Vaginismus mempengaruhi dua dari setiap 1.000 orang wanita. Vaginismus termasuk kondisi yang cukup umum dialami oleh orang yang belum pernah atau jarang melakukan hubungan seksual [1].
Daftar isi
Vaginismus adalah suatu kondisi yang mana spasme otot tidak sadar mempengaruhi intercourse vaginal atau penetrasi lainnya dari vagina. Hal ini sering kali menimbulkan rasa sakit saat hendak melakukan hubungan seksual[2].
Vaginismus merupakan kontraksi yang tidak disadari dari otot-otot di sekitar lubang vagina yang tidak disertai dengan abnormalitas pada organ genital[3].
Vaginismus biasanya mulai muncul ketika seorang wanita melakukan percobaan pertama untuk berhubungan seksual. Meski pada beberapa kasus, vaginismus berkembang kemudian, misalnya akibat faktor tertentu yang menyebabkan ketakutan atau kecemasan untuk berhubungan[3].
Umumnya wanita yang mengalami vaginismus tidak dapat menoleransi hubungan seksual dan beberapa tidak dapat menoleransi penggunaan tampon[3].
Kondisi ini dapat terjadi ketika[4]:
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist, tiga perempat dari wanita akan mengalami rasa sakit saat berhubungan seksual pada beberapa poin. Vaginismus merupakan salah satu kondisi penyebab rasa sakit tersebut yang termasuk jarang dibicarakan[1].
Vaginismus tidak hanya dipengaruhi faktor biologis dan fisik saja, namun juga psikologis. Kontraksi otot secara biologis diperkuat oleh ketakutan psikologis, dan sebaliknya [1].
Sebanyak 20 ibu hamil dengan vaginismus dalam sebuah studi, hanya 50% yang dilaporkan melakukan kunjungan rutin selama masa kehamilan disebabkan rasa malu. [1]
Studi tersebut juga menunjukkan dari bahwa 40% peserta studi tidak pernah berkonsultasi pada dokter mengenai vaginismus mereka[1].
Vaginismus tidak mempengaruhi gairah seksual, tapi dapat mencegah penetrasi[4].
Vaginismus merupakan kondisi yang dapat diobati, akan tetapi faktor rasa malu dan stigma sering kali membuat penderita urung untuk mengkosultasikan atau mengutarakan keluhannya pada dokter, sehingga dapat menyebabkan dampak besar [1].
Penyebab pasti vaginismus tidak diketahui, biasanya berkaitan dengan kecemasan atau ketakutan berhubungan seksual[5].
Pada beberapa kasus, tidak ditemukan penyebab langsung terjadinya vaginismus[4].
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya vaginismus[6]:
Pemicu Psikologis
Ketakutan menyebabkan otot menjadi lebih tegang dan menyebabkan atau meningkatkan rasa sakit ketika hubungan seksual dilakukan. Reaksi refleks berkembang sehingga, otot-otot vagina secara otomatis (refleks) mengencang ketika vagina ditekan, atau kadang saat disentuh [3].
Pemicu Biologis
Suatu kondisi yang disebut vulvar vestibulitis dapat disalahartikan sebagai vaginismus, sebab inflamasinya sering kali tidak disadari hingga suatu penetrasi dicobakan[7].
Setelah menopause, kekurangan estrogen dalam vagina dapat menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan, kondisi ini disebut atropik vaginitis[7].
Gejala peimer vaginismus yaitu pengencangan otot-otot vagina secara tidak sadar, tapi tingkat keparahan kondisi dapat berbeda pada setiap pasien. Umumnya, konstriksi vagina membuat penetrasi sulit atau tidak dapat dilakukan[4].
Timbulnya rasa sakit saat berhubungan seksual sering kali merupakan gejala pertama vaginismus. Rasa sakit muncul hanya ketika penetrasi dilakukan[5,7].
Rasa sakit ini dapat bersifat ringan hingga berat dan mulai dari perasaan tidak nyaman hingga sensasi terbakar[6].
Berikut beberapa gejala dari vaginismus[6]:
Vaginismus tidak mencegah penderitanya untuk terangsang secara seksual, tapi dapat menyebabkan kecemasan tentang hubungan seksual sehingga penderita menghindari berhubungan atau penetrasi vagina[6].
Vaginismus dibedakan menjadi dua, yaitu vaginismus primer dan vaginismus sekunder [4, 5, 6].
Vaginisimus primer merupakan kondisi seumur hidup di mana rasa sakit muncul setiap kali sesuatu memasuki vagina[5, 6].
Vaginismus primer terjadi ketika seks penetratif atau penetrasi vagina lain menimbulkan rasa sakit. Umum ditemukan di antara gadis remaja dan wanita pada usia awal dua puluhan. Penyebab kondisi vaginismus dapat tidak diketahui pasti[8].
Kondisi ditandai dengan timbulnya rasa sakit, spasme otot umum, dan napas yang terhenti untuk sementara. Gejala dapat membaik ketika percobaan penetrasi vagina dihentikan[6].
Beberapa faktor berikut dapat berperan dalam timbulnya vaginismus primer:
Vaginismus sekunder berkembang setelah seorang wanita pernah melakukan hubungan seksual secara normal, namun kemudian menjadi sulit atau tidak bisa. Dapat terjadi pada usia berapa pun dan dapat tidak terjadi sebelumnya[5, 6].
Biasanya berasal dari suatu peristiwa spesifik, seperti infeksi, menopause, kejadian traumatik, perkembangan kondisi medis tertentu, masalah dalam hubungan, operasi, atau kelahiran bayi[6].
Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor fisik seperti infeksi jamur atau trauma selama melahirkan, sementara pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh faktor psikologis, atau kombinasi beberapa faktor penyebab[12].
Vaginismus perimenopausal dan menopausal sering kali akibat keringnya jaringan vulvar dan vagina akibat penurunan estrogen[12].
Ketika konsentrasi estrogen turun, lubrikasi dan elastisitas vagina menurun mengakibatkan intercourse menjadi menyakitkan, sulit, atau tidak dapat dilakukan[4].
Diagnosis dilakukan berdasarkan penuturan keluhan pasien dan catatan kesehatannya serta riwayat hubungan seksual, termasuk masa kecil dan dewasa, kemudian diikuti pemeriksaan pelvis[3].
Setelah pasien mengutarakan keluhan yang dialami, dokter dapat menanyakan beberapa hal berikut[4]:
Dokter juga dapat menanyakan riwayat seksual, yang meliputi pertanyaan apakah pasien pernah mengalami trauma atau kekerasan seksual[4].
Umumnya, diagnosis dan penanganan vaginismus memerlukan pemeriksaan pelvis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati tanda adanya infeksi atau perlukaan[4].
Pada kasus vaginismus, tidak terdapat penyebab fisik untuk kontraksi otot vaginal. Dengan kata lain, jika diagnosis vaginismus tepat, dokter tidak akan menemukan penyebab lain dari gejala[4].
Vaginismus merupakan kelainan yang dapat diobati. Pengobatan biasanya meliputi edukasi, konseling, dan pelatihan[4].
Tujuan dari pengobatan ialah untuk mengurangi pengencangan otot secara otomatis dan ketakutan terhadap rasa sakit, serta ketakutan lainnya yang mungkin berhubungan dengan masalah[6].
Pengobatan vaginismus biasanya meliputi kombinasi dari:
Menurut sebuah studi, pasien dengan vaginismus memiliki kemungkinan dua kali lebih besar memiliki riwayat pelecehan seksual saat usia anak-anak dan memiliki sikap kurang positif terhadap seksualitasnya, sementara tidak terdapat hubungan yang signifikan dari kurangnya pengetahuan seksual atau kekerasan fisik (non-seksual)[13].
Konseling psikologis dapat membantu pasien mengidentikasi, mengekspresikan, dan menemukan jalan keluar dari faktor emosi yang berperan pada timbulnya vaginismus[6].
Edukasi biasanya meliputi pembelajaran mengenai anatomi seksual dan siklus respon seksual dapat membantu seseorang untuk memahami rasa sakit dan proses-proses yang terjadi di dalam tubuh mereka[6].
Konseling dapat dilakukan oleh pasien dengan vaginismus sendiri ataupun dengan pasangannya[4].
Latihan ini meliputi aktivitas kontraksi dan relaksasi otot, atau latihan Kegel, untuk mengingkatkan kendali otot dasar panggul [6].
Latihan Kegel diakukan dengan penekanan otot yang sama dengan otot yang digunakan untuk menghentikan aliran urin, dengan langkah berikut[5]:
Lakukan menekan otot dengan menahan selama 2 hingga 10 detik. Kemudian relaksasikan otot.
Pasien dapat melakukan sebanyak dua puluh kali latihan kegel, atau sebanyak mungkin per harinya[5].
Pasien diyakinkan untuk menyentuh area sedekat mungkin dengan lubang vagina setiap hari tanpa menyebabkan rasa sakit. Area yang disentuh secara bertahap semakin mendekati lubang vagina.
Setelah pasien mampu menyentuh area sekitar vagina, dilanjutkan dengan berlatih menyentuh dan membuka bibir vagina (labia). Langkah selanjutnya yaitu insersi jari ke vagina[3, 6].
Setelah pasien dapat melakukan insersi jari tanpa rasa sakit, selanjutnya diakukan latihan menggunakan dilator plastik atau insert berbentuk kerucut.
Jika dilator dapat dimasukkan tanpa rasa sakit, selanjutnya dibiarkan di dalam vagina selama 10 hingga 15 menit. Hal tersebut bertujuan agar otot vagina terbiasa dengan tekanan[3, 6].
Pada beberapa kasus, dapat diaplikasikan krim anestetik pada dilator sampai pasien terbiasa menggunakannya[7].
Setelah pasien dapat melakukan latihan insersi dengan nyaman, dapat dilanjutkan dengan melakukan laltihan serupa bersama pasangan. Tahap selanjutnya, dapat kembali dilakukan percobaan intercourse, dengan anjuran dilakukan secara bertahap bergantung respon pasien vaginismus[6].
Diperlukan kesabaran dan kehati-hatian penuh dari pasangan pasien. Beberapa pria mengalami disfungsi ereksi situasional pada proses ini. Penggunaan inhibitor fosfodiesterase (seperti sildenafil, tadalafil, atau vardenafil) dapat membantu[3].
Waktu yang diperlukan untuk pasien vaginismus untuk pulih sepenuhnya tergantung pada masing-masing individu[6].
Disfungsi seksual semacam vaginismus dapat menyebabkan terganggunya hubungan. Sehingga penting bagi pasien untuk memahami bahwa kondisinya bukan hal yang memalukan untuk dibicarakan. Bicara dengan pasangan mengenai perasaan dan ketakutan terhadap intercourse dapat membantu pasien merasa lebih tenang[4].
Sesi perawatan terjadwal dengan terapis seks dapat membantu pasien. Selain itu, penggunaan lubrikasi atau posisi tertentu saat berhubungan seksual dapat membantu untuk melakukan intercourse dengan lebih nyaman[4].
Vaginismus termasuk kondisi yang tidak dapat dicegah karena penyebab kondisi ini dapat berupa peristiwa traumatis atau rasa takut. [6]
Selain itu, kondisi vaginismus baru diketahui saat pasien mencoba melakukan penetrasi vagina[6].
Untuk mengurangi kemungkinan terkena vaginismus, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter jika mengalami rasa sakit ketika intercourse. Vaginismus dapat menjadi respon otomatis jika rasa sakit tidak ditangani dengan tepat [14].
1. Amanda Chatel. 6 Facts about Vaginismus Doctors Want You to Know. Bustle; 2019.
2. Ferri, Fred F. Ferri's Clinical Advisor 2017 E-Book: 5 Books in 1. Elsevier Health Sciences. p. 1330. ISBN 9780323448383. 2016.
3. Rosemary Basson, MD. Vaginismus. MSD Manual Consumer Version; 2014.
4. Jaime Herndon, MS, MPH, MFA, reviewed by Janet Brito, Ph.D., LCSW, CST. What Is Vaginismus? Healthline; 2020.
5. Anonim. Vaginismus. WebMD; 2020.
6. Lori Smith, BSN, MSN, CRNP., reviewed by Janet Brito, Ph.D. What You Need to Know about Vaginismus. Medical News Today; 2018.
7. Anonim. What Is Vaginismus? Cleveland Clinic; 2020.
8. Pacik PT. Botox treatment for vaginismus. Plastic Reconstruction Surgery. 2009.
9. Borg, Charmaine; Peters, L. M.; Weijmar Schultz, W.; de Jong, P. J. Vaginismus: Heightened Harm Avoidance and Pain Catastrophizing Cognitions. Journal of Sexual Medicine. 2012.
10. Borg, Charmaine; Peter J. De Jong; Willibrord Weijmar Schultz. Vaginismus and Dyspareunia: Automatic vs. Deliberate: Disgust Responsivity. Journal of Sexual Medicine. 2010.
11. Borg, Charmaine; Peter J. de Jong; Willibrord Weijmar Schultz (Jan 2011). "Vaginismus and Dyspareunia: Relationship with General and Sex-Related Moral Standards". Journal of Sexual Medicine.
12. Pacik, Peter. When Sex Seems Impossible. Stories of Vaginismus & How You Can Achieve Intimacy. Manchester, NH: Odyne. 2010.
13. Reissing ED, Binik YM, Khalifé S, Cohen D, Amsel R. Etiological correlates of vaginismus: sexual and physical abuse, sexual knowledge, sexual self-schema, and relationship adjustment. J Sex Marital Ther. 2003.
14. Anonim. Vaginismus. Winchester Hospital Health Library; 2020.