Daftar isi
Amiloidosis merupakan suatu kondisi ketika penumpukan zat amiloid terjadi di jaringan tubuh [1,2,3,5,6,7].
Amiloidosis sendiri adalah jenis penyakit langka yang seringkali tidak disertai gejala di awal sehingga tanpa disadari oleh penderitanya gejala semakin berkembang buruk.
Zat amiloid adalah protein yang dihasilkan di bagian sumsum tulang dan normalnya penyimpanan terjadi pada organ atau jaringan tubuh.
Saat gejala tanpa disadari semakin buruk, maka amiloid yang menumpuk akan membuat fungsi organ terpengaruh serta memicu komplikasi berbahaya yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Walaupun tergolong jenis kondisi yang jarang diderita, amiloidosis yang mampu memengaruhi usus, ginjal, jantung, jaringan lunak, kulit, saraf, hati, serta sendi ini dapat menjadi sangat serius.
Bahkan rata-rata kasus amiloidosis ini tak dapat dicegah karena gejala awalnya tak nampak dan tak dirasakan oleh si penderita.
Tinjauan Penumpukan zat amiloid di jaringan atau organ tubuh disebut juga dengan kondisi amiloidosis. Walaupun langka, penyakit ini tak dapat dicegah dan dapat menjari penyebab kerusakan organ tubuh.
Pada kondisi normal, sumsum tulang adalah lokasi sekaligus penghasil sel-sel darah di dalam tubuh.
Sel-sel darah merah yang terproduksi kemudian berfungsi membawa dan mengirimkan oksigen ke seluruh tubuh.
Oksigen yang dibawa oleh sel darah merah berguna melawan infeksi serta mendukung fungsi jaringan tubuh.
Amiloidosis terjadi ketika amiloid terakumulasi pada organ atau jaringan tubuh, namun ada berbagai jenis kondisi yang menjadi penyebab amiloid dapat menumpuk [1,2,3,4,6,7].
Jenis amiloidosis ini adalah yang paling umum diderita dan paling sering dijumpai.
Protein amiloid abnormal yang disebut dengan light chain dalam kasus ini terakumulasi pada organ-organ tubuh seperti kulit, hati, ginjal serta jantung.
Jenis amiloidosis autoimun atau amiloidosis sekunder adalah kondisi yang biasanya terjadi pada seseorang setelah mengalami infeksi seperti TBC.
Tak hanya tuberkulosis, peradangan sendi hingga radang usus besar dapat juga menjadi pemicu amiloidosis.
Ini karena setengah dari jumlah penderita amiloidosis autoimun diketahui mengalami artritis reumatoid (sejenis radang sendi).
Pada jenis amiloidosis ini, ginjal adalah organ yang paling terpengaruh, begitu juga dengan jantung, hati serta usus meski lebih jarang.
Pada jenis amiloidosis ini, protein TTR (transthyretin) mengalami akumulasi di bagian jantung serta jaringan di sekeliling jantung.
Pria berusia lanjut adalah yang paling memiliki risiko lebih tinggi dalam menderita amiloidosis jenis ini.
Jenis amiloidosis ini disebabkan oleh protein beta-2 mikroglobulin yang terakumulasi di dalam tulang, tendon, sendi, otot dan darah.
Pada kondisi ini, penderita penyakit ginjal yang sering melakukan dialisis atau cuci darah dalam waktu 5 tahun lebih lebih berpotensi mengalaminya.
Amiloidosis jenis ini merupakan kondisi menumpuknya amiloid hanya di salah satu organ atau jaringan tubuh tertentu saja.
Misalnya, zat amiloid hanya menumpuk di bagian kulit saja atau ginjal saja, atau juga dapat di organ lainnya.
Pada jenis amiloidosis ini, faktor keturunan menjadi penyebab utama.
Amiloidosis keturunan juga dikenal dengan amiloidosis karena kelainan genetik dan ditandai dengan penumpukan amiloid pada sejumlah jaringan serta organ tubuh; berkebalikan dari organ-specific amyloidosis.
Tinjauan Amiloidosis diklasifikasikan menjadi beberapa jenis kondisi menurut penyebabnya, yakni antara lain adalah amiloidosis primer/light chain, amiloidosis sekunder/autoimun, senile systemic amyloidosis, dyalisis-related amyloidosis, organ-specific amyloidosis, dan familial amyloidosis/amiloidosis keturunan (kelainan genetik).
Amiloidosis jauh lebih berpotensi terjadi pada beberapa orang, dan berikut ini adalah faktor-faktor risiko yang perlu diketahui [1,5,6,7] :
Pada umumnya, amiloidosis pada tahap awal tidaklah menimbulkan gejala, namun bukan berarti sama sekali tidak ada gejala.
Gejala dapat berkembang tanpa sepengetahuan penderitanya dan ketika telah pada kondisi yang lebih buruk, gejala baru dapat dirasakan.
Timbulnya gejala pun beragam, tergantung dari jenis amiloidosis serta lokasi akumulasi amiloid di dalam tubuh penderita [1,2,3,4,5,6,7].
Bila akumulasi amiloid terjadi pada bagian saraf, beberapa gejala di bawah ini adalah yang paling berpotensi dialami :
Ketika amiloidosis terjadi pada saluran pencernaan, gejala-gejala berikut ini perlu dikenali dan diwaspadai :
Bila jantung adalah lokasi terjadinya penumpukan zat amiloid, waspadai beberapa keluhan gejala berikut :
Saat ginjal terpengaruh dan menjadi tempat akumulasi zat amiloid, gejala utama yang dapat dirasakan adalah pembengkakan pada salah satu atau kedua kaki.
Pembengkakan ini disebabkan oleh penumpukan cairan (edema) atau protein berlebih.
Organ hati pun dapat menjadi bagian yang terpengaruh dan penderita dapat merasakan nyeri pada perut bagian atas ketika menderita amiloidosis.
Tak hanya rasa nyeri, perut atas akan nampak lebih besar yang dapat berarti sedang mengalami pembengkakan.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika penderita mulai mengalami sejumlah gejala yang tak wajar seperti telah disebutkan sebelumnya, segera periksakan diri.
Jangan ragu untuk menemui dokter apabila sejumlah gejala tidak kunjung mereda.
Bahkan ketika sudah positif terdiagnosa amiloidosis, pasien harus tetap rutin mengecek kesehatan.
Pemantauan dokter sangat diperlukan dalam mengawasi apakah penyakit makin berkembang serta bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan yang dokter berikan.
Tinjauan Gejala amiloidosis tergantung dari organ tubuh yang menjadi lokasi penumpukan amiloid. Namun secara umum, nyeri pada sendi, memar, tubuh lemah dan mudah lelah, serta pembengkakan pada lidah adalah gejala umum amiloidosis.
Dalam mendeteksi sekaligus mengonfirmasi kondisi yang dialami pasien adalah benar-benar mengarah pada amiloidosis, sejumlah metode pemeriksaan berikut ini perlu ditempuh [1,3,5,6,7] :
Pemeriksaan awal selalu adalah pemeriksaan fisik serta diikuti pemeriksaan riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien oleh dokter.
Dokter tak hanya perlu tahu gejala-gejala yang dialami pasien dan riwayat medis, bahkan pengobatan yang sedang dijalani pasien dokter akan jadikan pertimbangan.
Pengambilan sampel urine serta darah pasien untuk kemudian diperiksa di laboratorium adalah tes lanjutan yang sangat diperlukan biasanya.
Melalui hasil tes keduanya, dokter baru dapat melihat kadar protein dalam tubuh pasien normal atau tidak.
Melalui tes ini juga dokter mampu mendeteksi seberapa baik fungsi organ hati serta kelenjar tiroid pasien.
Dalam mendeteksi jenis amiloidosis dan memastikan apakah gejala yang dialami pasien terkait familial amyloidosis, pasien perlu menempuh metode pemeriksaan ini.
Ekokardiogram adalah prosedur tes yang dokter perlu lakukan supaya mampu mengetahui apakah amiloidosis terjadi pada jantung pasien.
Dari prosedur pemeriksaan ini juga dokter baru dapat mengecek apakah fungsi struktur jantung mengalami gangguan.
Prosedur pemeriksaan berupa ultrasonografi adalah metode tes pemindaian yang dokter lakukan supaya dapat diketahui apakah amiloidosis pada tubuh pasien sudah parah.
Umumnya, USG adalah pemeriksaan amiloidosis di bagian limpa dan hati.
Pemeriksaan MRI bertujuan agar dokter dapat mengidentifikasi secara detil kondisi jaringan dan organ tubuh pasien menggunakan gelombang radio dan medan magnet.
Pemeriksaan dengan metode ini pun biasanya berfungsi sebagai pengidentifikasi fungsi dan struktur jantung pasien.
Dokter akan mengambil lebih dulu sampel jaringan dari bagian tubuh pasien yang diduga menjadi lokasi penumpukan amiloid.
Sampel biasanya diambil dari rektum, mulut, sumsum tulang, hingga jaringan lemak perut.
Analisa sampel dilakukan di laboratorium dan baru dapat dicek apakah penumpukan amiloid benar-benar terjadi.
Tinjauan Dalam mendeteksi amiloidosis, umumnya dokter akan memeriksa fisik dan riwayat kesehatan pasien serta keluarga pasien. Namun, sederet pemeriksaan lanjutan diperlukan untuk memastikan kondisi, seperti tes genetik, tes urine dan darah, MRI scan, USG, biopsi dan ekokardiogram.
Amiloidosis bukanlah jenis penyakit yang bisa disembuhkan sebab pengobatan yang dokter berikan biasanya hanya sebagai pereda gejala.
Pengobatan amiloidosis pun umumnya hanya untuk mencegah supaya pasien tidak mengalami komplikasi dari hasil penyakit yang semakin berkembang.
Dari hasil pemeriksaan dokter baru akan menyesuaikan metode pengobatan seperti apa yang baik bagi pasien.
Hanya saja, pada umumnya metode-metode penanganan berikut ini yang pasien harus tempuh.
Jika organ jantung menjadi lokasi amiloid terakumulasi, maka biasanya dokter akan meresepkan obat pengencer darah.
Obat ini bertujuan utama menurunkan risiko penggumpalan darah pada pembuluh darah sekaligus mengendalikan irama jantung tetap normal.
Obat lainnya yang juga diberikan sesuai dengan gejala antara lain obat pereda rasa nyeri, obat diare, obat antimual, dan obat diuretik.
Bagi kasus amiloidosis primer, pengobatan mirip dengan penanganan kanker, yaitu kemoterapi.
Obat dalam kemoterapi beberapa jenis dapat digunakan untuk menangani amiloidosis primer supaya pembentukan dan penumpukan amiloid dapat dihambat.
Bila kerusakan ginjal sampai terjadi karena penumpukan amiloid dan kondisi yang semakin buruk, dokter biasanya akan merekomendasikan prosedur transplantasi ginjal sebagai solusi perawatan terbaik.
Prosedur ini bertujuan mengganti sel yang rusak dengan mengambil sel induk dari tubuh pasien sendiri di mana prosedur ini umumnya dianjurkan bagi penderita amiloidosis primer.
Operasi transplantasi hati umumnya dianjurkan dokter bagi penderita amiloidosis keturunan atau amiloidosis yang terjadi karena kelainan genetik.
Dokter kemungkinan besar akan menyarankan pasien untuk mengonsumsi makanan-makanan bergaram rendah.
Untuk gejala dapat mereda dengan cepat, penting mulai membatasi atau sebisa mungkin menghindari makanan yang asin.
Tinjauan Pemberian obat-obatan sesuai dengan kondisi gejala yang pasien alami, kemoterapi, perubahan pola makan (pengurangan kadar asupan garam) adalah bentu penanganan amiloidosis paling umum. Namun tak jarang pula prosedur bedah seperti transplantasi (hati, ginjal, atau sel induk autologous) menjadi solusi.
Kerusakan organ dapat terjadi karena amiloidosis yang tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Beberapa komplikasi berikut adalah yang paling perlu diwaspadai dan diminimalisir risikonya [1,2,3,6,7] :
Pencegahan bagi kondisi amiloidosis tidaklah memungkinkan, namun pencegahan agar kondisi gejala tak memburuk dan menjadi komplikasi dapat dilakukan [5,6,7].
Bila mulai timbul gejala tak normal, segera memeriksakannya ke dokter adalah tindakan tepat sebagai upaya pencegahan komplikasi.
Terdeteksinya amiloidosis sejak dini memudahkan dokter dalam menangani gejala yang dirasakan oleh penderita.
Tinjauan Tidak ada cara untuk mencegah amiloidosis sama sekali, bahkan amiloidosis tak dapat disembuhkan ketika sudah terjadi. Namun, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memeriksakan tubuh saat gejala yang diduga mengarah pada amiloidosis terjadi. Penanganan dini akan mencegah komplikasi amiloidosis.
1) Jean G. Bustamante & Syed Rafay H. Zaidi. 2020. National Center for Biotechnology Information. Amyloidosis.
2) Giampaolo Merlini, David C. Seldin, & Morie A. Gertz. 2011. Journal of Clinical Oncology. Amyloidosis: Pathogenesis and New Therapeutic Options.
3) Kelty R. Baker, M.D. & Lawrence Rice, M.D. 2012. Metodhist DeBakey Cardiovascular Journal. The Amyloidoses: Clinical Features, Diagnosis and Treatment.
4) Anonim. Amyloidosis Foundation. AL Amyloidosis.
5) Anonim. 2017. Health National Service. Amyloidosis.
6) Anonim. 2016. Cancer.Net - American Societ of Clinical Oncology. Amyloidosis Guide.
7) John L. Berk, MD & Vaishali Sanchorawala, MD. 2020. Merck Manuals. Amyloidosis.