Penyakit & Kelainan

Porfiria : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Porfiria?

Porfiria ( img : Research Gate )

Porfiria merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami sekelompok kelainan genetik di mana kelainan ini hasil bentukan dari ketidaksempurnaan heme [2,3,5,6].

Heme sendiri merupakan salah satu bagian vital dalam tubuh karena tergolong protein di dalam sel darah merah dan berperan sebagai pembawa oksigen dari paru menuju seluruh organ tubuh atau yang dikenal dengan istilah hemoglobin.

Ada banyak enzim yang terlibat dalam proses kimia pembentukan heme, dan ketika kekurangan satu saja enzim untuk proses ini maka pembentukan heme menjadi tidak sempurna.

Karena ketidaksempurnaan heme, senyawa kimia yang dikenal dengan istilah porfirin akan menumpuk karena terhasilkan secara berlebih lalu menyebabkan terjadinya porfiria.

Tinjauan
Porfiria merupakan kondisi langka ketika zat porfirin meningkat dan menumpuk di dalam tubuh karena ketidaksempurnaan heme dan ketiadaan enzim yang membentuk heme.

Fakta Tentang Porfiria

  1. Seluruh kelompok ras dan etnis di seluruh dunia memiliki risiko sama besar dalam menderita porfiria akut [1].
  2. Jumlah kasus porfiria campuran (variegate porphyria) lebih tinggi pada populasi di Afrika Selatan, sementara itu, kasus porfiria intermiten akut lebih berjumlah lebih tinggi pada populasi Skandinavia utara [1].
  3. Prevalensi porfiria intermiten akut adalah 5-10 per 100.000 dengan risiko yang lebih tinggi pada wanita [1].
  4. Porfiria adalah istilah kata yang berasal dari bahasa Yunani “porphyra” yang memiliki makna ungu; ketika pembentukan heme terganggu dan porfirin terproduksi berlebih hingga menumpuk, hal ini akan menyebabkan urine keluar dengan warna merah keunguan [2].
  5. Sementara itu, informasi prevalensi porfiria di Indonesia belum tersedia secara jelas.

Jenis Porfiria Menurut Penyebabnya

Produksi dan pembentukan heme yang bermasalah pada akhirnya menyebabkan terjadinya porfiria.

Heme sendiri adalah bagian dari hemoglobin yang dihasilkan di organ hati dan sumsum tulang.

Salah satu enzim pendukung terbentuknya heme maka produksi heme tidak menjadi sempurna.

Hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor didapat (acquired) [4,5].

Faktor Genetik/Herediter

Rata-rata kasus porfiria adalah diturunkan atau diwariskan, yang artinya penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor genetik.

Seseorang dapat mengalami porfiria apabila :

  • Di dalam tubuhnya terdapat gen cacat yang didapat dari kedua orang tua (pola resesif autosomal).
  • Di dalam tubuhnya terdapat satu gen cacat yang didapat dari salah satu orang tua (pola dominan autosomal).

Namun, tidak semua orang yang mewarisi satu atau dua gen cacat di dalam tubuhnya dari salah satu atau kedua orang tua kemudian akan mengalami gejala porfiria.

Seseorang dapat menjadi porfiria laten atau pembawa gen saja tanpa harus mengalami keluhan gejala apapun.

Faktor Didapat (Acquired)

Selain faktor genetik, porfiria adalah suatu kondisi yang juga bisa didapat oleh seseorang dari faktor lingkungan, seperti halnya kondisi porfiria cutanea tarda.

Gejala yang timbul dapat dipicu oleh faktor lingkungan di mana permintaan tubuh akan produksi heme mengalami peningkatan yang berpengaruh pada enzim yang kurang.

Bila salah satu enzim khusus yang mendukung pembentukan heme kurang namun permintaan produksi heme meningkat, maka hal ini akan memicu penumpukan porfirin sebagai akibatnya.

Tinjauan
Menurut penyebabnya, terdapat dua jenis kondisi porfiria, yaitu porfiria herediter/genetik/keturunan dan porfiria didapat (acquired) di mana terdapat faktor lingkungan yang mampu memicu gejalanya.

Faktor Risiko Porfiria

Pada kasus porfiria yang didapat, beberapa faktor mampu memicu timbulnya gejala.

Berikut ini adalah beberapa hal yang berpengaruh pada produksi enzim pendukung pembentukan heme di dalam tubuh [1,2,3,4,6] :

  • Aktivitas merokok.
  • Berpuasa
  • Diet ekstrem.
  • Obat hormon.
  • Paparan terhadap sinar matahari.
  • Hormon menstruasi.
  • Penggunaan alkohol berlebihan.
  • Stres emosional.
  • Stres secara fisik, seperti mengidap suatu penyakit serius.
  • Penggunaan narkotika.

Gejala Porfiria Menurut Tingkat Keparahannya

Pada beberapa orang yang sebenarnya membawa gen cacat penyebab porfiria, mereka tidak mengalami gejala sama sekali.

Namun pada penderita porfiria lainnya, terdapat dua jenis kondisi gejala menurut tingkat keparahan dan jenis porfiria yang dialami.

Porfiria Akut

Pada kasus porfiria akut, sistem saraf adalah bagian yang terserang di mana hal ini mampu menimbulkan gejala yang sangat parah bahkan secara tiba-tiba [1,7].

Beberapa kondisi berikut ini adalah bentuk gejala porfiria akut yang dapat bertahan selama beberapa minggu dan bahkan berpotensi memburuk seiring waktu usai penderita mengalami serangan awal.

  • Otot terasa nyeri dan kaku.
  • Otot terasa lemah dan mengalami kelumpuhan.
  • Otot mengalami kesemutan.
  • Pernafasan terganggu.
  • Saat buang air kecil, urine yang keluar berwarna coklat atau merah keunguan.
  • Mual yang dapat disertai muntah.
  • Dada, tungkai, dan punggung dapat merasa nyeri.
  • Mudah bingung, cemas dan takut.
  • Mengalami halusinasi.
  • Tubuh kejang.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Konstipasi/sembelit/susah buang air besar.
  • Diare
  • Aritmia (ketidakteraturan ritme jantung)

Porfiria Kulit

Karena paparan sinar matahari dan sensitivitas kulit yang lebih tinggi dari biasanya, maka gejala dapat terjadi pada kulit walau sistem saraf tidak terpengaruh [4,7].

Di bawah ini adalah sejumlah keluhan gejala yang dialami pada kulit.

  • Kulit gatal.
  • Timbul sensasi panas terbakar di kulit, terutama usai terkena paparan sinar matahari.
  • Kulit membengkak.
  • Kulit kemerahan.
  • Kulit menjadi lebih rapuh.
  • Kulit ditumbuhi rambut, khususnya di area yang terkena pengaruh porfiria.
  • Kulit wajah dan tangan mengalami lepuhan.

Porfiria Campuran

Selain dari porfiria akut dan porfiria kulit, terdapat jenis porfiria campuran di mana gejala yang terjadi adalah kombinasi dari porfiria akut dan porfiria kulit [7].

Pada kondisi ini, penderita akan mengalami gangguan pada mentalnya disertai masalah pada sistem saraf serta kulit.

Hereditary coproporphyria dan variegate porphyria adalah dua kondisi yang tergolong porfiria campuran.

Tinjauan
- Gejala porfiria terdiri dari dua kondisi utama, yaitu porfiria akut dan porfiria kulit. Namun bila gejala kombinasi antara porfiria akut dan porfiria kulit timbul, hal ini disebut dengan kondisi porfiria campuran.
- Otot nyeri, warna urine merah keunguan, kulit gatal, bengkak dan merah, kejang, halusinasi, hingga hipertensi dapat terjadi sebagai gejala porfiria.

Pemeriksaan Porfiria

Gejala yang ditimbulkan porfiria pada dasarnya memiliki kemiripan dengan sejumlah penyakit lain yang lebih umum sehingga hal ini membuat dokter cukup sulit untuk mendiagnosanya.

Terlebih lagi, porfiria merupakan kelainan genetik yang juga langka sehingga proses diagnosa tidaklah mudah.

Untuk memastikan apakah gejala-gejala yang dialami pasien mengarah pada kondisi porfiria, maka beberapa metode pemeriksaan berikut umumnya perlu ditempuh oleh pasien.

  • Pemeriksaan Fisik [1]

Pemeriksaan fisik menjadi metode awal dokter dalam mengecek kondisi kesehatan pasien.

Dokter akan melihat adanya perubahan warna dan kondisi kulit serta gejala fisik lainnya yang cukup terlihat.

Sebagai pemeriksaan lanjutan, ada kemungkinan dokter juga langsung merekomendasikan tes darah pada pasien.

Tes darah diperlukan untuk mengetahui apakah pasien memiliki kondisi medis lain selain porfiria.

Seperti halnya tes darah, tes urine dan feses kemungkinan juga dianjurkan oleh dokter agar pasien menempuhnya.

Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah terdapat kondisi medis lain yang di dalam tubuh pasien serta mengeliminasi kemungkinan gangguan atau kelainan lain selain porfiria.

  • Tes dan Konseling Genetik [1,4]

Untuk menegakkan diagnosa dan meningkatkan akurasinya, dokter juga berpotensi meminta pasien melakukan tes atau konseling genetik.

Dokter perlu mengetahui riwayat medis pasien serta keluarga pasien supaya adanya gen cacat penyebab porfiria dapat terdeteksi.

Tinjauan
Selain pemeriksaan fisik, dokter dapat mengonfirmasi penyakit porfiria melalui tes darah, tes urine, tes feses/tinja, serta tes genetik.

Pengobatan Porfiria

Penanganan porfiria disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan kondisi.

Berikut ini adalah bentuk perawatan yang mampu mengatasi porfiria dengan meredakan gejala yang terjadi.

Pengobatan Porfiria Akut

Pada kasus porfiria akut, maka beberapa langkah di bawah ini adalah upaya penanganan yang biasanya diberikan oleh dokter untuk mengatasi gejala sekaligus meminimalisir risiko komplikasi.

  • Pemberian Glukosa : Pemberian gula atau glukosa melalui suntikan adalah salah satu penanganan porfiria yang dokter akan lakukan agar kebutuhan tubuh pasien akan karbohidrat tetap terpenuhi dengan baik [1,3].
  • Suntik Hemin : Hemin atau jenis obat yang menyerupai heme ini diberikan dengan cara disuntikkan. Pemberian obat ini diharapkan mampu membatasi produksi porfirin di dalam tubuh pasien [1,3,8].
  • Rawat Inap : Pasien perlu dirawat inap di rumah sakit ketika mengalami muntah-muntah, nyeri parah, masalah pernafasan, hingga dehidrasi [9].

Pengobatan Porfiria Kulit

Pada jenis porfiria kulit, kondisi ini dapat diatasi dengan sejumlah cara, seperti :

  • Menghindari paparan sinar matahari [3,4,6].
  • Flebotomi atau pengambilan darah secara berkala untuk mengurangi kelebihan zat besi di dalam tubuh pasien dengan tujuan agar porfirin dapat dikurangi [3,6].
  • Menggunakan suplemen diet vitamin D yang mampu mengatasi defisiensi vitamin D karena pasien menghindari sinar matahari [6,10].
  • Antimalaria; penggunaan obat chloroquine dan/atau hydroxychloroquine berguna sebagai penyerap porfirin berlebih di dalam tubuh penderita. Obat-obat ini juga diberikan dengan tujuan agar kelebihan porfirin dapat dibuang dari dalam tubuh [3,4,6].

Tips Menghindari Faktor Pemicu

Untuk mencegah gejala menjadi lebih buruk sekaligus membantu agar keluhan gejala dapat mereda, berikut adalah sejumlah cara menghindari faktor pemicunya [4,6].

  • Tidak merokok.
  • Tidak berpuasa atau berdiet terlalu ekstrem.
  • Tidak mengurangi asupan kalori secara berlebihan.
  • Tidak menggunakan narkotika serta alkohol.
  • Mengelola stres emosional secara positif.
  • Mengatasi atau mengobati penyakit tertentu, terutama yang berhubungan dengan infeksi.
  • Menghindari paparan sinar matahari dengan melindungi kulit secara ekstra.
  • Mengonsumsi suplemen penambah atau pengganti hormon saat hendak menstruasi.
  • Berkonsultasi lebih dulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat tertentu karena beberapa jenis obat dapat menjadi pemicu timbulnya gejala porfiria akut.
Tinjauan
- Pengobatan porfiria disesuaikan dengan jenis kondisi dan tingkat keparahannya.
- Porfiria akut diatasi dengan pemberian suntikan hemin, pemberian gula atau glukosa serta rawat inap di rumah sakit.
- Sementara untuk porfiria kulit, flebotomi, menghindari paparan matahari, suplemen vitamin D, serta pemberian obat antimalaria adalah perawatan yang umumnya diberikan dokter.

Komplikasi Porfiria

Porfiria akut dapat mengancam jiwa penderitanya, terutama bila penanganan tidak segera didapat saat serangan pertama sudah terjadi.

Ketika porfiria akut terjadi, penderita akan mengalami kejang, masalah pernafasan, dehidrasi, hingga hipertensi [1,3,4,6].

Jika tidak mendapat penanganan yang tepat dan cepat, nyeri kronik, kerusakan hati, hingga gagal ginjal kronik dapat terjadi sebagai komplikasinya.

Sementara pada kasus porfiria kulit, penderita dapat mengalami kerusakan kulit permanen sebagai risiko komplikasi paling umum dan tinggi [4].

Walau kondisi gejala dapat sembuh dan pulih, penampilan kulit tetap nampak berbeda dari sebelumnya karena terdapat bekas luka, lebih rapuh, dan berubah warna.

Tinjauan
Risiko komplikasi porfiria antara lain adalah dehidrasi, hipertensi, kerusakan hati, nyeri kronik, gagal ginjal kronik, tubuh kejang, gangguan pernafasan, hingga kerusakan kulit jangka panjang.

Pencegahan Porfiria

Bentuk pencegahan porfiria yang paling dianjurkan adalah menghindari faktor-faktor pemicu timbulnya gejala [4,6].

Para pasangan suami istri dengan riwayat keluarga yang memiliki kondisi porfiria sebaiknya melakukan tes genetik dan berkonsultasi sebelum merencanakan kehamilan [1,4].

Karena porfiria rata-rata terjadi karena faktor genetik atau keturunan, maka konseling genetik kiranya dapat membantu meminimalisir atau mengatasi risiko porfiria pada calon anak.

Tinjauan
Menghindari faktor pemicu gejala adalah upaya pencegahan porfiria paling dianjurkan. Para calon orang tua yang berencana memiliki anak pun disarankan untuk melakukan tes genetik lebih dulu.

1. Verena Gounden & Ishwarlal Jialal. Acute Porphyria. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
2. National Center for Biotechnology Information (US). Porphyria. Bethesda (MD): National Center for Biotechnology Information (US); 1998.
3. Manisha Balwani & Robert J. Desnick. The porphyrias: advances in diagnosis and treatment. Blood; 2012.
4. Robert Dawe. An overview of the cutaneous porphyrias. F1000 Research; 2017.
5. D J Cripps. Porphyria: genetic and acquired. IARC Scientific Publications; 1986.
6. Vaithamanithi-Mudumbai Sadagopa Ramanujam, M.Sc., Ph.D & Karl Elmo Anderson, M.D. Porphyria Diagnostics – Part 1: A brief overview of the porphyrias. HHS Public Access; 2015.
7. Helen Thadani, Allan Deacon, & Timothy Peters. Diagnosis and management of porphyria. British Medical Journal; 2000.
8. Karl E Anderson & Stephen Collins. Open-label study of hemin for acute porphyria: clinical practice implications. The American Journal of Medicine; 2006.
9. Amy Simon, Farrah Pompilus, William Querbes, Alex Wei, Sara Strzok, Craig Penz, Desiree Lyon Howe, Jessica R. Hungate, Jae B. Kim, Sonalee Agarwal, & Patrick Marquis. Patient Perspective on Acute Intermittent Porphyria with Frequent Attacks: A Disease with Intermittent and Chronic Manifestations. The Patient; 2018.
10. Elena Di Pierro & Francesca Granata. Nutrients and Porphyria: An Intriguing Crosstalk. International Journal of Molecular Sciences; 2020.

Share