit, selalu ada kemungkinan gejala dapat memburuk dan saat inilah bantuan medis diperlukan segera.
  • Bila tampak gejala lain seperti kulit yang menjadi lebih pucat, maka hal ini tak dapat diasumsikan sebagai kondisi laringospasme.
Tinjauan
Penanganan laringospasme umumnya diberikan menurut kondisi medis yang melandasinya. Namun, kondisi penderita yang tetap rileks saat serangan gejala terjadi akan sangat membantu sampai gejala mereda (umumnya gejala tidak sampai semenit).

Komplikasi Laringospasme

Walau tidak tampak bahaya, laringospasme pada kasus yang sudah sangat serius dapat menimbulkan risiko komplikasi yang sebenarnya juga mematikan.

Beberapa kondisi komplikasi yang perlu diketahui dan diwaspadai antara lain adalah [13,14] :

Pencegahan Laringospasme

Laringospasme cukup tergolong sulit untuk dicegah karena memprediksinya pun tidak mudah.

Hanya saja, dengan mengetahui apakah diri sendiri memiliki beberapa kondisi medis yang telah disebutkan, maka gejala berupa laringospasme dapat diminimalisir agar tidak terjadi.

Pada kasus gangguan pencernaan lambung, seperti GERD, menanganinya dengan tepat melalui perubahan pola hidup mampu mencegah kemungkinan terjadinya laringospasme [5,10].

Tinjauan
Mencegah laringospasme merupakan hal yang tidak memungkinkan dan cenderung sulit. Namun untuk meminimalisir kondisi ini, alangkah baiknya mengatasi kondisi medis yang terkait dengan laringospasme.

1. Mokhtar Talbi. A proposal for a new approach in the prevention of laryngospasm in children. Saudi Journal of Anaesthesia; 2015.
2. Xiaojing Qi, Zhoupeng Lai, Si Li, Xiaochen Liu, Zhongxing Wang, & Wulin Tan. The Efficacy of Lidocaine in Laryngospasm Prevention in Pediatric Surgery: a Network Meta-analysis. Scientific Reports; 2016.
3. Fanny Permata Andriani, Yessy Susanty Sabri & Fenty Anggrainy. Gambaran Karakteristik Tingkat Kontrol Penderita Asma Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Poli Paru RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Andalas; 2019.
4. Raphael J. Leo, M.D. & Ramesh Konakanchi, D.O. Psychogenic Respiratory Distress: A Case of Paradoxical Vocal Cord Dysfunction and Literature Review. The Primary Care Companion to the Journal of Clinical Psychiatry; 1999.
5. D R Maceri & S Zim. Laryngospasm: an atypical manifestation of severe gastroesophageal reflux disease (GERD). The Laryngoscope; 2001.
6. R Thurnheer, S Henz, & A Knoblauch. Sleep-related laryngospasm. The European Respiratory Journal; 1997.
7. Monica Masoero, Michela Bellocchia, Antonio Ciuffreda, Fabio LM Ricciardolo, Giovanni Rolla, & Caterina Bucca. Laryngeal Spasm Mimicking Asthma and Vitamin D Deficiency. Allergy, Asthma & Immunology Research; 2014.
8. Katherine R. Newsham, Bernice K. Klaben, Victor J. Miller, & Jan E. Saunders. Paradoxical Vocal-Cord Dysfunction: Management in Athletes. Journal of Athletic Training; 2002.
9. Karen S Sibert, Jennifer L Long, & Steven M Haddy. Extubation and the Risks of Coughing and Laryngospasm in the Era of Coronavirus Disease-19 (COVID-19). Cureus; 2020.
10. David E Clarke, MD, FCCP. No Laughing Matter. The Permanente Journal; 2015.
11. Giles N. Cattermole, Vincent Ndebwanimana, & Noah Polzin-Rosenberg. An unusual cause of recurrent laryngospasm: A case report. African Journal of Emergency Medicine; 2018.
12. Ryan B. Budde, Muhammad A. Arafat, Daniel J. Pederson, Thelma A. Lovick, John G. R. Jefferys, & Pedro P. Irazoqui. Acid reflux induced laryngospasm as a potential mechanism of sudden death in epilepsy. HHS Public Access; 2019.
13. Lourdes Al Ghofaily, Courtney Simmons, Linda Chen, & Renyu Liu. Negative Pressure Pulmonary Edema after Laryngospasm: A Revisit with a Case Report. HHS Public Access; 2014.
14. Gilles A. Orliaguet, M.D., Ph.D.; Olivier Gall, M.D., Ph.D.; Georges L. Savoldelli, M.D., M.Ed.; & Vincent Couloigner, M.D., Ph.D. Case Scenario: Perianesthetic Management of Laryngospasm in Children. Anesthesiology; 2012.
15. Stacy Rudnicki, MD, FAAN, April L. McVey, MD, Carlayne E. Jackson, MD, FAAN, Mazen M. Dimachkie, MD, & Richard J. Barohn, MD. Symptom Management and End of Life Care. HHS Public Access; 2016.
16. J Poelmans & J Tack. Extraoesophageal manifestations of gastro-oesophageal reflux. Gut; 2005.

Share