Penyakit & Kelainan

Trombofilia : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Trombofilia?

Trombofilia merupakan sebuah kondisi ketika proses pembekuan darah di dalam tubuh yang seharusnya terjadi secara alami justru menjadi berlebihan dan mengancam kesehatan [1,2,3,4,6,8,9,10].

Penyakit darah kental adalah istilah lain untuk trombofilia di mana pembentukan gumpalan darah meningkat sehingga cenderung lebih dari normalnya.

Jika terjadi berlebihan, maka tentu proses pembekuan darah ini tidak akan baik bagi sang pemilik tubuh.

Kondisi ini rentan terjadi pada arteri dan vena di mana deep vein thrombosis adalah sebutan penggumpalan darah pada vena di mana kasus ini pun menjadi yang paling kerap ditemui [2,3,4,8,9,10].

Tinjauan
Trombofilia atau penyakit darah kental adalah kondisi ketika proses pembekuan darah dalam tubuh terjadi secara berlebihan sehingga mengancam jiwa penderitanya.

Penyebab Trombofilia

Trombofilia dapat disebabkan oleh dua jenis kondisi, yaitu faktor genetik dan faktor didapat.

Faktor Genetik

Di dalam tubuh manusia terdapat zat-zat alami yang mendukung proses pembekuan darah agar terjadi secara normal dan maksimal.

Namun bila zat-zat tersebut tidak seimbang, maka proses pembekuan darah akan terganggu dan hal ini memicu trombofilia.

Ketidakseimbangan zat alami tersebut umumnya difaktori oleh kondisi genetik seseorang dengan beberapa jenis kondisi sebagai berikut :

  • Faktor V Leiden

Bentuk genetik paling umum dari kondisi trombofilia adalah faktor V Leiden di mana orang-orang keturunan Eropa memiliki risiko lebih besar mengalaminya [1,2,3,4].

Pada kasus trombofilia karena faktor V Leiden, mutasi gen F5 adalah penyebab utamanya [5].

Meski demikian, mutasi genetik tersebut tidak selalu menandakan bahwa seseorang akan bermasalah dengan pembekuan darah dalam tubuhnya.

  • Prothrombin Trombofilia

Bentuk genetik kedua paling umum dijumpai adalah trombofilia prothrombin yang juga lebih rentan terjadi pada orang-orang keturunan Eropa [2,3,4].

Pada kasus ini, biasanya mutasi gen F2 menjadi penyebab utamanya [4].

Trombofilia yang disebabkan oleh faktor genetik sangat berpotensi menyebabkan keguguran pada penderita wanita [2].

  • Defisiensi Protein C, Protein S atau Anthithrombin III

Zat alami tubuh lainnya yang perlu diketahui adalah anthithrombin III, protein S, dan protein C di mana semuanya memiliki sifat antikoagulan [1,2,3,4].

Bersifat antikoagulan artinya memiliki fungsi sebagai pencegah pembekuan darah.

Saat defisiensi terjadi pada zat-zat ini, otomatis berdampak pada proses pembekuan darah yang akan terganggu, seperti halnya peningkatan pembekuan darah.

Faktor Didapat

Sindrom antiphospholipid adalah penyebab trombofolia yang paling kerap dijumpai dengan penderita perempuan kurang lebih sebanyak 70% [5].

Selain sindrom antiphospholipid, beberapa kondisi lain yang mampu menyebabkan trombofilia adalah kanker, cedera, dan disfibrinogenemia didapat [1,2,4,5].

Penting untuk mengetahui pula bahwa kondisi bed rest yang terlalu lama karena menderita penyakit tertentu yang mengharuskan penderita dirawat inap di rumah sakit juga mampu menjadi faktor risiko.

Selain karena faktor genetik dan faktor penyakit tertentu sehingga seseorang mengalami trombofilia, terdapat sejumlah faktor lain yang perlu diwaspadai [1,2,4] :

Tinjauan
Penyebab trombofilia dibagi menjadi dua, yaitu faktor genetik dan faktor didapat (meliputi kehamilan, obesitas, riwayat operasi, kebiasaan tidak sehat, hingga berbagai penyakit).

Gejala Trombofilia

Trombofilia tergolong sulit didiagnosa karena tidak menyebabkan gejala apapun.

Kecuali saat penggumpalan darah terjadi, maka gejala akan mulai timbul dan penderita baru menyadari kondisi trombofilia.

Di bawah ini adalah sejumlah gejala trombofilia yang umumnya timbul tergantung dari area tubuh yang terpengaruh [6].

  • Area Perut : Nyeri perut, diare, dan mual.
  • Area Lengan atau Tungkai : Nyeri, hangat, dan bagian yang terpengaruh bila disentuh terasa lunak.
  • Otak : Sakit kepala tiba-tiba, sakit kepala hebat, kelemahan pada anggota tubuh maupun wajah, pusing, gangguan penglihatan, dan gangguan bicara.
  • Paru-paru : Nyeri di dada, detak jantung lebih cepat dari normalnya, batuk berdarah, demam, tubuh berkeringat lebih banyak dari biasanya, dan sesak napas.
  • Jantung : Nyeri di dada, dada seperti ditekan, ketidaknyamanan di seluruh tubuh bagian atas, detak jantung lebih cepat dari normalnya, pusing, mual, dan sesak napas.

Jika terjadi deep vein thrombosis, khususnya dialami di satu sisi tungkai, beberapa gejala yang dialami penderita adalah [1,6] :

  • Nyeri pada tungkai
  • Pembengkakan pada tungkai atau betis
  • Ketika disentuh area yang terpengaruh terasa hangat
  • Nyeri ketika kaki ditekuk
  • Muncul kemerahan pada permukaan kulit (khususnya bagian bawah lutut atau kaki sisi belakang)

Deep vein thrombosis tidak selalu terjadi di satu sisi kaki, karena terkadang kedua tungkai dapat mengalaminya, begitu juga pada ginjal, liver, otak dan mata [7].

Tinjauan
Pada kondisi awal, trombofilia cenderung tidak menyebabkan gejala apapun. Namun seiring waktu, biasanya keluhan utama penyakit ini adalah nyeri di bagian tubuh tertentu, detak jantung lebih cepat, sakit kepala, gangguan penglihatan, gangguan bicara, demam, hingga sesak nafas, tergantung dari organ mana yang terpengaruh.

Pemeriksaan Trombofilia

Ketika usia penderita penggumpalan darah berlebih masih di bawah 40 tahun, hal ini dapat dicurigai sebagai kondisi trombofilia.

Diagnosa trombofilia dapat dilakukan melalui penerapan beberapa metode sebagai berikut :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Medis

Dokter seperti biasa akan memeriksa fisik pasien lebih dulu untuk mendeteksi apa saja gejala fisik yang dikeluhkan [4,8,9,10].

Selain itu, dokter kemudian juga akan menanyakan kepada pasien seputar riwayat medis dan riwayat pengobatan yang pernah atau sedang ditempuh.

Untuk menegakkan diagnosa, dokter pun seringkali menanyakan riwayat kesehatan keluarga pasien jika trombofilia mengarah pada faktor genetik.

  • Tes Darah

Sebagai tes penunjang, tes darah pasti direkomendasikan oleh dokter yang bertujuan utama mengidentifikasi kondisi pasien [8,9,10].

Hanya saja, tes darah tidak selalu dapat digunakan untuk mengetahui penyebab pasti trombofilia.

Tes darah seringkali dianjurkan dokter untuk pasien tempuh berulang kali sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk pasien emboli paru dan deep vein thrombosis, tes darah berikutnya harus menunggu selama beberapa minggu atau bulan [1,8,9,10].

Hal ini bertujuan untuk menunggu pasien pulih lebih dulu sebelum menempuh tes berikutnya.

Ketentuan ini juga berlaku bagi pasien pengguna antikoagulan (pengencer darah) [8,9,10].

Apabila dari tes darah hasilnya menunjukkan bahwa pasien positif mengalami trombofilia, tes lanjutan perlu ditempuh oleh pasien.

Hanya saja, dokter kemudian akan merujukkan pasien ke dokter spesialis darah untuk pemeriksaan dan konsultasi lebih jauh dan rinci.

  • Tes Genetik

Bila terdapat kecurigaan kuat bahwa trombofilia terjadi karena faktor keturunan, tes genetik dapat ditempuh untuk memastikan [8,9].

Bahkan bila telah diketahui adanya faktor genetik trombofilia, tes genetik dapat dilakukan oleh anggota keluarga lainnya untuk mengidentifikasi kondisi yang sama.

Bila mempertimbangkan tes genetik, tanyakan kepada dokter apakah hasil dari tes genetik tersebut memengaruhi jenis perawatan yang diperoleh.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah dan tes genetik merupakan rangkaian prosedur pemeriksaan untuk kasus trombofilia.

Pengobatan Trombofilia

Tidak ada perawatan khusus untuk penderita trombofilia, khususnya jika tidak ada gejala maupun gejala yang bersifat ringan.

Namun bila menurut dokter pembekuan darah yang dialami pasien mengkhawatirkan, perawatan baru akan diberikan sesuai kondisi pasien.

Terdapat risiko yang berpotensi ditimbulkan oleh peningkatan bekuan darah yang difaktor oleh berat badan, usia, tipe trombofilia, riwayat medis dan gaya hidup pasien [3,9].

Bila pembekuan darah terjadi secara berlebihan, dokter akan memberikan obat pengencer darah.

Heparin atau warfarin adalah obat golongan antikoagulan yang umumnya diresepkan [2,3,4,8,9,10].

Karena warfarin adalah jenis obat antikoagulan yang mudah terkena pengaruh obat lain maupun makanan yang penderita asup, dokter akan membuatnya lebih efektif dan efisien [2,9].

Dosis warfarin akan dokter tingkatkan atau kurangi sesuai dengan tes darah yang ditempuh pasien.

Pasien biasanya diminta menempuh tes darah INR (Index Normalized Ratio) untuk mengetahui waktu pembekuan darah dalam tubuhnya [11].

Nilai hasil pemeriksaan darah menjadi penentu pemberian dosis obat pengencer darah.

Untuk pasien dengan kondisi emboli paru atau deep vein thrombosis, dokter juga akan memberikan resep obat khusus yang sesuai.

Pada beberapa kasus, seseorang bisa saja menderita trombofilia namun tidak mengalami pembekuan darah sehingga tidak membutuhkan perawatan khusus.

Namun pada sebagian kasus lainnya, dokter kemungkinan meresepkan obat pengencer darah untuk penggunaan jangka panjang yang disertai dengan tes darah berkala.

Komplikasi Trombofilia

Trombofilia dapat berbahaya bagi para ibu hamil dengan beberapa kondisi yang berpotensi terjadi sebagai komplikasi.

  • Kekurangan Plasenta

Normalnya plasenta tumbuh pada rahim untuk menyuplai asupan makanan dan nutrisi kepada janin [2,8,14].

Janin membutuhkan makanan dan oksigen untuk pertumbuhan yang normal dan sehat melalui plasenta.

Namun jika insufisiensi plasenta terjadi, hal ini menandakan bahwa plasenta tidak dapat bekerja dengan maksimal sehingga bayi tidak memperoleh asupan nutrisi memadai.

  • Preeklampsia

Kondisi ini berpotensi terjadi pada kehamilan yang menginjak usia 20 minggu ke atas di mana seorang ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi [2,3,8,14].

Ketika kondisi ini terjadi, organ hati dan ginjal tidak bekerja pula dengan maksimal, termasuk juga adanya kandungan protein pada urine, sakit kepala hebat, dan penglihatan yang terganggu.

  • Kelahiran Prematur

Sebelum kehamilan menginjak usia 37 minggu, bayi sudah lahir dan inilah yang disebut dengan kondisi kelahiran prematur [2,9,14].

Ibu hamil dengan kondisi trombofilia memiliki risiko tinggi melahirkan secara prematur.

  • Keguguran

Selain melahirkan prematur, keguguran pun menjadi risiko yang cukup tinggi pada penderita trombofilia [2,14].

Keguguran terjadi ketika janin meninggal di dalam kandungan sebelum usianya mencapai 20 minggu.

  • Stillbirth

Istilah stillbirth adalah untuk kondisi janin yang meninggal di dalam rahim namun sesudah usia kehamilan mencapai 20 minggu [2,14].

Trombofilia dapat menjadi salah satu penyebab janin meninggal jika kehamilan berusia 20 minggu ke atas.

  • IUGR (Intrauterine Growth Restriction)

Trombofilia dapat memengaruhi pertumbuhan janin di dalam kandungan.

Ketika seorang ibu hamil merupakan penderita trombofilia, janin akan tumbuh dan berkembang dengan kondisi buruk [12,14].

Tinjauan
Kekurangan plasenta, preeklampsia, kelahiran prematur, keguguran, stillbirth, dan IUGR (intrauterine growth restriction) merupakan beberapa risiko komplikasi trombofilia pada ibu hamil.

Pencegahan Trombofilia

Trombofilia yang terjadi karena faktor genetik tidak dapat dicegah, namun trombofilia karena faktor didapat masih memungkinkan untuk diminimalisir.

Walau tidak sepenuhnya dapat mencegah trombofilia karena faktor didapat, namun setidaknya menjaga pola hidup tetap sehat dan seimbang sangatlah penting melalui beberapa upaya berikut [13] :

  • Menjalani diet sehat, terutama mengasup makanan-makanan yang penuh gizi dan rendah lemak maupun kolesterol.
  • Menjaga berat badan agar tidak mengalami obesitas.
  • Bagi perokok aktif, berhenti dari kebiasaan merokok akan sangat membantu mengurangi risiko trombofilia serta penyakit lain.
  • Aktif menggerakkan tubuh.
  • Melakukan olahraga serutin mungkin.
Tinjauan
Menjalani pola hidup sehat dengan diet, menjaga berat badan, olahraga, dan berhenti merokok dapat menurunkan risiko trombofilia.

1. Anonim. Thrombophilia. National Health Service; 2020.
2. Adel Abu-Heija. Thrombophilia and Recurrent Pregnancy Loss. Sultan Qaboos University Medical Journal; 2014.
3. Salwa Khan & Joseph D Dickerman. Hereditary thrombophilia. Thrombosis Journal; 2006.
4. Astrit Dautaj, Geraldo Krasi, Vilma Bushati, Vincenza Precone, Miriam Gheza, Francesco Fioretti, Marianna Sartori, Alisia Costantini, Sabrina Benedetti, & Matteo Bertelli. Hereditary thrombophilia. Acta Biomedica; 2019.
5. Anonim. Antiphospholipid syndrome. Medline Plus; 2021.
6. UC Davis Hemostasis and Thrombosis Center. Thrombophilia. UC Davis Health; 2021.
7. Anonim. Factor V Leiden thrombophilia. Medline Plus; 2021.
8. L Merriman & M Greaves. Testing for thrombophilia: an evidence‐based approach. Post Graduate Medical Journal; 2006.
9. Giuseppe Colucci & Dimitrios A. Tsakiris. Thrombophilia screening revisited: an issue of personalized medicine. Journal of Thrombosis and Thrombolysis; 2020.
10. Neil Graham, BA, MRCP, Hunaid Rashiq, MB BChir, & Beverley J Hunt, FRCP, FRCPath, MD. Testing for thrombophilia: clinical update. British Journal of General Practice; 2014.
11. Tuukka A Helin, Lotta Joutsi-Korhonen, Heidi Asmundela, Mikko Niemi, Arto Orpana & Riitta Lassila. Warfarin dose requirement in patients having severe thrombosis or thrombophilia. British Journal of Clinical Pharmacology; 2019.
12. Letitia Coriu, Elena Copaciu, Dan Tulbure, Rodica Talmaci, Diana Secara, Daniel Coriu, & Monica Cirstoiu. Inherited Thrombophilia in Pregnant Women with Intrauterine Growth Restriction. Maedica; 2014.
13. Raphaëlle Varraso, Christopher Kabrhel, Samuel Z. Goldhaber, Eric B. Rimm, & Carlos A. Camargo, Jr. Prospective Study of Diet and Venous Thromboembolism in US Women and Men. American Journal of Epidemiology; 2012.
14. Anonim. Thrombophilias. March of Dimes; 2021.

Share