Daftar isi
Anophthalmia merupakan sebuah kondisi di mana bayi lahir tanpa bola mata sehingga tidak memiliki kemampuan melihat [1,2,4,5,6,7,8,9].
Kondisi cacat bawaan ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata bayi dan hal ini pun termasuk jenis penyakit langka.
Anophthalmia dan microphthalmia adalah dua kondisi yang berbeda walaupun sepintas nampak hampir mirip [1,6,8].
Anophthalmia adalah kondisi ketiadaan bola mata saat bayi lahir, namun microphthalmia adalah kondisi kelainan di mana kedua mata bayi baru lahir berukuran sangat kecil sehingga tampak tidak normal at fluxxlab.com.
Meski berbeda, keduanya adalah kondisi yang sama-sama berkembang pada saat bayi masih berada di dalam kandungan.
Walau keduanya diduga disebabkan oleh mutasi genetik, faktor lingkungan pun sebenarnya dapat memengaruhi kehamilan yang kemudian berdampak pada tumbuh kembang janin tidak sempurna.
Faktor lingkungan seperti masalah nutrisi, paparan zat kimia tertentu hingga penyakit tertentu yang dialami sang calon ibu dapat meningkatkan risiko bahaya pada kesehatan janin [2].
Kasus anophthalmia sangat langka dan terjadi pada 1 dari 20.000 bayi yang baru lahir [4].
Di Amerika Serikat, menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus anophthalmia sekaligus microphthalmia per tahun terjadi pada 1 dari setiap 5.200 bayi yang lahir [9].
Prevalensi keseluruhan kasus anophthalmia dan microphthalmia di Britania Raya (UK/United Kingdom) adalah 1,0 per 10.000 kelahiran bayi [2]. Namun sementara itu, epidemiologi anophthalmia di Indonesia masih belum diketahui.
Anophthalmia utamanya disebabkan oleh mutasi genetik yang juga berkaitan dengan kromosom abnormal [1,2,4,5,7,8,9].
Perubahan gen atau kromosom rata-rata menjadi penyebab cacat lahir pada bayi di mana gen yang bekerja secara normal akan memberikan perintah bagi sel-sel tubuh untuk tumbuh dan berkembang secara sempurna.
Namun pada gen yang bermasalah atau berubah, instruksi yang diberikan kepada sel-sel tubuh pun tidak seperti seharusnya.
Gen yang dimaksud umumnya diturunkan dari orangtua ke anak-anak mereka di mana kromosom adalah struktur tempat gen tersebut berada.
Mutasi gen SOX2 menjadi gen penyebab anophthalmia yang utama, sedangkan gen lain yang terkait antara lain adalah mutasi OTX2, PAX6 (gen yang menyebabkan aniridia), SOX2 dan PAX6, serta CHX10 dan RAX [1].
Mutasi-mutasi gen yang terkait tadi dapat menyebabkan kegagalan perkembangan lensa atau mata janin.
Kondisi ini juga disebut sebagai anophthalmia primer di mana mutasi genetik menyebabkan pembentukan lubang optik gagal sehingga hal ini berdampak pada tidak adanya saraf optik, kiasma dan lensa pada janin [4].
Bagaimana bayi mewarisi gen SOX2?
Mutasi gen SOX2 dapat menjadi penyebab sindrom SOX2 yang merupakan hasil salinan gen dari salah satu orangtua yang juga memiliki gen tersebut.
Meski kasus anophthalmia rata-rata disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dari orangtua, ada pula kasus anophthalmia yang terjadi karena mutasi gen namun dari orangtua yang sama sekali tidak memiliki mutasi SOX2 [7].
Pada sebagian kecil kasus anophthalmia bahkan janin dapat mewarisi perubahan gen dari salah satu orangtuanya pada sel telur atau sperma.
Jadi, orangtua tidak selalu mengalami anophthalmia untuk dapat menurunkannya kepada anak-anaknya.
Faktor Risiko Anophthalmia
Selain karena mutasi gen yang diturunkan oleh orangtua bayi sehingga menyebabkan pembentukan organ tubuh janin yang tidak sempurna, ada pula beberapa faktor lain yang mampu meningkatkan risiko anophthalmia pada calon bayi, yaitu :
1. Paparan Radiasi atau Bahan Kimia Berbahaya
Para ibu hamil penting untuk menghindari lingkungan dengan tingkat paparan radiasi maupun bahan kimia yang tinggi [1,5,9].
Tak hanya membahayakan kesehatan sang ibu, calon bayi yang masih dalam tahap perkembangan di dalam kandungan pun dapat mengalami gangguan.
Radiasi (sinar-X), pestisida, dan bahan-bahan kimia lainnya yang mungkin dianggap aman-aman saja rupanya dapat meningkatkan risiko anophtalmia dan microphthalmia.
2. Penyakit Infeksi
Infeksi tertentu dapat pula meningkatkan risiko bahaya pada sang ibu serta perkembangan calon bayi selama dalam kandungan [1,2,5].
Infeksi rubella atau toxoplasma adalah salah satu contoh penyakit yang mampu menghambat perkembangan sempurna pada janin sehingga mampu memperbesar potensi bayi lahir dengan kekurangan pada fisiknya, seperti kasus anophthalmia.
3. Defisiensi Vitamin A
Memenuhi kebutuhan nutrisi lengkap selama hamil merupakan upaya yang perlu diterapkan untuk menjaga kesehatan sang ibu serta membantu perkembangan sempurna janin selama di dalam perut.
Vitamin A adalah salah satu gizi penting yang mendukung proses perkembangan mata, jantung, tulang, ginjal, serta paru-paru janin.
Jadi jika kekurangan vitamin A saat hamil, sebagai dampaknya pertumbuhan janin menjadi kurang sempurna di mana salah satu risiko terbesarnya adalah anophthalmia [1].
4. Konsumsi Obat Tertentu
Ibu hamil tak boleh sembarang dalam meminum obat karena dikhawatirkan dapat menyebabkan bayi tidak berkembang sempurna dan meningkatkan risiko lahir cacat hingga masalah keguguran.
Berikut ini adalah beberapa jenis obat yang perlu dihindari karena mampu meningkatkan risiko anophthalmia dan microphthalmia pada janin [1,5,9] :
Keduanya adalah jenis obat yang sangat membahayakan bayi, namun apapun obat yang hendak dikonsumsi selalu konsultasikan lebih dulu dengan dokter demi menghindari bahayanya.
Tinjauan Penyebab utama anophthalmia adalah mutasi gen SOX2, namun berbagai faktor risiko seperti penggunaan obat tertentu, defisiensi vitamin A, penyakit infeksi, dan paparan radiasi atau bahan kimia selama kehamilan mampu meningkatkan risiko bayi lahir dalam kondisi tak sempurna, seperti mengalami anophthalmia.
Gejala utama pada anophthalmia akan langsung terlihat pada kondisi bayi yang baru lahir tanpa memiliki mata (satu atau keduanya) [6].
Anophthalmia ditandai dengan tidak adanya bola mata pada bayi yang baru lahir karena perkembangan yang terhambat selama berada di dalam kandungan.
Pembentukan bola mata yang tidak sempurna terjadi karena mutasi genetik.
Diagnosa anophthalmia sebenarnya dapat dilakukan pada masa kehamilan atau pada waktu setelah melahirkan.
Selama hamil, para bumil diharapkan memeriksakan kehamilan secara rutin supaya dokter pun dapat mendeteksi sejak awal kondisi janin yang kurang berkembang sempurna [1,3,5,9].
Dokter akan menggunakan metode ultrasonografi, MRI scan, atau CT scan untuk proses identifikasi anophthalmia. Jika perlu, dokter akan merekomendasikan juga metode pemeriksaan melalui tes genetik.
Selain dari masa kehamilan, anophthalmia dapat didiagnosa setelah bayi lahir.
Proses identifikasi yang dokter umumnya lakukan pada bayi yang baru lahir adalah melalui pemeriksaan fisik pada sang bayi.
Pemeriksaan fisik ini akan dilakukan secara menyeluruh sehingga dokter dapat juga mengetahui keberadaan kelainan atau penyakit lain pada tubuh bayi.
Proses evaluasi bayi yang baru lahir dengan kondisi anophthalmia umumnya dilakukan oleh dokter melalui [1,3,5,9] :
Tinjauan Pemeriksaan untuk mendeteksi anophthalmia dapat dilakukan oleh calon ibu selama kehamilan maupun sesudah bayi lahir. Pemeriksaan genetik, pemindaian, hingga pemeriksaan mata lengkap pada bayi adalah metode diagnosa yang biasanya diterapkan.
Belum tersedia penanganan untuk penderita anophthalmia seperti pembentukan mata baru ataupun penanganan untuk mengembalikan fungsi penglihatan seperti normalnya.
Bayi dengan anophthalmia pun perlu ditangani oleh ahli medis yang tepat, yaitu dokter spesialis mata maupun dokter bedah okuloplastik.
Meski demikian, anak-anak dengan anophthalmia dapat ditangani dengan meningkatkan penampilan fisik, seperti mata buatan untuk tujuan estetika dan mendukung pertumbuhan rongga mata hingga prosedur pembedahan.
Konformer yang terdiri dari struktur plastik dan berukuran kecil ini kerap menjadi penanganan utama bagi bayi dengan anophthalmia [1,5,6,8,9].
Alat ini berguna dalam membantu agar tulang wajah dan rongga mata anak berkembang dengan baik.
Konformer baru terus dibuat baru seiring bertambahnya usia dan berkembangnya wajah anak.
Selain konformer, ekspander pun diperlukan yang bertujuan agar rongga mata anak dapat lebih besar.
Pembuatan mata buatan atau mata prostetik baru dapat dilakukan ketika wajah sudah berkembang sepenuhnya.
Pada saat ini juga, mata prostetik tersebut bisa dipasang dan ditempatkan pada rongga mata yang berkembang dengan baik.
Namun perlu diketahui, mata prostetik dipasang dan digunakan untuk tujuan estetika wajah saja. Fungsi penglihatan tidak dapat kembali melalui mata prostetik ini.
Langkah operasi perlu ditempuh oleh anak-anak dengan anophthalmia apabila timbul penyakit lainnya seperti kondisi retina yang terlepas atau katarak [2,5,6,8,9].
Bila kondisi-kondisi ini timbul, dokter perlu memperbaikinya dengan mengambil tindakan operasi.
Tingkat keparahan anophthalmia pun menjadi pertimbangan bagi dokter apakah opsi pembedahan perlu direkomendasikan bagi orangtua pasien.
Bayi penderita anophthalmia yang mengalami kebutaan atau gangguan penglihatan memerlukan bantuan khusus supaya dapat berkembang seperti anak-anak lain seusianya [5].
Dari lahir hingga usia 3 tahun, tersedia pelayanan terapi untuk anak bisa belajar berjalan, bicara, berinteraksi dengan orang lain, serta kemampuan-kemampuan lain yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam usia balita, penderita anophthalmia membutuhkan terapi dan latihan untuk mampu beradaptasi di manapun ia berada.
Anak-anak penderita anophthalmia perlu belajar bagaimana bergerak dan beraktivitas dengan aman di lingkungannya seperti anak lain.
Pada kasus anophthalmia yang terjadi pada satu sisi mata, maka biasanya dokter mata memberikan saran bagi orangtua pasien untuk memberikan perlindungan bagi mata yang sehat [9].
Jika salah satu mata dalam kondisi sehat, dokter umumnya memrioritaskan mata sehat tersebut dan diharapkan pasien dapat menjaga fungsi penglihatan dari mata yang sehat tersebut.
Tinjauan Penanganan umum pada penderita anophthalmia adalah konformer dan mata prostetik, operasi (bila terjadi katarak atau retina yang lepas), terapi, serta perlindungan bagi mata (jika salah satu mata berkondisi sehat).
Anophthalmia terkadang tidak menjadi satu-satunya kondisi kelainan yang dialami, sebab seorang bayi dengan anophthalmia dapat pula mengembangkan kondisi lain.
Ini karena bayi dengan anophthalmia maupun microphthalmia cenderung mudah mengalami masalah kesehatan yang pada akhirnya berdampak pada jaringan atau organ tubuh tertentu.
Pada beberapa kasus anophthalmia, bayi yang menderita kelainan genetik ini dapat pula memiliki kondisi yang disebut dengan SOX2 anophthalmia syndrome.
Hal inilah yang juga memperbesar risiko sejumlah komplikasi berikut bisa terjadi [5] :
Tinjauan Berbagai masalah kesehatan lain seperti koloboma, katarak, masalah pada otak, tubuh kejang, kemampuan belajar yang terganggu, dan pertumbuhan yang lamban adalah bentuk komplikasi yang dapat terjadi pada penderita anophthalmia.
Risiko seorang bayi lahir dengan kondisi anophthalmia dapat diminalisir dengan cara-cara seperti berikut [5] :
Pengecekan kesehatan pada waktu merencanakan kehamilan sangat penting agar benar-benar bisa memastikan kalau suami dan istri keduanya sehat.
Bagi para pasangan suami istri yang hendak merencanakan kehamilan, konsultasikan dengan dokter mengenai obat-obatan yang mungkin sedang dikonsumsi atau digunakan.
Karena beberapa jenis obat dapat meningkatkan risiko gangguan kehamilan hingga cacat pada bayi, tanyakan keamanan obat yang sedang dikonsumsi kepada dokter.
Bila obat yang tengah digunakan tergolong berbahaya, konsultasikan alternatif apa yang paling aman.
Ketika hendak mengonsumsi obat, berhenti mengonsumsi, atau mengganti penggunaan obat, segala sesuatu perlu ditanyakan lebih dulu kepada dokter.
Menemui konselor genetik untuk berkonsultasi dan melakukan konseling merupakan salah satu langkah penting yang juga dapat ditempuh oleh sepasang suami istri.
Tujuan konseling ini lebih dianjurkan bagi yang memiliki anggota keluarga dengan cacat mata bawaan lahir.
Konseling genetik diperlukan untuk suami dan istri mengenali gen mereka, segala bentuk kelainan genetik, dan kondisi medis lainnya yang dapat memengaruhi kesehatan sang calon ibu dan calon bayi.
Meski begitu, ada pula bayi yang lahir dengan anophthalmia padahal tidak ada riwayat anophthalmia atau penyakit kongenital di dalam keluarganya termasuk sang orangtua bayi.
Rubella adalah salah satu jenis infeksi yang mampu meningkatkan risiko anophthalmia pada calon bayi karena infeksi dapat mengganggu perkembangan organ tubuh janin.
Maka sebagai langkah pencegahan penyakit berbahaya ini, konsultasikan dengan dokter mengenai vaksinasi yang perlu didapatkan sebelum hamil seperti vaksin MMR.
Jika dokter merasa vaksinasi itu perlu, maka tempuhlah vaksinasi lebih dulu. Tunggu selama 4 minggu setelah memperoleh vaksin, barulah pasien bersama suami dapat merencanakan atau melakukan program kehamilan.
Dari mulai usia awal kehamilan, pastikan untuk melakukan pengecekan secara rutin agar dokter dapat mengawasi perkembangan bayi selama di dalam kandungan.
Bahkan ketika baru pertama kali mengetahui kondisi kehamilan, pastikan untuk segera memeriksakan diri dan kondisi kandungan ke dokter.
Dalam masa kehamilan, pastikan juga untuk menghindari berbagai paparan zat kimia berbahaya, seperti radiasi, obat-obatan kemoterapi, pestisida dan sejenisnya.
Jika memiliki pekerjaan dengan lingkungan yang penuh dengan bahan kimia yang kuat serta berbahaya, maka ada baiknya untuk membuat perubahan terkait pekerjaan ini supaya mengurangi risiko bayi lahir cacat nantinya.
Tinjauan Walau merupakan kondisi kelainan genetik, risiko anophthalmia pada bayi dapat diminimalisir dengan memeriksakan kesehatan sebelum dan selama hamil, konseling genetik, menjauhkan diri dari paparan zat berbahaya dan menempuh vaksinasi saat hendak merencanakan program kehamilan.
1) Amit S Verma & David R FitzPatrick. 2007. Orphanet Journal of Rare Diseases. Anophthalmia and microphthalmia.
2) Meliha Halilbasic, Vahid Jusufovic, Zlatko Musanovic, & Arnes Cabric. 2018. Medical Archives - Journal of the Academy of Medical Sciences in Bosnia and Herzegovina. Congenital Bilateral Anophthalmia: a Case Report and Review of Literature.
3) Wendy K. Chung MD, PhD. 2014. Science Direct. Fetal and Neonatal Secrets (Third Edition) 2014, Pages 266-289.
4) Srividhya Sankaran & Phillipa Kyle. 2014. Science Direct. Fetal and Neonatal Secrets (Third Edition) 2014, Pages 266-289.
5) Anonim. 2019. American Foundation for the Blind. Anophthalmia and Microphthalmia.
6) Anonim. Minnesota Department of Health. Anophthalmia and Microphthalmia.
7) Dr. Adele Schneider & Sarina Kopinsky. International Children's Anophthalmia Network. Genetic Issues with A/M.
8) Anonim. 2019. National Eye Institute. Anophthalmia and Microphthalmia.
9) Anonim. 2019. Centers for Disease Control and Prevention. Facts about Anophthalmia / Microphthalmia.