Daftar isi
Slapped cheek syndrome atau yang dikenal juga dengan istilah penyakit kelima atau fifth disease adalah sebuah kondisi gangguan kulit yang ditandai dengan ruam kemerahan pada pipi [1,2,3].
Slapped cheek syndrome lebih umum dialami anak-anak, khususnya balita, dan jarang menyerang orang dewasa walaupun tidak menutup kemungkinan [1,2,3].
Sindrom pipi ditampar/tertampar atau slapped cheek syndrome menjadi sebutan bagi kondisi ini karena tanda utama dari penyakit ini adalah ruam berwarna merah terang pada pipi tersebut [1,2,3].
Slapped cheek syndrome disebabkan oleh Parvovirus B19 di mana virus ini tergolong sebagai virus bawaan [1,2,3].
Penyebaran atau penularan infeksi biasanya mellaui air liur atau sekresi pernafasan antar anak, terutama bagi yang sudah sekolah dan berinteraksi dengan teman-temannya [1,2,3].
Anak-anak yang tinggal di negara empat musim biasanya lebih mudah terkena infeksi pada musim semi, awal musim panas, dan akhir musim dingin [4].
Meski lebih rentan terjadi pada anak-anak, orang dewasa pun tetap bisa terkena slapped cheek syndrome walau jauh lebih jarang dijumpai [1,2,3].
Jadi sebenarnya, slapped cheek syndrome bisa dialami oleh siapapun tanpa memandang usia karena penularannya pun bisa terjadi kapan saja [1,2,3].
Hanya saja, alasan anak-anak menjadi lebih rentan terhadap sindrom ini adalah karena anak masih belum memiliki sistem daya tahan tubuh yang kuat [1,2,3].
Sementara pada orang dewasa, sistem daya tahan tubuh sudah tergolong kuat sehingga mampu menghindari penularan virus penyebab slapped cheek syndrome [1,2,3].
Pada beberapa kasus, orang dewasa yang masa kecilnya pernah mengalami slapped cheek syndrome memiliki risiko lebih kecil untuk terkena kembali saat dewasa karena antibodi yang lebih kuat [2].
Pada bayi dan anak-anak lebih besar, slapped cheek syndrome tergolong umum dan kondisi pun bersifat sangat ringan tanpa komplikasi berbahaya [2].
Namun sekalinya orang dewasa yang terkena slapped cheek syndrome, kondisi gejala yang dialami memiliki tingkat keparahan jauh lebih tinggi [1,2].
Kemungkinan bagi ibu hamil menderita slapped cheek syndrome pun cukup besar dan gejala yang umumnya terjadi adalah berupa ruam ringan pada kulit, pembengkakan dan nyeri sendi [1,2].
Walau janin yang sedang berkembang di dalam kandungan tidak terlalu terpengaruh, tetap ada peluang virus ditularkan dari sang ibu ke janin [1,2].
Janin berpotensi lahir dengan kondisi anemia parah karena parvovirus B19 yang menginfeksinya [1,2].
Bahkan risiko sang ibu mengalami keguguran pun cukup tinggi karena infeksi ini walau kejadian seperti ini tergolong langka [1,2].
Hanya kurang dari 5% kasus wanita hamil yang mengalami keguguran atau stillbirth saat menderita slapped cheek syndrome [5].
Keguguran berisiko terjadi pada kehamilan 3 bulan pertama atau pada trimester akhir bila sang ibu terdiagnosa slapped cheek syndrome [2].
Bayi yang masih teramat muda atau baru saja lahir memiliki risiko terkena slapped cheek syndrome [2].
Ini karena sang ibu sebelumnya telah terdiagnosa penyakit ini lalu menularkan virus ke janin yang masih di berkembang di dalam perut [2].
Selain itu, bayi dapat lahir dengan kondisi anemia parah karena penularan virus dari tubuh sang ibu ke janin walaupun hal ini sangat langka [2].
Ketika slapped cheek syndrome menyebabkan anemia pada bayi, maka bayi harus menjlani prosedur transufis darah [2].
Pada beberapa kasus yang juga langka, slapped cheek syndrome pada sang ibu yang tengah hamil mengakibatkan keguguran atau bahkan stillbirth (kondisi saat bayi lahir dalam kondisi meninggal) [2].
Gejala awal dari slapped cheek syndrome bukan ruam kemerahan di pipi, melainkan gejala yang sangat umum seperti gejala mirip penyakit flu [1,2,3].
Beberapa gejala yang dimaksud pada slapped cheek syndrome antara lain [1,2,3] :
Masa inkubasi virus adalah 4-14 hari dan setelah beberapa hari biasanya baru kemudian muncul ruam berwarna merah terang pada kulit, terutama bagian pipi [6].
Meski gejala awal dari slapped cheek syndrome adalah gejala yang mirip dengan flu, pada sebagian kasus ruam kemerahan ini menjadi pertanda awal [1,2].
Tak hanya bagian pipi, lengan dan kaki pun sering menjadi lokasi munculnya ruam kemerahan [1,2,3].
Ruam ini pun tak mudah hilang karena seringkali membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk memudar [2].
Pada orang dewasa, gejala slapped cheek syndrome agak berbeda dari apa yang dialami anak-anak, sebab penderita bisa mengalami nyeri sendi [1,2].
Nyeri sendi menjadi gejala utama pada slapped cheek syndrome yang dialami orang dewasa [1,2].
Nyeri sendi lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan adalah yang paling umum terjadi dan bahkan nyerinya bisa sampai berminggu-minggu [2].
Apakah nyeri sendi tidak terjadi pada penderita slapped cheek syndrome anak?
Kemungkinan terjadinya nyeri sendi sebagai gejala utama slapped cheek syndrome lebih besar terjadi pada orang dewasa daripada anak kecil [1,2].
Namun pada sebagian kecil kasus slapped cheek syndrome pada anak, anak pun bisa merasakan nyeri sendi hingga pembengkakan pada sendi [1,2].
Terdapat sekitar 10% kasus slapped cheek syndrome pada anak dengan gejala demikian [1].
Sementara itu, sekitar 80% orang dewasa dengan slapped cheek syndrome mengalami nyeri sendi di beberapa bagian tubuh [1].
Kapan penyakit slapped cheek syndrome paling menular?
Fase awal sehabis terpapar infeksi parvovirus B19 adalah masa-masa penularan yang perlu diwaspadai [1].
Oleh karena itu, masa inkubasinya antara 4-14 hari sebelum kemunculan ruam pada permukaan kulit [5].
Penularan mudah terjadi ketika penderita bersin di mana droplet atau percikan cairan dari hidung bisa mudah tersebar di udara dan tak sengaja terhirup oleh orang lai [1].
Ini menjadi alasan mengapa penularan slapped cheek syndrome sangat mudah terjadi baik antar anak maupun pada orang dewasa [1].
Gejala slapped cheek syndrome baik pada anak maupun pada orang dewasa biasanya didiagnosa berdasarkan gejala yang terjadi pada fisik pasien [1,2].
Oleh karena itu, pemeriksaan fisik seringkali cukup untuk mendiagnosa slapped cheek syndrome, terutama bila terjadi ruam pada pipi disertai gejala mirip penyakit flu [1,2].
Bila dokter kesulitan dalam mendiagnosa hanya dari pemeriksaan fisik, dokter mungkin akan meminta pasien menjalani pemeriksaan darah agar mampu mengonfirmasi slapped cheek syndrome [1,2].
Pemeriksaan penunjang seperti tes darah dan tes antibodi akan direkomendasikan dokter teurtama bila pasien dalam kondisi hamil atau memiliki penyakit autoimun [1,2].
Anak dengan slapped cheek syndrome biasanya bisa sembuh dengan sendirinya meskipun tidak sebentar [1,2].
Untuk orang-orang dewasa yang mengalami sindrom ini, kondisi kesehatan menyeluruh yang masih baik mendukung pemulihan lebih cepat tanpa harus diobati [1,2].
Namun untuk beberapa gejala slapped cheek syndrome, pengobatan tetap diperlukan, seperti [1,2] :
Pemulihan akan lebih cepat ketika pasien lebih banyak beristirahat, tanpa banyak melakukan aktivitas [2].
Selain itu, memastikan bahwa kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan baik dengan minum banyak air putih selama pemulihan juga sama pentingnya [2].
Untuk anak-anak yang sudah bersekolah, umumnya anak-anak sudah boleh masuk sekolah kembali saat timbul ruam pada kulit [2].
Karena ruam muncul setelah masa inkubasi, itu artinya risiko penularan sudah sangat rendah dan bahkan tidak ada [2].
Namun pada sebagian kecil kasus slapped cheek syndrome, penderitanya dapat mengalami gejala yang sangat parah [2].
Ketika gejala mengancam jiwa penderita, dokter kemungkinan besar akan memberikan imunoglobulin intravena sebagai pengobatan utama [2].
Bagaimana prognosis slapped cheek syndrome?
Semakin sehat kondisi anak atau orang dewasa yang terinfeksi virus penyebab slapped cheek syndrome, semakin baik pula prognosisnya [1].
Orang dewasa dan anak-anak tanpa riwayat penyakit tertentu akan lebih cepat pulih dari gejala slapped cheek syndrome [1].
Dengan imun yang kuat, kemungkinan untuk terpapar kembali dan mengalami slapped cheek syndrome lebih dari sekali sangat kecil [1].
Namun, prognosis untuk penderita penyakit autoimun dan gangguan sistem imun lainnya akan lebih buruk dan rentan terhadap risiko komplikasi [1].
Slapped cheek syndrome adalah kondisi yang rata-rata tidak membahayakan kesehatan penderitanya dalam jangka panjang [1,2].
Meski demikian, bukan berarti kondisi ini sama sekali bebas risiko komplikasi; berikut ini adalah risiko komplikasi yang mungkin terjadi walau sangat rendah [1].
Belum terdapat program vaksin khusus untuk mencegah slapped cheek syndrome [1].
Namun setidaknya, dengan menjaga kebersihan diri, mencuci tangan dengan rajin, dan menghindari kontak langsung dengan orang lain saat gejala mirip flu dialami mampu menjadi langkah pencegahan efektif [1,2].
Kenakan masker ketika bepergian, supaya saat batuk atau bersin percikan cairannya tidak tersebar di udara [1,2].
Seseorang yang sehat pun dianjurkan agar tidak berinteraksi terlalu dekat dengan orang yang nampak kurang sehat [1,2].
Segera periksakan diri apabila gejala mirip flu terjadi dan tak lama timbul ruam pada kulit hingga nyeri pada sendi [1,2].
1. Cleveland Clinic medical professional. Fifth Disease. Cleveland Clinic; 2020.
2. Karen Gill, M.D. & Autumn Rivers. Everything You Need to Know About Fifth Disease. Healthline; 2019.
3. National Health Service. Slapped cheek syndrome. National Health Service; 2021.
4. Centers for Disease Control and Prevention. About Parvovirus B19. Centers for Disease Control and Prevention; 2019.
5. Centers for Disease Control and Prevention. Pregnancy and Fifth Disease. Centers for Disease Control and Prevention; 2019.
6. Arthritis Foundation. Fifth Disease. Arthritis Foundation; 2022.