Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
Anemia merupakan kondisi yang cukup umum dijumpai di masyarakat. Anemia atau dikenal sebagai kurangnya sel darah merah, ditandai dengan gejala umum seperti mudah lelah, lemas, wajah pucat, sulit fokus,... sering pusing. Pada anemia yang lebih berat dapat menyebabkan detak jantung ireguler, hingga sesak nafas dan nyeri dada. Berdasarkan kategori WHO, seseorang disebut anemia jika pemeriksaan hemoglobin (Hb) kurang dari 12,5 g/dL pada orang dewasa. Berdasarkan penyebabnya, anemia dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1. Gangguan pembentukan sel darah merah (Anemia Megaloblastik, Anemia defisiensi zat besi & asam folat, Anemia Pernisiosa, Anemia Sideroblastik, Anemia Aplastik, dll) 2. Anemia akibat perdarahan (Anemia pasca perdarahan akut & Anemia pasca perdarahan kronis) 3. Hemolisis / meningkatnya penghancuran sel darah merah (Sferositosis herediter, Anemia sel sabit, Eritroblastosis Fetalis, dll) Pada anemia hemolitik, terjadi penghancuran sel darah yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukannya, sehingga umur sel darah merah yang seharusnya 120 hari menjadi lebih pendek. Anemia hemolitik dapat terjadi karena faktor genetik berupa penyakit yang diwariskan orangtua, ataupun didapat setelah lahir; seperti infeksi, leukimia, efek samping pengobatan, dll. Read more
Daftar isi
Apa Itu Anemia Hemolitik?
Anemia hemolitik adalah jenis anemia atau kondisi tubuh yang kekurangan darah akibat sel-sel darah merah mengalami kehancuran lebih cepat dari proses pembentukannya [1,2,3,4,5,6].
Karenanya, sumsum tulang belakang harus memroduksi sel-sel darah merah secara lebih cepat daripada normalnya ketika sel-sel darah merah rusak dan hancur.
Anemia hemolitik adalah suatu kondisi seseorang yang dapat terjadi sejak lahir karena orangtua dengan kondisi ini dapat menurunkannya pada sang anak.
Namun, ada pula kemungkinan seorang anak dapat mengembangkan anemia hemolitik setelah lahir.
Tinjauan Anemia hemolitik merupakan jenis anemia di mana seseorang mengalami kekurangan darah karena sel-sel darah merah hancur lebih cepat daripada produksi atau pembentukannya.
Jenis Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terdiri dari dua jenis kondisi, yaitu hemolitik intrinsik dan ekstrinsik [2,3,4].
Hemolitik Intrinsik / Diwariskan
Pada jenis kondisi anemia hemolitik intrinsik, tubuh menghasilkan sel-sel darah merah yang tidak bekerja secara normal.
Kondisi anemia hemolitik ini umumnya diwarisi oleh seseorang dari orangtuanya, khususnya jika orangtua memiliki talasemia atau anemia sel sabit.
Kelainan metabolisme bawaan pun dapat menyebabkan anemia hemolitik intrinsik pada beberapa kasus.
Hal ini jauh lebih rentan terjadi pada orang-orang yang mengalami kekurangan G6PD atau ketidakstabilan membran sel darah merah.
Hemolitik Ekstrinsik / Yang Didapat
Anemia hemolitik ekstrinsik adalah suatu kondisi anemia yang dapat berkembang saat reaksi autoimun terjadi.
Namun beberapa faktor lainnya dapat menjadi peningkat risiko anemia jenis ini, seperti :
- Leukemia
- Tumor
- Limfoma
- Infeksi
- Efek samping penggunaan obat tertentu
Tinjauan Terdapat dua jenis kondisi anemia hemolitik, yaitu intrinsik atau diwariskan dan ekstrinsik atau berkembang setelah bayi lahir. Anemia hemolitik ekstrinsik juga bisa dikatakan ebagai anemia hemolitik yang terjadi karena didapat.
Penyebab Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah jenis penyakit yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya sehingga kondisi ini termasuk dalam kondisi bawaan lahir.
Namun pada beberapa kasus yang lain, anemia hemolitik dapat berkembang pada bayi setelah lahir.
Berikut ini merupakan sejumlah faktor penyebab anemia hemolitik yang diturunkan dari orangtua [2,3,4,5] :
- Enzim piruvat kinase yang kurang di dalam tubuh orangtua
- Enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase atau G6PD yang kurang di dalam tubuh orangtua
- Sferositosis atau membran eritrosit yang rusak
- Anemia sel sabit atau kelainan genetik pada bentuk sel darah merah yang terbentuk secara tak normal
- Thalasemia atau kelainan genetik pada darah di mana fungsi sel darah merah atau hemoglobin tak normal.
- Ovalositosis atau kelainan darah di mana sejumlah sel darah merah terbentuk dengan bentuk tak normal, yaitu berbentuk elips.
Sementara itu pada kasus anemia hemolitik yang dapat berkembang, beberapa faktor yang mampu menyebabkannya antara lain adalah :
- Tumor
- Limfoma atau sel darah putih dalam tubuh yang merupakan pembentuk sistem kekebalan tubuh terserang kanker
- Sindrom HELLP atau gangguan pada darah serta organ hati selama kehamilan (khususnya usia kehamilan 20 minggu) dan berkaitan dengan preeklampsia.
- Sindrom Wiskott-Aldrich atau jenis penyakit resesif langka di mana hal ini berhubungan dengan kromosom X; gejala utama adalah diare berdarah, kekurangan imun, hingga kadar trombosit rendah serta eksema.
- Penyakit Lupus atau inflamasi kronis yang terjadi karena sistem imun secara keliru menyerang organ, jaringan dan sel tubuh sendiri.
- Leukemia
- Virus Epstein-Barr
- Hepatitis
- Pembesaran limpa
- Demam tifoid
Penggunaan obat tertentu dapat pula menjadi penyebab berkembangnya anemia hemolitik di dalam tubuh seseorang.
Berikut ini merupakan jenis-jenis obat yang mampu menjadi pemicu :
- Quinidine
- Procainamide
- Ibuprofen
- Chlorpromazine
- Beberapa jenis antibiotik, seperti methicillin, ampicillin, ceftriaxone, cephalexin, atau penicillin
- Acetaminophen
- Rifampin
- Interferon alpha
Anemia hemolitik yang parah dapat disebabkan pula oleh prosedur transfusi sel darah merah pada golongan darah yang salah.
Bila resipien donor darah menerima darah yang bukan merupakan tipe golongan darahnya, maka hal ini membuat antibodi (protein imun khusus) akan secara langsung menyerang sel darah merah yang asing baginya.
Walau sepertinya kesalahan tersebut tidaklah terlalu fatal, nyatanya hal ini akan membuat sel darah merah hancur secara lebih cepat.
Ini menjadi alasan bagi petugas medis untuk sangat teliti dan hati-hati dalam memeriksa golongan darah, khususnya sebelum melakukan transfusi darah, sebab kesalahan prosedur dapat mengancam jiwa resipien.
Tinjauan - Penyebab anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor keturunan serta faktor yang didapat. - Pada faktor keturunan, seseorang mengalami anemia hemolitik sebagai penyakit bawaan karena mewarisinya dari orangtua. - Pada faktor yang didapat, seseorang mengalami anemia hemolitik setelah ia lahir dan berpotensi dipicu oleh kondisi medis tertentu, paparan zat kimia, atau efek penggunaan obat tertentu.
Gejala Anemia Hemolitik
Faktor penyebab anemia hemolitik begitu beragam dan oleh karena itu hal ini memengaruhi gejala pada antar penderitanya bisa berbeda-beda.
Namun terlepas dari penyebabnya, berikut ini adalah gejala yang umum terjadi pada penderita anemia hemolitik [1,2,3,4,6].
- Tubuh cepat lelah
- Kulit memucat
- Linglung atau mudah merasa bingung
- Demam
- Tubuh lemas sehingga tak mampu melakukan aktivitas senormalnya
- Kepala terasa ringan
- Pusing
- Pembesaran limpa
- Detak jantung lebih cepat
- Murmur jantung atau suara jantung yang dapat terdengar akibat ketidaknormalan aliran darah
- Jaundice atau kondisi ketika bagian putih mata serta kulit menguning
- Urine berwarna gelap
- Pembesaran liver
Tinjauan Gejala paling umum dari anemia hemolitik adalah kulit pucat, tubuh lelah dan lemas, demam, bingung, pusing, pembesaran liver dan limpa, hingga jaundice.
Pemeriksaan Anemia Hemolitik
Ada beberapa metode pemeriksaan yang biasanya dilakukan dalam mendeteksi atau mengonfirmasi kondisi gejala yang dirasakan pasien adalah anemia hemolitik, yaitu [1,2,3,4,5,6] :
- Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menjadi langkah utama dokter dalam mendeteksi anemia hemolitik pada pasien (melihat apakah kulit serta bagian putih mata pasien berwarna kuning).
Dokter pun akan mengecek kondisi perut pasien dengan menyentuh dan menekannya apakah pembesaran limpa ataupun hati terjadi pada pasien.
- Pemeriksaan Riwayat Kesehatan
Namun tak hanya itu, pemeriksaan fisik selalu dilanjutkan dengan pemeriksaan riwayat kesehatan.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan riwayat keluarga pasien yang menjadi penderita anemia.
- Tes Darah Lengkap
Dokter kemungkinan besar akan meminta pasien menempuh tes hitung darah lengkap.
Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah sel darah dalam tubuh secara detil.
- Tes Bilirubin
Tes ini bertujuan mengukur kadar hemoglobin dalam tubuh pasien yang telah dipecah sekaligus diproses oleh liver.
- Tes Fungsi Liver
Pemeriksaan ini dokter perlu lakukan untuk mengetahui kadar enzim pada liver pasien, bilirubin pada darah pasien, serta kadar protein dalam darah
- Aspirasi Sumsum Tulang
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang adalah metode yang diterapkan dokter dalam mengetahui tingkat kematangan sel darah merah saat diproduksi serta mengecek seperti apa bentuknya
Tes ini pun kemungkinan dilakukan oleh dokter untuk melihat adanya kemungkinan serangan oleh antibodi ke sel-sel darah merah pasien
- Tes Urine
Tes lainnya yang perlu ditempuh oleh pasien adalah tes urine supaya dokter dapat mengetahui keberadaan pecahan sel darah merah yang telah hancur
Pengambilan sampel jaringan tubuh pasien ada kalanya perlu dilakukan agar dokter dapat mengetahui bentuk sel-sel darah merah yang terproduksi di dalam tubuh.
Seperti halnya aspirasi sumsum tulang, tes ini pun dapat membantu dokter mengetahui jumlah kadar sel darah merah yang terbentuk.
Tinjauan Berbagai metode pemeriksaan dapat ditempuh oleh pasien dengan gejala mengarah pada anemia hemolitik untuk mengonfirmasinya. Pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, tes darah lengkap, tes urine, tes aspirasi sumsum tulang, dan biopsi adalah metode-metode diagnosa yang dokter akan lakukan.
Penanganan Anemia Hemolitik
Penanganan untuk anemia hemolitik akan didasarkan pada apa yang menyebabkannya.
Tak hanya itu, metode penanganan pun tergantung dari usia dan kondisi kesehatan menyeluruh pasien serta tingkat keparahan gejala.
- Pemberian Kortikosteroid
Obat kortikosteroid biasanya diresepkan oleh dokter khususnya bagi anemia hemolitik ekstrinsik [2,3,4].
Bila gangguan autoimun menjadi penyebab anemia hemolitik, maka aktivitas sistem imun ini akan dapat dikurangi dengan kortikosteroid.
Pemberian obat ini bertujuan utama untuk mencegah sel darah merah dari proses penghancuran melalui sistem imun yang ditekan.
- IVIG / Suntik Imunoglobulin
Intravenous immunoglobulin atau suntik imunoglobulin adalah penanganan anemia hemolitik lainnya yang umumnya diberikan oleh dokter [1,3,5].
Tujuan pemberian IVIG adalah untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh pasien dan memperkuatnya.
- Transfusi Sel Darah Merah
Karena sel-sel darah merah yang terus berada pada proses penghancuran, maka diperlukan tindakan transfusi darah bagi penderitanya [1,2,3,4,5,6].
Transfusi sel darah merah membantu meningkatkan kembali jumlah sel darah merah untuk segera mengganti sel-sel darah merah yang telah rusak atau hancur.
- Operasi
Tindakan operasi menjadi opsi terakhir yang direkomendasikan oleh dokter, khususnya jika kasus anemia hemolitik sudah sangat parah [2,3].
Bagi pasien anemia hemolitik yang merasa penggunaan imunosupresan atau kortikosteroid tidaklah efektif, maka operasi adalah pilihan perawatan yang tepat.
Bila tingkat keparahan sudah sangat tinggi dan limpa benar-benar harus diangkat karena kehancuran sel-sel darah merah, dokter perlu mengangkat limpa pasien.
Limpa yang diangkat otomatis mengurangi penghancuran sel-sel darah merah yang tadinya terlalu cepat.
Splenektomi adalah sebutan bagi tindakan operasi pengangkatan limpa pasien dan hanya akan direkomendasikan bila memang tubuh pasien tak dapat merespon obat resep.
Tinjauan Pemberian obat jenis kortikosteroid (sejenis imunosupresan), suntik imunoglobulin atau IVIG, transfusi darah hingga langkah operasi merupakan penanganan yang paling umum bagi penderita anemia hemolitik.
Komplikasi Anemia Hemolitik
Pada kasus anemia hemolitik yang sudah teramat parah, tak dapat dikendalikan apalagi ditangani, maka beberapa komplikasi serius dapat terjadi [2].
- Gagal jantung
- Kardiomiopati atau suatu penyakit otot jantung di mana otot jantung menebal, kaku dan tidak sekuat normalnya sehingga membuat jantung harus bekerja ekstra dalam proses pemompaan darah.
- Aritmia atau kondisi ketika irama jantung tidak teratur.
Pencegahan Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik bukanlah jenis penyakit yang dapat dicegah, terutama pada kasus anemia hemolitik intrinsik.
Pada kasus anemia hemolitik yang disebabkan oleh kurangnya G6PD, hal ini adalah pengecualian [7].
Bagi bayi yang lahir dengan kondisi kekurangan G6PD, maka sebagai upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan bayi dari paparan zat-zat berbahaya pemicu anemia hemolitik.
Beberapa zat yang berbahaya antara lain adalah naphthalene serta kacang fava.
Beberapa jenis obat resep pun dapat menjadi peningkat risiko kekurangan G6PD sehingga orangtua perlu mengonsultasikan hal ini dengan dokter.
Selain itu, proses transfusi darah dengan kesalahan tipe golongan darah dapat juga dicegah melalui pencocokan tipe golongan darah antara pendonor dan resipiennya secara lebih hati-hati oleh petugas medis.
Pada kasus anemia hemolitik yang berkaitan dengan infeksi, maka pencegahan infeksi dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut :
- Memperoleh vaksinasi flu
- Mencuci tangan secara benar dan rutin
- Menghindari interaksi terlalu dekat atau bahkan kontak langsung dengan penderita infeksi
- Menghindari makanan yang diolah setengah matang
- Menghindari konsumsi makanan mentah
- Menghindari kerumunan orang yang terlalu padat
Sementara itu, bagi kasus anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor keturunan, maka penting bagi para calon orangtua (pasangan suami istri) untuk melakukan konsultasi genetik.
Konsultasi ini bertujuan untuk mengetahui risiko penyakit anemia hemolitik diwariskan ke anak dan bagaimana cara meminimalisirnya.
Tinjauan - Pencegahan bagi anemia hemolitik yang diwariskan tidaklah memungkinkan, namun para calon orangtua (pasangan suami istri) yang ingin punya anak dapat melakukan konsultasi genetik sebelum program kehamilan. - Pencegahan bagi anemia hemolitik yang didapat/ekstrinsik bisa dilakukan dengan menjauhkan anak dari paparan zat kimia dan menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan.