Daftar isi
Craniosynostosis merupakan sebuah kondisi menutupnya ubun-ubun lebih cepat di mana ini adalah cacat bawaan pada bayi baru lahir [1,2,3,4,5,6].
Perkembangan kepala bayi pada akhirnya menjadi abnormal dan pembentukan kepala bayi mengalami ketidaksempurnaan.
Tulang tengkorak awalnya bukanlah tulang utuh, sebab tulang tengkorak ini terbentuk dari beberapa tulang dengan ubun-ubun sebagai penghubungnya.
Menutupnya ubun-ubun biasanya menandakan bahwa pembentukan tulang tengkorak sudah sempurna dan padat.
Sementara pada kasus craniosynostosis, menutupnya ubun-ubun terjadi secara lebih cepat bahkan ketika otak bayi belum terbentuk sempurna.
Tidak proporsionalnya bentuk kepala bayi adalah karena tulang tengkorak yang terdorong oleh otak.
Tinjauan Craniosynostosis adalah lebih cepatnya ubun-ubun menutup dari seharusnya dan mampu menyebabkan bentuk kepala bayi yang tak proporsional; craniosynostosis diketahui sebagai kondisi cacat bawaan pada bayi baru lahir.
Terdapat beberapa jenis craniosynostosis yang perlu dikenali dan diwaspadai, yaitu antara lain :
Jenis kondisi craniosynostosis ini ditandai dengan ketidakseimbangan pada bentuk dahi bayi [1,2].
Pada bagian yang tak terpengaruh, biasanya akan lebih menonjol karena bagian yang mengalami kelainan justru tampak datar.
Pada jenis craniosynostosis satu ini, sutura sagitalis diketahui mengalami fusi atau penyatuan dini [1,2].
Penyatuan dini ini terlihat membentang dari bagian depan hingga belakang dan bila diperhatikan maka hal tersebut menjadikan bentuk kepala lebih sempit namun panjang.
Jenis craniosynostosis satu ini tergolong langka karena terdapat sutura lambdoid yang terlibat pada kondisi ini [1,2].
Pada bagian belakang kepala terdapat sutura lambdoid di mana satu sisi kepala bayi akan kelihatan datar, lalu satu sisi telinga terlihat lebih tinggi daripada sisi telinga lainnya.
Tak hanya itu, bagian atas kepala yang miring ke satu sisi juga menjadi tanda dari lambdoid craniosynostosis.
Pada jenis craniosynostosis satu ini, di bagian atas pangkal hidung hingga garis tengah dahi menuju ubun-ubun anterior terdapat sutura metopik [1,2].
Gejala utama pada kondisi craniosynostosis satu ini adalah bentuk dahi yang menyerupai segitiga lalu melebar pada bagian belakang kepala.
Tinjauan Terdapat empat jenis kondisi craniosynostosis, yaitu meliputi coronal craniosynostosis, sagittal craniosynostosis, lambdoid craniosynostosis, dan metopic craniosynostosis.
Pada dasarnya, craniosynostosis disebabkan oleh faktor genetik.
Dari kelainan genetik ini, terdapat dua jenis kondisi yang mampu menyebabkan craniosynostosis, yaitu meliputi :
Beberapa jenis penyakit sindrom genetik mampu menjadi alasan mengapa craniosynostosis dapat terjadi, yaitu seperti sindrom Crouzon, sindrom Pfeiffer, dan sindrom Apert [1,2,3].
Perkembangan tengkorak pada bayi dapat terganggu karena timbulnya beberapa sindrom tersebut.
Tak hanya perkembangan fisik saja yang dapat terpengaruh oleh sindrom-sindrom ini, sejumlah gangguan kesehatan lainnya pun dapat terjadi.
Craniosynostosis non-sindromik justru menjadi jenis kondisi yang paling umum dijumpai di mana penyebabnya sama sekali tak diketahui [1,2,4].
Walau demikian, tetap terdapat dugaan kuat bahwa faktor genetik dan lingkungan menjadi penyebab penyakit ini.
Tinjauan Terdapat dua jenis kondisi craniosynostosis menurut penyebabnya, yaitu craniosynostosis sindromik (penyakit sindrom genetik adalah penyebab atau faktor yang meningkatkan risiko craniosynostosis pada bayi) dan craniosynostosis non-sindromik (jenis paling umum dengan dugaan kuat bahwa faktor lingkungan dan faktor genetik yang menjadi penyebabnya).
Dari bayi baru lahir, tanda-tanda craniosynostosis sudah mulai kelihatan sehingga dokter biasanya langsung dapat mendiagnosanya.
Semakin usia bayi bertambah, gejalanya akan semakin tampak jelas yaitu meliputi [12,3,4,5] :
Selain tanda-tanda yang telah disebutkan, terdapat beberapa gejala lain seperti berikut ini (tergantung dari jenis craniosynostosis apa yang dialami oleh sang bayi) [1,5] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Bayi baru lahir akan terus dipantau perkembangannya melalui jadwal imunisasi, maka para orang tua perlu memastikan untuk menepati jadwal tersebut dengan hadir sesuai jadwal.
Dokter akan mengetahui adanya kelainan pada pertumbuhan kepala anak melalui imunisasi.
Bila sebelumnya orang tua sudah mencurigai adanya gangguan perkembangan fisik anak, terutama pada bentuk kepala, segera konsultasikan dengan dokter.
Gejala-gejala yang menunjukkan kelainan pada pertumbuhan kepala anak tak selalu mengarah positif pada craniosynostosis, maka segera periksakan.
Bahkan kondisi bentuk kepala bayi yang kelihatannya tak normal dapat terjadi sebagai akibat posisi tidur bayi yang tak berganti posisi sehingga hal ini perlu dipastikan.
Tinjauan Bentuk kepala yang tak normal menjadi gejala utama craniosynostosis (namun hal ini kembali lagi pada jenis kondisi craniosynostosis yang dialami). Bentuk kepala dapat memanjang, pipih atau datar, bentuk dahi menyerupai segitiga, salah satu sisi telinga lebih tinggi dari telinga satunya, bentuk kepala bayi lebih kecil dari kepala bayi normal seusianya, dan ada pula kasus di mana bagian belakang kepala lebih lebar.
Untuk memastikan bahwa gejala pada bayi benar-benar mengarah pada kondisi craniosynostosis, dokter tak dapat mendiagnosa hanya dengan sekali melihat.
Untuk diagnosa yang akurat, dokter biasanya akan menerapkan sejumlah metode diagnosa sebagai berikut :
Dokter melakukan pemeriksaan dengan secara langsung menyentuh kepala bayi untuk mengidentifikasi adanya kelainan [1,2,4].
Selain dari bagian kepala, dokter juga akan memeriksa apakah terdapat kelainan pada bagian wajah pasien.
Tes genetik akan dianjurkan oleh dokter ketika terdapat dugaan bahwa bayi mengalami sindrom genetik [6].
Melalui tes genetik ini dokter dapat mengidentifikasi dan mengonfirmasi jenis sindrom genetik yang terjadi pada bayi.
Metode tes pemindaian yang umumnya digunakan untuk mengonfirmasi craniosysnostosis adalah CT dan MRI scan. [1,2]
Untuk mengidentifikasi adanya kelainan pada tulang tengkorak pasien, tes pemindaian akan sangat membantu, begitu juga dengan USG kranial [7].
Jika memang diperlukan, dokter juga akan melakukan pemindaian laser dan foto agar bentuk tengkorak dapat diukur secara akurat.
Tinjauan Dokter umumnya menggunakan sejumlah metode diagnosa seperti pemeriksaan fisik, tes genetik dan tes pemindaian (MRI scan, CT scan, dan USG kepala) untuk memastikan kondisi craniosynostosis serta menentukan jenisnya.
Pada kasus craniosynostosis yang masih dalam tahap ringan umumnya tidak sampai harus mendapatkan penanganan secara khusus.
Bila memang perlu, dokter hanya akan merekomendasikan helm khusus untuk membantu proses pembentukan kepala bayi, apabila jahitan kranial terbuka dan diketahui bahwa bentuk kepala bayi tidak dalam kondisi normal.
Namun jika sudah tergolong parah, maka biasanya dokter merekomendasikan prosedur bedah.
Hanya saja, dokter akan lebih dulu berdiskusi dengan pasien terutama karena jenis craniosynostosis menjadi pertimbangan.
Selain itu, keberadaan sindrom genetik tertentu juga menjadi hal lain yang menjadi pertimbangan dokter dalam merekomendasikan prosedur operasi.
Berikut ini adalah beberapa metode yang umumnya diterapkan oleh dokter dalam menangani kasus craniosynostosis.
Umumnya dokter akan lebih dulu memeriksa kondisi pasien melalui tes pemindaian sebagai salah satu cara pula dalam merencanakan operasi.
Biasanya pemeriksaan pemindaian CT dan MRI scan 3D adalah yang digunakan dalam hal ini.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membuat rencana operasi individual dan rencana operasi virtual yang telah dibuat prosedur operasi menjadi lebih matang untuk pasien.
Untuk bayi yang usianya lebih dari 6 bulan, biasanya operasi terbuka menjadi metode penanganan yang digunakan [1,8].
Dokter akan membuat sayatan pada kulit kepala dan tulang kranial sebelum kemudian memasuki tahap pembentukan tulang kepala ulang.
Bila memutuskan untuk menempuh metode operasi ini, maka biasanya pasien harus rawat inap selama 3-4 hari.
Pada beberapa kasus, pasien juga memerlukan transfusi darah usai menjalani operasi terbuka ini.
Walau prosedur bedah ini hanya perlu dilakukan sekali, ada pula kasus tertentu di mana koreksi bentuk kepala bayi melalui prosedur bedah ini dilakukan beberapa kali.
Operasi ini adalah jenis tindakan operasi invasif yang dianjurkan bagi bayi dengan craniosynostosis usia 6 bulan ke atas [1,8].
Pada operasi ini, dokter akan menggunakan tabung fleksibel yang telah dilengkapi dengan kamera (endoskop) untuk menjalankan operasi.
Tabung ringan dan fleksibel ini kemudian akan dokter masukkan melalui sayatan kecil pada kulit kepala.
Sutura yang terpengaruh akan lebih dulu diangkat oleh dokter bedah untuk membantu supaya otak bayi dapat tumbuh secara normal.
Jika membandingkan dengan prosedur operasi terbuka, sayatan yang dibuat pada operasi endoskopik ini lebih kecil dan pasien hanya membutuhkan sedikit waktu untuk masa pemulihannya.
Jika pada operasi terbuka pasien membutuhkan 3-4 hari rawat inap di rumah sakit untuk masa pemulihan, maka operasi endoskopik ini hanya membutuhkan sekitar 1 malam saja untuk rawat inap.
Bahkan selesai tindakan bedah ini, pasien tidak perlu menempuh tindakan transfusi darah seperti pada operasi terbuka.
Usai tindakan operasi endoskopik, biasanya dokter akan merekomendasikan terapi helm untuk membantu pembentukan tulang tengkorak bayi yang juga masih dalam proses pembentukan karena masa tumbuh kembangnya [9].
Biasanya terapi helm ini akan ditentukan oleh dokter mengenai seberapa cepat perawatan ini.
Namun pada kasus pasien craniosynostosis yang telah menjalani operasi terbuka, terapi helm khusus ini tak lagi dibutuhkan karena pasien akan pulih dengan kondisi bentuk kepala yang sudah cukup baik dan kembali normal.
Tinjauan Craniosynostosis umumnya perlu ditangani dengan tindakan operasi (operasi terbuka atau operasi endoskopik) serta terapi helm khusus untuk membantu pembentukan kembali kepala bayi agar normal.
Pada kasus craniosynostosis ringan, pasien tak memerlukan penanganan khusus, namun sebagai dampaknya bentuk kepala serta wajah dapat berubah secara permanen.
Sebagai akibatnya, penderita akan memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri karena malu untuk bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, kondisi craniosynostosis yang tak segera diatasi juga dapat berujung pada risiko meningkatkan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial ini adalah tekanan yang ada pada rongga kepala bagian dalam.
Jika tak segera mendapatkan perawatan, maka beberapa risiko komplikasi berikut dapat terjadi, yaitu [1] :
Karena merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan kelainan genetik, craniosynostosis perlu dicegah dengan memerhatikan asupan nutrisi selama hamil [10].
Para ibu hamil perlu mengasup makanan dan minuman yang mengandung antioksidan tinggi dari awal kehamilan.
Tak hanya nutrisi antioksidan, penting bagi para ibu hamil untuk mengonsumsi makanan-makanan bernutrisi yang berkaitan dengan metabolisme satu karbon
Tinjauan Risiko craniosynostosis diminimalisir dengan cara mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi dan lengkap bagi para ibu hamil. Memenuhi kebutuhan nutrisi selama hamil akan membantu pembentukan tubuh janin secara sempurna ditambah dengan pemeriksaan rutin ke dokter kandungan.
1. Elodie M. Betances; Magda D. Mendez & Joe M Das. Craniosynostosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Nina Kajdic, Peter Spazzapan, & Tomaz Velnar. Craniosynostosis - Recognition, clinical characteristics, and treatment. Journal of the Association of Basic Medical Sciences; 2018.
3. Christopher Derderian, M.D & James Seaward, M.B.B.S., M.R.C.S. Syndromic Craniosynostosis. Seminars in Plastic Surgery; 2012.
4. Rebecca M. Garza, M.D & Rohit K. Khosla, M.D. Nonsyndromic Craniosynostosis. Seminars in Plastic Surgery; 2012.
5. Jung Won Choi, M.D., So Young Lim, M.D., & Hyung-Jin Shin, M.D., Ph.D. Craniosynostosis in Growing Children : Pathophysiological Changes and Neurosurgical Problems. Journal of Korean Neurosurgical Society; 2016.
6. Alexandru Vlad Ciurea & Corneliu Toader. Genetics of craniosynostosis: review of the literature. Journal of Medicine and Life; 2009.
7. L Pogliani, G V Zuccotti, M Furlanetto, V Giudici, A Erbetta, L Chiapparini & L Valentini. Cranial ultrasound is a reliable first step imaging in children with suspected craniosynostosis. Child's Nervous System; 2017.
8. Rowland H. Han, MSE, Dennis C. Nguyen, MD, Brent S. Bruck, BS, Gary B. Skolnick, BS, Chester K. Yarbrough, MD, Sybill D. Naidoo, RN, CPNP, Kamlesh B. Patel, MD, Alex A. Kane, MD, Albert S. Woo, MD, & Matthew D. Smyth, MD. Characterization of Complications Associated with Open and Endoscopic Craniosynostosis Surgery at a Single Institution. HHS Public Access; 2016.
9. John Berry-Candelario, Emily B Ridgway, Ronald T Grondin, Gary F Rogers, & Mark R Proctor. Endoscope-assisted strip craniectomy and postoperative helmet therapy for treatment of craniosynostosis. Neurosurgical Focus; 2011.
10. Suzan L. Carmichael, Sonja A. Rasmussen, Edward J. Lammer, Chen Ma, Gary M. Shaw, & the National Birth Defects Prevention Study. HHS Public Access; 2011.