Menangis adalah salah satu cara terbaik dalam meluapkan emosi, baik itu kesedihan maupun kebahagiaan dan keterharuan [1].
Namun, tak jarang menangis terjadi pada orang-orang yang bahkan sedang dalam kondisi tidur [2].
Sedikit aneh atau tidak wajar, namun menangis dalam tidur dapat dialami oleh siapa saja [2].
Mulai dari bayi, anak-anak, orang dewasa, hingga lansia berpotensi mengalami kondisi ini [2].
Jadi saat terbangun, seseorang akan mendapati mata telah basah oleh air mata tanpa disadarinya [2].
Jika pernah mengalaminya sendiri atau mengetahui hal ini pernah terjadi pada orang di sekitar, berikut adalah sejumlah kemungkinan penyebab menangis dalam tidur.
Daftar isi
Menangis dalam tidur pada beberapa kasus yang cukup jarang bisa dikarenakan kondisi medis tertentu [2,3].
Kondisi fisik seperti konjungtivitis, sumbatan pada saluran air mata, hingga alergi bisa menimbulkan keluarnya air mata tanpa bisa dikendalikan [2,3].
Hal ini kemudian menjadikan seseorang tampak menangis dalam tidur yang sebenarnya tidak berkaitan dengan kondisi mental maupun emosionalnya [2].
Ketika diketahui adanya kondisi medis tertentu, akan lebih mudah dalam menangani sesuai kondisi yang dialami tersebut sehingga risiko menangis dalam tidur tidak lagi terulang.
Perubahan dalam hal pengobatan dapat menjadi alasan mengapa seseorang menangis dalam tidurnya [2].
Baik perubahan dosis, berhenti dalam pengobatan tertentu, atau konsumsi obat baru bisa berdampak pada masalah tidur yang kerap tidak disadari penderitanya [2].
Terdapat obat-obatan yang bisa memengaruhi sistem saraf pusat sehingga mengganggu tidur [2,4].
Beberapa golongan obat berisiko membuat pengonsumsinya mengalami insomnia, seperti antikonvulsan/antikejang atau antidepresan [4].
Mimpi buruk atau nightmares bisa menjadi salah satu penyebab menangis dalam tidur, terutama lebih sering terjadi pada anak-anak [2,5,6].
Menangis dalam tidur karena mimpi buruk dapat disertai juga dengan tubuh gemetar, rasa takut seperti tengah dihantui sesuatu, dan ketidaknyamanan lainnya [2,5,6] .
Rasa takut yang begitu intens dapat membuat seseorang menangis dalam tidurnya hingga akhirnya terbangun dengan sendirinya [2].
Namun untuk kasus mimpi buruk, tidak ada cara yang dapat mencegahnya agar tidak dialami baik oleh anak-anak maupun orang dewasa [6].
Belum diketahui jelas pula apa yang menyebabkan orang dapat mengalami mimpi buruk berkali-kali, namun faktor stres dan kesulitan memroses emosi diri sendiri bisa menjadi alasannya [2,7].
Jika perlu, datangi psikiater atau psikolog untuk melakukan konseling terkait hal ini.
Pada bayi, menangis dalam tidur dapat disebabkan oleh faktor transisi tahap tidur di mana REM (rapid eye movement) menjadi salah satu tahapnya [8].
REM merujuk pada tidur ringan dan para bayi dapat menangis dalam tidur mereka karena tidak terbiasa dengan perubahan dari tidur yang dalam (deep sleep) ke tidur yang ringan (light sleep) [8].
Bagi para orang tua yang baru pertama memiliki anak, tidak perlu khawatir saat mereka menangis dalam tidur dan terbangun, sebab mereka akan kembali tidur dan terlelap dengan sendirinya [8].
Namun bila kondisi bayi terlalu sering menangis dalam tidur atau menangis saat terbangun, orang tua sekiranya perlu berkonsultasi dengan dokter anak agar segera mengatasinya.
Anak-anak lebih sering mengalami night terror daripada para orang dewasa, meski tidak menutup kemungkinan orang dewasa juga bisa mengalaminya [9].
Anak usia antara 3-7 tahun memiliki risiko night terror lebih sering, baik anak perempuan maupun anak laki-laki [9].
Night terror adalah jenis gangguan tidur yang menyebabkan seseorang menangis dalam tidur disertai dengan merasa ketakutan, bernapas lebih cepat, berteriak, berhalusinasi, hingga berkeringat [9].
Pada beberapa orang, night terror bisa menyebabkan tidur berjalan; namun seiring bertambahnya usia anak night terror akan berkurang, khususnya bila sudah mencapai usia 10 tahun [9].
Stres dan kecemasan dapat terjadi pada siapa saja, entah dikarenakan masalah keluarga, pekerjaan, sekolah, keuangan, kesehatan, maupun pernikahan [2,7].
Tekanan berlebih yang dirasakan oleh seseorang sangat berpotensi membuat orang tersebut merasa kewalahan [2,7].
Hal ini kemudian dapat memicu salah satunya kondisi menangis dalam tidur secara tiba-tiba [2,7].
Otak yang bekerja keras mengendalikan maupun mengatasi tekanan tersebut kemudian berdampak pada tangisan saat tidur [2,7].
Gangguan suasana hati seperti depresi berkaitan erat dengan perasaan putus asa dan sedih yang berkepanjangan [10].
Seseorang dengan kondisi depresi pun tidak lagi tertarik dengan aktivitas-aktivitas yang ia anggap menyenangkan sebelumnya [10].
75% penderita depresi tidak hanya mengalami kesulitan tidur, tapi juga dapat menangis dalam tidur tanpa sebab yang jelas [11].
Kesedihan yang tertahan berisiko menyebabkan seseorang mudah menangis dalam tidurnya [12].
Trauma kehilangan seseorang yang dikasihi atau riwayat dan pengalaman traumatis yang tidak menyenangkan dapat menjadi alasannya [12].
Sebagian orang tidak mudah mengekspresikan dirinya dengan baik, maka menangis dalam tidur di malam hari menjadi salah satu bentuk kesedihan yang keluar karena tertahan [12].
Menangis dalam tidur adalah salah satu gejala yang dialami penderita demensia walau tidak semua penderitanya akan mengalami hal ini [2,13].
Tidak hanya sulit tidur, pengidap demensia dapat menangis di malam hari bahkan karena mereka tidak bisa tidur [13,14].
Selain menangis, orang-orang dengan demensia dapat berteriak dan berbicara sendiri saat mereka kesulitan tidur [13].
Demikian penyebab-penyebab menangis dalam tidur yang perlu diwaspadai; apabila frekuensi semakin sering, periksakan diri ke dokter, psikiater atau psikolog untuk memperoleh solusi tepat.
1. Anna Freud. Crying. Anna Freud; 2023.
2. Katharine Chan, MSc, BSc, PMP & Daniel B. Block, MD. Why Do I Cry in My Sleep?. Verywell Mind; 2022.
3. National Health Service. Watering eyes. National Health Service; 2021.
4. Renato Gonçalves & Sonia Maria Guimarães Togeiro. Drug-induced sleepiness and insomnia: an update. Sleep Science; 2013.
5. Stephanie Rek, Bryony Sheaves, & Daniel Freeman. Nightmares in the general population: identifying potential causal factors. Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology; 2017.
6. Harvard Medical School. Nightmares and the Brain. Harvard Medical School; 2015.
7. Daniela Tempesta, Valentina Socci, Luigi De Gennaro & Michele Ferrara. Sleep and emotional processing. Sleep Medicine Reviews; 2018.
8. NCT. Why does my baby cry in their sleep?. NCT; 2023.
9. Ngoc L. Van Horn & Megan Street. Night Terrors. National Center for Biotechnology Information; 2023.
10. David Nutt, DM, FRCP, FRCPsych, FMedSci, Sue Wilson, PhD, & Louise Paterson, PhD. Sleep disorders as core symptoms of depression. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2008.
11. Hopkins Medicine. Depression and Sleep: Understanding the Connection. Hopkins Medicine; 2023.
12. Danielle Pacheco. Grief and Its Effect on Sleep. Sleep Foundation; 2022.
13. Jeremy Rodriguez. Crying in Sleep: Older Adults, Seniors, and the Elderly. GRIZWORLD; 2018.
14. Séverine Sabia, Aurore Fayosse, Julien Dumurgier, Vincent T. van Hees, Claire Paquet, Andrew Sommerlad, Mika Kivimäki, Aline Dugravot & Archana Singh-Manoux. Association of sleep duration in middle and old age with incidence of dementia. Nature Communications; 2021.