Daftar isi
Melanofobia merupakan salah satu jenis fobia di mana seseorang mengalami rasa takut berlebihan terhadap warna hitam [1,2].
Segala yang berhubungan dengan warna hitam, termasuk berada di dalam kegelapan adalah hal yang paling ditakuti dan dicemaskan oleh penderita melanofobia.
Penderita melanofobia memiliki kepercayaan bahwa warna hitam selalu berhubungan dengan kesedihan dan ratapan [1].
Tinjauan Melanofobia adalah kondisi fobia spesifik di mana seseorang memiliki ketakutan dan kebencian berlebih pada warna hitam.
Belum diketahui penyebab utama fobia spesifik, namun jenis-jenis fobia ini, termasuk melanofobia.
Namun, dibalik pengalaman seseorang dengan fobia spesifik selalu terdapat beberapa faktor yang memicunya seperti berikut ini :
Melanofobia adalah jenis fobia spesifik yang dapat berkaitan dengan faktor genetik [1,2,3,4].
Seseorang yang memiliki orang tua, nenek, ataupun kakek dengan kondisi melanofobia maka meningkatkan risiko dirinya mengalami fobia yang sama.
Anggota keluarga dengan kondisi melanofobia berpeluang menurunkan fobia ini kepada anak hingga cucunya kelak.
Pada beberapa penderita melanofobia, kebencian dan ketakutan terhadap warna hitam secara berlebihan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan orang tua sebagai pembenci warna tersebut [1,2,3,4,5].
Orang tua yang tidak menyukai warna hitam atau orang-orang di sekitar juga dapat memberikan pengaruh seperti ini kepada seseorang.
Faktor budaya juga dapat meningkatkan risiko seseorang tidak menyukai dan cenderung menghindari warna hitam.
Warna hitam di beberapa budaya dianggap sebagai warna yang mewakili kejahatan dan hal-hal buruk.
Berbagai cerita rakyat serta legenda mengenai keburukan warna hitam mampu menjadi faktor yang membuat beberapa orang enggan berhubungan dengan warna ini [1].
Seseorang dengan pengalaman buruk dan traumatis di mana hal ini berkaitan dengan warna hitam mampu menimbulkan perasaan tak nyaman dan takut berlebih terhadap warna hitam [1,2,3,4,5].
Saat seseorang memiliki pengalaman tak mengenakkan berkaitan dengan kegelapan, benda atau hal lain berwarna hitam, ketakutan berlebih akan muncul ketika dihadapkan dengan warna hitam.
Tinjauan Penyebab melanofobia belum diketahui jelas, namun beberapa faktor mampu meningkatkan risiko fobia ini, yaitu faktor genetik, faktor pengalaman traumatis, faktor budaya, dan faktor lingkungan (termasuk pengaruh didikan orang tua).
Penderita melanofobia cenderung menghindari segala hal berwarna hitam dan hal tersebut menjadi tanda utama yang paling nampak.
Penghindaran juga berlaku bahkan hanya terhadap pakaian berwarna hitam atau kendaraan berwarna hitam.
Selain hal tersebut, di bawah ini adalah beberapa gejala melanofobia yang perlu diketahui [1,2] :
Tinjauan Menghindari warna hitam dan tempat gelap, kecemasan berlebih, gugup berlebih, halusinasi, takut bepergian di malam hari, berteriak dan menangis di tengah kegelapan, hiperventilasi, serangan panik, dan kehilangan kendali atas diri sendiri saat menjumpai warna hitam adalah gejala-gejala utama melanofobia.
Pemeriksaan atau evaluasi psikologis adalah metode utama yang akan digunakan dalam mendeteksi serta mengonfirmasi melanofobia pada diri pasien [4,5].
Terdapat kriteria diagnostik DSM-5 yang digunakan sebagai panduan dalam mengidentifikasi gejala fobia spesifik, termasuk melanofobia [6].
Penderita melanofobia dan fobia spesifik lainnya biasanya tidak mencari penanganan karena malu dengan kondisinya atau merasa bahwa hal tersebut bukan kondisi yang serius.
Beberapa orang menangani melanofobia dengan menghindari segala hal yang berwarna hitam serta tempat-tempat gelap.
Meski demikian, penghindaran terhadap sumber rasa takut dan benci tidak selamanya dapat menolong penderita melanofobia.
Penghindaran saja pada beberapa kasus tidaklah cukup karena pengendalian diri yang sulit terhadap pengaruh warna hitam itu sendiri.
Ketika penderita melanofobia mengalami kesulitan dalam mengendalikan rasa takut, panik dan bencinya terhadap warna hitam, penanganan secara psikologis sangat diperlukan.
Penderita melanofobia biasanya menyadari ketakutannya dan juga faktor yang membuatnya takut.
Penanganan mandiri yang biasanya dipilih oleh penderita melanofobia adalah menghindari warna hitam serta segala situasi penyebab fobianya muncul.
Namun selain itu, penderita melanofobia juga dapat menjaga pola hidupnya tetap baik, sehat dan seimbang [1].
Selain itu, beberapa perawatan mandiri di bawah ini juga perlu diterapkan, seperti jenis olahraga dan terapi relaksasi tertentu untuk pengelolaan stres serta rasa cemas.
Latihan Yoga tidak hanya bermanfaat dalam meningkatkan fleksibilitas tubuh penderita, tapi juga baik untuk kondisi mental dan emosional [2,7].
Yoga adalah jenis latihan fisik yang juga mampu melatih konsentrasi serta pikiran agar hanya berfokus pada apa yang penting-penting saja.
Meditasi pun serupa dengan latihan Yoga di mana fungsinya adalah sebagai penyeimbang kesehatan emosional, fisik dan mental.
Meditasi akan membantu penderita melanofobia dalam mengurangi rasa cemas dan stres yang dialami.
Melalui meditasi, penderita fobia spesifik juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam kehidupan sehari-harinya.
Berolahraga ringan secara rutin setidaknya seminggu 3 kali sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mental [1,2,8].
Aktivitas fisik mampu meredakan gejala fobia, termasuk gangguan kecemasan dan serangan panik.
Jenis olahraga yang bisa dilakukan tidak harus selalu yang berat, memilih melakukan renang, jogging, lari atau sekedar jalan kaki 30-45 menit sehari dapat membantu melepaskan hormon bahagia (endorfin).
Kafein mampu menyebabkan peningkatan rasa cemas, terutama bila asupannya berlebihan.
Konsumsi kafein terlalu sering dan berlebihan dapat menimbulkan gejala-gejala berupa ketegangan dan jantung yang berdebar lebih kencang [2,9].
Oleh karena itu, pembatasan asupan kafein mampu mengurangi rasa tegang dan cemas, terutama pada penderita gangguan kecemasan dan fobia.
Minuman-minuman dengan kandungan kafein tinggi (teh, kopi dan minuman berenergi) perlu dihindari lebih dulu.
Selain itu, coklat hitam juga termasuk dalam daftar makanan berkafein yang perlu dibatasi.
Fobia spesifik berkaitan dengan gangguan kecemasan dan gangguan panik, oleh sebab itu pemberian resep obat-obatan psikiatrik kemungkinan tetap diperlukan oleh penderita melanofobia.
Antidepresan bukan hanya jenis obat yang mampu mengatasi kondisi penderita depresi, melainkan juga kondisi serangan panik.
Lexapro, Zoloft dan Paxil adalah contoh obat antidepresan yang umumnya direkomendasikan atau diresepkan oleh dokter [1,2].
Namun pada kondisi melanofobia yang belum tergolong parah, obat-obatan ini tidak sebaiknya digunakan, apalagi tanpa resep dokter.
Penggunaan antidepresan juga bukan untuk setiap hari bila tingkat kecemasan dan kepanikan tidak separah itu.
Konsultasikan secara rinci mengenai penggunaan melanofobia, baik dosis maupun efek sampingnya.
Ini karena antidepresan dapat memicu berbagai macam kondisi efek samping, seperti mual, muntah, ngantuk, kelelahan, penglihatan buram, mulut kering, dan insomnia [1].
Melanofobia dapat menyebabkan serangan panik dan ketika hal ini terjadi, maka obat-obatan anticemas seperti klonopin, valium dan xanax sangat dibutuhkan oleh penderita [1,2].
Hanya saja, seperti halnya antidepresan obat anticemas tidak untuk penggunaan sehari-hari bila gejala fobia tak terlalu serius.
Selalu konsultasikan dengan dokter mengenai dosis penggunaan berikut efek sampingnya agar dapat lebih waspada.
Psikoterapi sangat dibutuhkan oleh para penderita fobia spesifik, tak terkecuali penderita melanofobia.
Terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur adalah dua metode yang umumnya perlu ditempuh penderita melanofobia.
Penderita melanfobia yang mengalami kecemasan perlu menempuh terapi perilaku kognitif untuk memahami alasan ketakutan dan perilaku terkait obyek tertentu [1,2,5].
Terapis profesional akan membantu meredakan gejala-gejala fobia spesifik melalui analisa terhadap ketakutan mereka.
Selain mengatasi rasa takut berlebih terhadap warna hitam dengan memahami ketakutan itu sendiri, penderita juga akan dibantu untuk mempelajari kemampuan-kemampuan tertentu.
Dengan bantuan terapis, kecemasan yang berkaitan dengan rasa takut hingga benci terhadap suatu hal akan berkurang.
Terapi eksposur adalah salah satu metode psikoterapi yang umumnya digunakan untuk kasus fobia [1,2,3,4,5].
Pasien melanofobia dalam hal ini akan dibantu oleh terapis profesional dengan cara mengeksposnya pada faktor yang membuatnya takut.
Cara ini diyakini mampu mengurangi gejala fobia karena semakin penderita lebih sering membayangkan, membicarakan dan melihat hal yang ditakuti, maka mereka akan semakin terbiasa.
Hanya saja, terapi ini tidak seharusnya dilakukan secara berlebihan dan harus dalam porsinya agar kondisi fobia pasien tidak semakin parah.
Eksposur yang berlebihan hanya akan memperparah kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien terhadap warna hitam; oleh sebab itu, terapi ini perlu disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala pasien.
Tinjauan Penanganan mandiri melalui perubahan gaya hidup, konsumsi obat-obatan anticemas atau antidepresan resep dokter, serta psikoterapi adalah penanganan melanofobia yang paling tepat.
Melanofobia sebagai salah satu jenis fobia spesifik dapat mengakibatkan sejumlah komplikasi berbahaya pada penderitanya bila gejala dibiarkan memburuk tanpa penanganan yang tepat.
Fobia spesifik yang berkelanjutan menandakan bahwa penderita harus terus mengalami stres yang juga berkepanjangan.
Isolasi diri dengan niat menghindari warna hitam juga dapat terjadi yang pada akhirnya berakibat pada kelangsungan hidup yang terhambat [10].
Hal ini dapat mengakibatkan penderita melakukan penyalahgunaan alkohol serta obat terlarang, bahkan beberapa penderita fobia spesifik juga dapat memiliki keinginan bunuh diri [11,12].
Tak sekedar keinginan bunuh diri, pada beberapa kasus fobia spesifik yang parah, penderita berpotensi benar-benar mengakhiri hidupnya.
Tinjauan Stres berkepanjangan, isolasi diri, terhambatnya aktivitas sehari-hari, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang hingga keinginan serta aksi bunuh diri adalah risiko komplikasi fobia spesifik, termasuk pada kasus melanofobia yang perlu diwaspadai.
Menghindari warna hitam dan tempat-tempat gelap sama sekali bukan langkah pencegahan.
Penghindaran hanya akan memicu gejala melanofobia bisa lebih parah dari sebelumnya.
Tidak terdapat cara khusus dan pasti dalam mencegah fobia spesifik seperti melanofobia.
Namun untuk menghindari perburukan gejala, deteksi dan penanganan dini sangat diperlukan oleh penderita.
Deteksi dan penanganan dini bertujuan utama untuk mengurangi gejala sekaligus menurunkan risiko komplikasi yang mengancam jiwa.
Tinjauan Penanganan dini gejala melanofobia dapat mencegah berbagai komplikasi yang nantinya berbahaya bagi kelangsungan hidup penderitanya.
1. Emmanuella Ekokotu. Melanophobia – The Fear of the Color Black. Know Your Phobia; 2020.
2. Psych Times Staff. Melanophobia (Fear of the Color Black). Psych Times; 2020.
3. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
4. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2018.
5. Chandan K. Samra & Sara Abdijadid. Specific Phobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. Anonim. Specific Phobias. Perelman School of Medicine at the University of Pennsylvania; 2020.
7. Josefien J. F. Breedvelt, Yagmur Amanvermez, Mathias Harrer, Eirini Karyotaki, Simon Gilbody, Claudi L. H. Bockting, Pim Cuijpers, & David D. Eber. The Effects of Meditation, Yoga, and Mindfulness on Depression, Anxiety, and Stress in Tertiary Education Students: A Meta-Analysis. Frontiers in Psychology; 2019.
8. Elizabeth Aylett, Nicola Small, & Peter Bower. Exercise in the treatment of clinical anxiety in general practice – a systematic review and meta-analysis. BioMed Central Health Services Research; 2018.
9. Gareth Richards & Andrew Smith. Caffeine consumption and self-assessed stress, anxiety, and depression in secondary school children. Journal of Psychopharmacology; 2015.
10. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Specific phobias. NCH Baker Hospital Downtown; 2016.
11. Joshua P. Smith, PhD & Sarah W. Book, MD. Anxiety and Substance Use Disorders: A Review. HHS Public Access; 2010.
12. Josh Nepon, MD, Shay-Lee Belik, Msc, James Bolton, MD FRCPC, & Jitender Sareen, MD FRCPC. The Relationship Between Anxiety Disorders and Suicide Attempts: Findings from the National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions. HHS Public Access; 2011.