Penyakit & Kelainan

Roseola Infantum : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Roseola Infantum?

Roseola infantum atau yang juga disebut dengan istilah roseola saja merupakan jenis infeksi virus yang lebih rentan dialami oleh bayi dan balita [1,2,3,4,5,9].

Bayi usia 6-12 bulan lebih berpotensi mengalami penyakit ini yang ditandai dengan ruam kemerahan pada kulit [1].

Exanthema subitum adalah istilah untuk menyebut gejala ruam merah tersebut [1,2,3,4,5,6].

Meski bayi memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini, sebenarnya roseola juga dapat menyerang remaja hingga orang dewasa.

Tinjauan
Roseola infantum atau roseola merupakan penyakit infeksi virus yang rentan dialami oleh bayi dan balita walau tak menutup kemungkinan roseola juga terjadi pada remaja dan orang dewasa.

Fakta Tentang Roseola Infantum

  1. 90% kasus roseola infantum di dunia terjadi pada anak-anak usia di bawah 2 tahun [1].
  2. Human herpesvirus 6 diketahui menjadi penyebab utama 10-45% pasien bayi roseola infantum di Amerika Serikat [1].
  3. Hasil studi populasi tahun 2005 menunjukkan bahwa 77% bayi penderita infeksi HHV-6 berusia 24 bulan dan 40% bayi penderita infeksi HHV-6 berusia 12 bulan [1].
  4. Hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa HHV-6 lebih rentan menyerang perempuan, terutama anak-anak perempuan yang memiliki kakak. Meski demikian, baik laki-laki maupun perempuan tetap memiliki peluang yang cukup besar terkena infeksi ini dan mengalami roseola infantum [1].
  5. Puncak kasus infeksi HHV-6 adalah pada musim gugur dan musim semi [1].
  6. Prognosis roseola infantum sangat baik dan itu artinya peluang pasien untuk sembuh tergolong tinggi dengan penanganan yang sederhana [1].
  7. Kejang demam merupakan morbiditas paling sering dijumpai karena 6-10% penderita roseola mengalami kondisi tersebut [2,3].
  8. Angka mortalitas akibat roseola tergolong sangat rendah dan kematian akibat roseola biasanya dialami oleh pasien yang memiliki imunokompromais [2,3].
  9. Di Indonesia, prevalensi roseola infantum belum diketahui secara jelas meskipun kasus ini bukan kasus langka [2,3].

Penyebab Roseola Infantum

Infeksi virus herpes atau Human herpesvirus tipe 6 / HHV-6 atau Human herpesvirus tipe 7 / HHV-7 adalah penyebab utama penyakit roseola infantum [1,2,3,4].

Virus herpes terdiri dari beberapa jenis, namun meski sama-sama golongan virus herpes, HHV-6 dan HHV-7 berbeda dari jenis virus herpes lain yang menjadi penyebab utama penyakit menular seksual.

Penularan roseola infantum dapat terjadi melalui percikan cairan tubuh (droplet) seperti percikan air liur atau percikan cairan hidung saat batuk maupun bersin [1,5].

Bila percikan cairan tubuh ini telah terkontaminasi virus penyebab roseola dan tak sengaja terhirup orang lain saat berada di udara, orang tersebut berpotensi mengalami infeksi.

Benda-benda yang terkena kontaminasi virus penyebab roseola infantum juga dapat menjadi perantara tak langsung penularan penyakit roseola.

Hal seperti ini lebih rentan terjadi saat berbagi penggunaan alat makan dengan penderita infeksi.

Penularan melalui kontak fisik seperti berciuman pun dapat terjadi dalam kasus roseola infantum [5,6]

Walau roseola termasuk jenis penyakit menular, tingkat kecepatan penularan penyakit ini masih di bawah infeksi virus lain seperti campak maupun cacar air.

Dengan kata lain, penularan roseola dapat dikatakan lambat.

Faktor Risiko Roseola Infantum

Meski bayi, anak-anak, remaja dan orang dewasa dapat mengalami roseola, terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko penyakit ini, seperti [1,4,6,7] :

Tinjauan
Penyebab utama roseola infantum adalah Human herpesvirus tipe 6 / HHV-6 atau Human herpesvirus tipe 7 / HHV-7. Sementara itu, sebagai faktor risikonya, penderita leukemia, penderita HIV AIDS, penderita multiple myeloma, bayi usia belum genap 1 tahun, dan pemilik kekebalan tubuh yang lemah dapat lebih mudah terkena roseola.

Gejala Roseola Infantum

Roseola infantum dapat menimbulkan sejumlah gejala yang terjadi umumnya 1-2 minggu sejak tubuh terpapar virus, yaitu antara lain adalah [1,2,3,5,6,7] :

  • Sakit tenggorokan
  • Pilek
  • Batuk
  • Demam tinggi dengan suhu badan di atas 39 derajat Celsius yang tidak kunjung reda selama 3-5 hari
  • Timbul ruam berwarna kemerahan di permukaan kulit tepat usai demam turun (biasanya timbul pada punggung, perut dan dada, bahkan pada beberapa kasus bercak merah bisa sampai ke leher, wajah, lengan dan kaki)
  • Pembengkakan pada kelopak mata
  • Menurunnya nafsu makan
  • Diare
  • Kelenjar getah bening pada bagian leher mengalami pembesaran
  • Anak rewel
  • Kejang menyertai demam
  • Gatal menyertai kemunculan ruam (nantinya rasa gatal akan hilang sendiri; biasanya dalam beberapa jam atau beberapa hari)
  • Gangguan pernapasan atas
  • Malaise
  • Konjungtivitis

Kapan seharusnya memeriksakan diri ke dokter?

Pemeriksaan ke dokter dapat dilakukan ketika gejala-gejala yang telah disebutkan mulai timbul.

Pemeriksaan dini dapat membantu pasien untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan yang terjadi supaya penanganan yang tepat bisa segera diperoleh.

Para orang tua sebaiknya juga memeriksakan anak ke dokter ketika demam mulai dialami, terutama apabila demam tak kunjung reda walau sudah diberi obat.

Ruam yang timbul dan juga tak kunjung hilang walau sudah memberi obat juga perlu segera dikonsultasikan ke dokter.

Pemeriksaan Roseola Infantum

Ketika memeriksakan diri ke dokter, beberapa metode diagnosa seperti berikut akan diterapkan untuk memastikan kondisi pasien :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Seperti pada umumnya, metode diagnosa akan diawali dengan pemeriksaan fisik lebih dulu, seperti pengukuran suhu tubuh [1,5,8].

Dokter perlu mengetahui secara rinci apa saja gejala fisik yang dialami oleh pasien, termasuk ruam dan bengkak di beberapa area tubuh.

Selain itu, pemeriksaan riwayat kesehatan juga diterapkan oleh dokter melalui sejumlah pertanyaan yang diajukan.

Dokter perlu mengetahui riwayat gejala yang dialami pasien serta sejak kapan gejala terjadi.

Riwayat medis pasien juga perlu dokter ketahui secara detail, termasuk riwayat kesehatan keluarga pasien.

  • Tes Laboratorium

Tes laboratorium adalah tes penunjang yang dokter biasanya rekomendasikan untuk pasien tempuh demi penegakan diagnosa.

Tes laboratorium meliputi tes darah untuk evaluasi roseola infantum dan mengidentifikasi penyebabnya [1,5].

Infeksi HHV-6 akan menyebabkan pasien mengalami peningkatan kadar sel darah putih [1].

Namun, biasanya dalam wkatu 7-10 hari kadar sel darah putih kembali normal di mana untuk memastikannya dokter perlu memeriksanya lagi.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan laboratorium adalah serangkaian metode diagnosa roseola infantum yang diterapkan oleh dokter.

Pengobatan Roseola Infantum

Tidak terdapat penanganan khusus untuk roseola infantum karena rata-rata pasien mengalami roseola infantum ringan.

Penanganan mandiri biasanya cukup untuk membuat kondisi pasien jauh lebih baik, seperti dengan langkah-langkah berikut [1,9] :

  • Beristirahat cukup.
  • Menjaga asupan cairan tetap normal dan maksimal.
  • Mengompres kening penderita menggunakan kain atau handuk basah hangat.
  • Menggunakan acetaminophen atau ibuprofen sebagai penurun demam. Pastikan pemberian obat penurun demam sesuai dengan dosis yang tertera di kemasan obat.
  • Rajin mencuci tangan menggunakan air dan sabun untuk menjaga kebersihan diri dan mencegah penularan penyakit.
  • Segera temui dokter untuk periksa atau berkonsultasi supaya penanganan yang lebih tepat dapat diberikan oleh dokter.

Untuk kasus ruam yang terjadi pada permukaan kulit, biasanya sifat ruam adalah non-pruritis sehingga tak memerlukan penanganan dengan obat khusus [1].

Roseola infantum tidak dapat ditangani dengan vaksin apapun karena belum terdapat vaksin khusus untuk virus penyebab penyakit ini .

Terapi antivirus pun belum tersedia untuk pasien dengan fase akut.

Tinjauan
Rata-rata kasus roseola infantum tidaklah parah dan cenderung ringan sehingga tak memerlukan pengobatan khusus. Penanganan mandiri dengan istirahat cukup, menjaga asupan cairan tubuh, rajin mencuci tangan, mengompres (bila demam), serta mengonsumsi obat penurun demam dan pereda nyeri sudah sangat membantu pemulihan penderita.
Namun bila gejala tak kunjung membaik atau justru memburuk, sebaiknya segera ke dokter.

Komplikasi Roseola Infantum

Walau roseola infantum bukan tergolong sebagai penyakit mematikan karena dapat pulih sendiri, komplikasinya tetap harus diketahui.

Beberapa risiko komplikasi roseola infantum yang jarang terjadi namun perlu diwaspadai antara lain adalah [1,5] :

Pencegahan Roseola Infantum

Belum terdapat cara khusus dalam mencegah roseola infantum, sebab vaksin untuk kasus ini belum ditemukan.

Namun dengan mencegah penularan, risiko terkena roseola infantum dapat diminimalisir, seperti [1] :

  • Memberi anak makanan bergizi.
  • Menjaga daya tahan tubuh anak tetap stabil.
  • Menghindarkan anak dari penderita infeksi virus.
  • Memastikan bahwa anak memiliki waktu istirahat atau waktu tidur yang cukup setiap harinya.
  • Memberi anak cukup cairan atau air putih.
  • Mencuci tangan anak dengan teratur, begitu juga orang tua untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan benar.
  • Jika sedang sakit, pastikan untuk tidak pergi ke mana-mana dan memilih tetap di rumah.
Tinjauan
Belum diketahui pasti cara pencegahan roseola infantum, namun menjaga kesehatan anak dengan memberikan makanan bergizi seimbang, memastikan waktu istirahatnya cukup, menjauhkan dari penderita penyakit infeksi, dan menjaga daya tahan tubuh sangat penting agar tak mudah terkena virus.
Segera ke dokter bila gejala awal mulai timbul agar penanganan secepatnya diperoleh.

1. Tessa B. Mullins & Karthik Krishnamurthy. Roseola Infantum. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Cécile Tremblay, MD, Michael T Brady, MD, Morven S Edwards, MD, Moise L Levy, MD & Mary M Torchia, MD. Roseola infantum (exanthem subitum). UpToDate; 2019.
3. Gorman CR, Vinson RP & Krusinski P, et al. Roseola Infantum. Medscape. 2017.
4. Michael M. Wolz, Gabriel F. Sciallis, & Mark R. Pittelkow. Human Herpesviruses 6, 7, and 8 From a Dermatologic Perspective. Mayo Clinic Proceedings; 2012.
5. Brenda L. Tesini, Leon G. Epstein, & Mary T. Caserta. Clinical Impact of Primary Infection with Roseoloviruses. HHS Public Access; 2015.
6. Jacobo Limeres Posse, Pedro Diz Dios, & Crispian Scully. Viral Diseases Transmissible by Kissing. Elsevier Public Health Emergency Collection; 2017.
7. Ulrich Spengler, Hans-Peter Fischer, Wolfgang H. Caselmann, Thomas D. Boyer, MD, Michael P. Manns, MD & Arun J. Sanyal, MBBS, MD. Liver Disease Associated with Viral Infections. Elsevier Public Health Emergency Collection; 2012.
8. B C Berliner. A physical sign useful in diagnosis of roseola infantum before the rash. Pediatrics; 1960.
9. Orinthia King & Yasir Al Khalili. Herpes Virus Type 6. National Center for Biotechnology Information; 2020.

Share