Penyakit & Kelainan

Pterigium : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Pterigium adalah pertumbuhan dari konjungtiva atau membran mukus yang melapisi sklera atau bagian putih dari mata Anda. Pertumbuhan ini jinak dan bukan merupakan sel kanker, tidak menyebabkan masalah atau

Apa Itu Pterigium?

Pterigium yang juga disebut dengan istilah surfer’s eye merupakan salah satu jenis penyakit mata di mana selaput bagian putih bola mata tumbuh sampai ke kornea [1,2,3,4,5,6,8].

Salah satu atau kedua mata dapat mengalami kondisi ini dengan tanda awal adanya pinguecula yang muncul [1,3,5].

Jika bagian putih mata tampak adanya noda kekuningan, kondisi ini dapat menjadi pertanda bahwa pterigium sedang terjadi [1,8].

Pinguecula atau noda kekuningan tadi adalah akibat dari kalsium, lemak atau protein dalam mata yang menggumpal [1].

Apabila pertumbuhan tadi dibiarkan terus-menerus, penyebarannya akan mengakibatkan kornea tertutupi, termasuk juga pupil mata sehingga penglihatan akan terganggu [1,6,8].

Tinjauan
Pterigium atau surfer's eye adalah suatu jenis penyakit mata ketika selaput bagian putih bola mata tumbuh sampai ke kornea.

Fakta Tentang Pterigium

  1. Prevalensi  pterigium di berbagai bagian dunia berbeda-beda dengan rentang persentase kasus dari 0,3% sampai dengan 29% [1].
  2. Prevalensi pterigium di India adalah sekitar 9,5% sampai dengan 13% di mana kasus ini lebih banyak terjadi di area pedesaan [1].
  3. Di Barbados, prevalensi pterigim adalah sekitar 23,4% pada populasi orang kulit hitam, 10,2% pada populasi orang kulit putih, dan 23,7% pada populasi campuran kulit hitam dan kulit putih [1,3].
  4. Di negara-negara lain, prevalensi juga jauh lebih bervariasi, seperti halnya di China pada penduduk tua Mongolia di daerah Henan 17,9% dan populasi Tibet 14,49% [1].
  5. Sementara itu, di Jepang prevalensi pterigium mencapai 30,8% dan di Singapura sebesar 10,1% [1].
  6. Pterigium lebih rentan terjadi pada laki-laki daripada perempuan, terutama karena ada lebih banyak laki-laki yang beraktivitas di luar ruangan dengan durasi pekerjaan atau aktivitas yang juga lebih lama [1].
  7. Di Indonesia, prevalensi pterigium pada satu mata sebesar 1,9% dan pada kedua mata 3,2% di mana prevalensi ini akan mengalami peningkatan seiring umur penderita yang bertambah [2].
  8. Dari 10 macam penyakit, pterigium adalah penyakit yang berada di posisi kedua di Sulawesi Selatan dengan persentase kasus 8,2% di mana dari seluruh sampel menunjukkan bahwa 26,48% terjadi pada pekerja di dalam ruangan dan 73,52% terjadi pada pekerja di luar ruangan [2].
  9. Sementara itu, pada data tahun 2005 di Jawa Barat, prevalensi pterigium mencapai 19,3% dan bersama dengan katarak 22,8% serta kelainan refraksi 58% pada usia 40 tahun ke atas menjadi pendominasi angka morbiditas [2].
  10. Di Indonesia, menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 65,1% adalah besar angka kekambuhan pterigium untuk pasien dengan usia 40 tahun ke bawah dan 12,5% pada pasien dengan usia 40 tahun ke atas [2].
  11. Kekambuhan rentan terjadi antara bulan pertama dan ketiga dari sejak usainya pengobatan dengan persentase 90% [2].
  12. Selain di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, pterigium merupakan kasus yang juga cukup banyak dijumpai di pulau Sumatra dengan faktor usia, aktivitas di luar ruangan, serta paparan matahari sebagai pemicu [3].

Penyebab Pterigium

Penyebab pasti pterigium belum diketahui secara jelas, namun beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko terjadinya pterigium [1,3,4,5] :

  • Aktivitas di luar ruangan yang terus-menerus dan cenderung jangka panjang.
  • Paparan sinar matahari yang berlebihan dan terus-menerus (berkaitan dengan aktivitas di luar ruangan).
  • Mata dalam kondisi kering.
  • Paparan asap, debu, angin, dan pasir.

Seperti telah disebutkan semula, pinguecula adalah asal mula pterigium.

Ketika pinguecula atau noda kekuningan muncul dan tumbuh sampai di bagian kornea mata, pinguecula ini akan berubah menjadi kondisi pterigium [1,3,5].

Tinjauan
Penyebab pterigium belum diketahui pasti, namun mata kering, paparan matahari, aktivitas luar ruangan jangka panjang, dan paparan polusi mampu menjadi peningkat risiko timbulnya pinguecula.

Gejala Pterigium

Pterigium utamanya ditandai dengan selaput yang tumbuh pada sklera (bagian putih yang ada di permukaan bola mata).

Umumnya, tidak ada keluhan lain yang ditimbulkan oleh selaput ini, namun biasanya ada beberapa kondisi gejala lain yang menyertai [1,5,6].

  • Timbul rasa perih di area selaput.
  • Terasa gatal di area selaput.
  • Kemerahan pada mata.
  • Mata terasa mengganjal, terutama apabila selaput sudah semakin menyebar dan menebal.
  • Penglihatan yang terganggu, terutama bila pertumbuhan dan penyebaran selaput semakin jauh dan mencapai kornea. Hal ini berakibat pada penglihatan ganda atau buram.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Periksakan diri ke dokter segera setelah gejala yang telah disebutkan di atas mulai dialami.

Pemeriksaan dini dapat mencegah pertumbuhan melebar, meluas dan menebal.

Bila pun seseorang sudah pernah mengalami pterigium dan sudah mendapatkan penanganan, pterigium tetap dapat berpotensi muncul kembali.

Oleh sebab itu, waspadai gejala kekambuhan pterigium dan segera ke dokter untuk mengendalikan perkembangannya.

Tepat ketika pinguecula tampak di mata (bercak kekuningan), pastikan segera memeriksakan diri, terutama bila kondisi lain berikut menyertai [1,3,5,6] :

  • Di dalam mata seperti ada pasir.
  • Mata terus-menerus terasa gatal, perih dan kering.
  • Mata memerah.

Langsung temui dokter spesialis mata untuk memeriksakan gejala-gejala tersebut.

Pemeriksaan secepatnya akan membantu pasien dalam mengetahui penyakit yang mendasari keluhan-keluhan tersebut.

Tinjauan
Tumbuhnya selaput pada sklera yang sampai ke kornea merupakan gejala utama. Namun selain itu, gejala lainnya seperti perih, gatal, dan merah pada area selaput dapat menyertai. Mata juga akan terasa mengganjal hingga penglihatan terganggu pun akan terjadi (bila selaput sudah mencapai kornea).

Pemeriksaan Pterigium

Untuk memastikan bahwa gejala yang dialami oleh pasien mengarah pada pterigium, sejumlah metode diagnosa sangat perlu ditempuh oleh penderita, yaitu :

  • Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan mata komprehensif adalah metode diagnosa yang paling penting untuk pasien dalam mendeteksi penyebab dibalik gejala [1,6].

Pemeriksaan mata di sini meliputi pemeriksaan ketajaman visual, evaluasi segmen anterior, dan gerakan ekstraokular (extraocular movements/EOM) [1].

  • Tes Schirmer

Tes Schirmer adalah salah satu tes penunjang yang juga kemungkinan dibutuhkan untuk mengetahui apakah produksi air mata pasien normal [1,7].

Tes ini juga bertujuan untuk memeriksa tingkat kelembaban mata melalui jumlah air mata yang terproduksi.

  • Slit Lamp

Metode pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa adalah ukuran, lokasi, tingkat keparahan atau penyebaran, vaskularisasi, dan area kornea yang terpengaruh [1].

Beberapa poin tersebut adalah kriteria yang dipertimbangkan pada proses evaluasi pterigium yang dapat diketahui melalui slit lamp [1,3,7].

Klasifikasi Kondisi Pterigium

Terdapat dua jenis kondisi pterigium, yaitu atrofi dan progresif [1]:

  • Pada pterigium atrofi, kondisi ditandai dengan vaskularisasi buruk, stasioner, lemah dan tipis.
  • Pada pterigium progresif, kondisi ditandai dengan penebalan selaput, vaskularisasi, dan secara progresif mencapai bagian tengah kornea.
Tinjauan
Pemeriksaan yang umumnya diterapkan untuk memastikan pterigium adalah pemeriksaan mata, slit lamp, dan tes schirmer.

Pengobatan Pterigium

Pterigium pada dasarnya merupakan sebuah kondisi gangguan kesehatan mata yang tak memerlukan pengobatan medis tertentu.

Kecuali bila penglihatan sudah mulai terganggu dan penderita merasa tak lagi nyaman dalam beraktivitas karenanya, maka perawatan secara medis dapat diperoleh.

  • Observasi

Dokter biasanya meminta pasien untuk rutin memeriksakan kondisi mata apabila gejala masih teramat awal dan belum terlalu berpengaruh [4].

Dokter akan mengobservasi perkembangan gejala mata pasien untuk memastikan bahwa kondisi membahayakan penglihatan pasien.

  • Pemberian Obat

Jika mata pasien tampak kemerahan dan iritasi yang dialami sangat parah, dokter baru akan memberikan resep obat tetes mata kepada pasien [1].

Obat mata kortikosteroid akan membantu meredakan kemerahan dan iritasi yang disebabkan oleh peradangan [1,5,6].

  • Operasi

Jika dari hasil observasi menunjukkan bahwa gejala semakin memburuk ditambah dengan tidak efektifnya obat tetes mata yang diresepkan, dokter kemungkinan merekomendasikan prosedur operasi [1,3,4,5,6].

Operasi adalah tindakan medis yang bertujuan utama mengangkat atau menghilangkan pterigium agar mata kembali nyaman.

Biasanya, prosedur bedah dianjurkan oleh dokter ketika penglihatan mulai terganggu dan pasien juga mengalami astigmatisme [1,3,5,6].

Usai menempuh operasi mata untuk mengangkat pterigium, pasien berisiko mengalami iritasi dan kekeringan pada mata sebagai efeknya [8].

Namun untuk efek-efek pasca operasi tersebut, dokter akan meresepkan obat untuk meredakannya yang sekaligus bermanfaat menurunkan risiko kekambuhan pterigium.

Meski dapat menangani pterigium, jalur operasi tidak menutup kemungkinan akan risiko kekambuhan [1].

Pasca operasi, pterigium dapat kembali dialami pasien bahkan setelah dihilangkan secara total.

Tinjauan
Pemberian obat tetes mata atau obat steroid dan jalur operasi adalah metode penanganan pterigium paling umum.

Komplikasi Pterigium

Komplikasi pterigium terbagi menjadi dua jenis kondisi, yaitu komplikasi intraoperatif dan postoperatif.

Komplikasi Intraoperatif

Beberapa risiko komplikasi intraoperatif meliputi [1,6] :

  • Perdarahan berlebih
  • Eksisi lebar pterigium
  • Cedera di bagian otot rektus medial
  • Perforasi

Komplikasi Postoperatif

Pasca operasi, risiko komplikasi paling utama adalah kekambuhan pterigium.

Namun selain kembalinya pterigium, berbagai kondisi lain yang termasuk sebagai komplikasi postoperatif adalah [1,6] :

  • Granuloma piogenik
  • Kecacatan epitel permanen
  • Penipisan korneoskleral
  • Granuloma sutural
  • Fibrosis subkonjungtiva
  • Hematoma subkonjungtiva
  • Kista inklusi epitel

Pencegahan Pterigium

Karena pterigium dapat terjadi karena dipicu oleh faktor lingkungan, seperti paparan polusi dan sinar matahari, upaya pencegahan dapat berangkat dari faktor tersebut.

Untuk meminimalisir perkembangan gejala pterigium, beberapa langkah berikut dapat dipraktekkan [5] :

  • Mengenakan kacamata hitam.
  • Mengenakan topi atau pelindung kepala yang juga dapat melindungi mata dari paparan debu, angin maupun sinar matahari.
  • Menghindari paparan debu, angin, matahari, asap, dan serbuk sari jika sudah mengalami gejala awal pterigium.
  • Melakukan pengecekan kesehatan mata secara berkala untuk mencegah gangguan kesehatan pada mata.
  • Pada kasus pterigium yang sudah diatasi melalui prosedur bedah, pastikan untuk juga menghindari faktor-faktor pemicu kekambuhan pterigium.
  • Penanganan dini dari kemunculan gejala awal juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisir risiko komplikasi.
Tinjauan
Menghindari paparan polusi, melindungi mata saat keluar ruangan, penanganan dini saat gejala awal muncul merupakan pencegahan kondisi pterigium agar tidak memburuk.

1. Prathama Sarkar & Koushik Tripathy. Pterygium. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Ratih Natasha Maharani, Siti Rukiah Syawal, Halimah Pagarra, & Arifin Seweng. Green Medical Journal; 2019.
3. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, & D T H Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. British Journal of Ophthalmology; 2002.
4. A S Solomon. Pterygium. British Journal of Ophthalmology; 2006.
5. Prof Dr Sanjay Kumar Singh. Pterygium: epidemiology prevention and treatment. Community Eye Health Journal; 2017.
6. Anthony Bennett Hall. Understanding and managing pterygium. Community Eye Health Journal; 2016.
7. Taylor Linaburg, Daniel Choi, Vatinee Y Bunya, Mina Massaro-Giordano, & César A Briceño. Systematic Review: Effects of Pterygium and Pingueculum on the Ocular Surface and Efficacy of Surgical Excision. Cornea; 2021.
8. Ana Claudia Viana Wanzeler, Italo Antunes França Barbosa, Bruna Duarte, Eduardo Buzolin Barbosa, Daniel Almeida Borges, & Monica Alves. Impact of pterygium on the ocular surface and meibomian glands. PLoS One; 2019.

Share