Penyakit & Kelainan

Dermatitis Atopik: Penyebab – Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
Dermatitis atopik adalah penyakit keradangan kulit yang kronis, ditandai rasa gatal ringan sampai berat, bersifat kumat-kumatan, sebagian besar muncul pada saat bayi dan anak, walaupun juga bisa pada dewasa.

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit inflamasi kulit kronis yang sering terjadi dalam masyarakat global. Menurut laporan, penderita dari penyakit ini sudah mencapai 230 juta orang di dunia. [1]

Prevalensi penyakit dermatitis atopik diketahui meningkat beberapa dekade terakhir, terutama di Asia. 12.94% warga di Cina dilaporkan pernah mengalami penyakit ini. Prevalensi kasus penyakit ini di Indonesia tergolong lebih sedikit, yaitu 3.1%. [1] [2]

Apa itu Dermatitis Atopik?

Sumber gambar: National Eczema Association

Dermatitis atopik adalah salah satu penyakit kulit yang ditandai oleh gatal pada seluruh atau sebagian tubuh (pruitus) atau eksim pada kulit yang disebabkan oleh hipersensitivitas immunoglobulin E (IgE) terhadap penyebab alergi (alergen). [3]

Namun, laporan terkini menyebutkan dermatitis atopik juga dapat dipengaruhi oleh gangguan regulasi imun, genetik, dan faktor lingkungan. Rasa gatal yang ditimbulkan secara langsung/tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, seperti gangguan tidur, perubahan gaya hidup, beban ekonomi. [1]

Bagaimana Penyakit ini Mulai Menggerogoti Tubuh?

Pada dasarnya penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Namun, pada umumnya penyakit ini timbul akibat kulit menjadi lebih peka terhadap antigen asing. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kulit karena kulit kering atau goresan-goresan pada kulit.

Antigen yang masuk ke dalam kulit akan memicu molekul-moolekul pro-inflamasi yang dapat menyebabkan pembengkakkan dan rasa gatal pada kulit. [5]

Fakta Dermatitis Atopik

  • Dapat terjadi pada berbagai kalangan usia

Kasus dermatitis atopik umumnya berkembang pada masa anak-anak (≤ 12 tahun) dan dapat berlanjut hingga dewasa. Namun penelitian terakhir telah melaporkan potensi paparan penyakit pada orang dewasa. [1]

Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa dari 3,252 individu berumur 18-85 tahun 344 orang diantaranya mengidap dermatitis atopik. Sama halnya dengan China, 407 pasien dari 8758 mengidap penyakit ini. [2]

  • Pola pathogenesis penyakit berbeda-beda untuk setiap ras

Terdapat penelitian yang menyebutkan potensi penyakit ini lebih tinggi pada Benua Asia dan Afrika dibandingkan Amerika, Australia, dan Eropa dengan mayoritas orang berkulit putih.

Tidak hanya itu, gejala dan risiko umur pada tiap ras juga berbeda. Disebutkan bahwa orang Asia dewasa cenderung rentan mengalami dermatitis atopik. [4]

Penyebab Dermatitis Atopik

  • Genetik

Diketahui bahwa FLG gene berperan dalam mengkode protein filaggrin yang beperan dalam proteksi terhadap antigen/alergen pada keratinosit. Gen ini juga berperan dalam menjaga kelembapan kulit. Mutasi pada gen tersebut dapat melemah proteksi kulit dan menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif terhadap alergen. [2] [6]

  • Paparan alergen

Alergen yang masuk ke dalam tubuh dapat berikatan dengan IgE dan sel mast, kemudian melepaskan histamine dan molekul pro-inflamasi lainnya sehingga menyebabkan gangguan kutan seperti dermatitis atopik.

Beberapa literature menyebutkan kandungan pada susu dan kedelai pada makanan dapat menyebabkan alergi dan memicu dermatitis atopik. Telur, daging, dan kacang-kacangan juga diketahui memiliki kandungan penyebab alergi. [7] [6]

  • Paparan senyawa yang bersifat iritan

Paparan senyawa ini biasanya berasal dari sabun, parfum, kosmetik, pewangi pakaian, dan detergen. Senyawa ini memiliki pH basa yang sangat kuat dan tidak sesuai dengan kulit. Paparan senyawa ini kemudian dapat menyebabkan meningkatkan permeabilitas kulit sehingga lebih sensitif merespon alergen. [2] [9]

  • Alergi tungau debu

Tungau debu jenis Dermatophagoides farinae dan D. pteronyssinus diketahui sebagai salah satu jenis penyebab alergi paling sering pada manusia (90%). D. farinae diketahui lebih banyak terdapat pada area kering, sedangkan D. pteronyssinus terdapat pada daerah lembab. [10]

  • Polusi dan asap rokok

Polusi udara dan asap rokok mengandung molekul-molekul (karbon monoksida, nitrogen dioksida, toluen) yang dapat merusak kesehatan kulit dengan merubah pH dan mengurangi kadar air dalam kulit. Polusi udara dilaporkan juga dapat berperngaruh terhadap sistem imunitas tubuh dan meningkatkan potensi dermatitis atopik. [6]

  • Infeksi bakteri sekunder

Studi literature menyebutkan bahwa dermatitis atopik dapat disebabkan oleh goresan pada kulit sehingga melukai jaringan epidermis. Pada kondisi ini, bakteri seperti Staphylococcus aureus dapat masuk ke dalam jaringan kulit dan menyebabkan penyakit. [2]

Stres dapat menyebabkan perubahan kadar glukokortikoid yang berperan dalam produksi ceramide, kolesterol, dan asam lemak bebas yang penting untuk menjaga kesehatan kulit. Pada saat produksi glukokortikoid terganggu, maka kadar air dalam kulit akan berkurang sehingga menjadi kering dan memicu dermatitis atopik. [6]

Gejala Dermatitis Atopik

Umumnya pengidap dermatitis atopik akan mengalami gatal disertai, kemerahan dan eksim pada berbagai area tubuh. Rasa gatal dapat semakin parah pada kondisi suhu tinggi dan ketika berkeringat. Garukan pada daerah gatal dapat meningkatkan rasa gatal.

Rasa gatal juga dapat muncul saat penderita mengenakan pakaian berbahan wool atau bergesekkan dengan permukaan yang kasar. Pasien disarankan ke dokter jika rasa gatal terus berkelanjutan dan tidak tertahankan untuk medapatkan pemeriksaan lebih lanjut. [11]

Tingkat keparahan dermatitis atopik dapat diprediksi dengan mengobservasi luas ruam pada permukaan kulit seperti: [11]

  • Ringan: ditandai dengan ruam ringan (kemerahan kulit) pada beberapa area.
  • Sedang: ditandai dengan ruam dan inflamasi akut pada <10% permukaan kulit. Ruam dapat disertai likenifikasi (benjolan pada permukaan kulit) dan radang yang menyebabkan nyeri (infiltrasi).
  • Akut: ditandai dengan ruam dan inflamasi akut lebih dari 30% permukaan kulit pasien. Ruam dapat disertai likenifikasi (benjolan pada permukaan kulit) dan radang yang menyebabkan nyeri (infiltrasi).

Risiko dan Komplikasi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik dapat berasosiasi dengan reaksi alergi lain seperti asma, rinitis alergi, dan konjungtivitis. Selain itu, penelitian terbaru melaporkan terdapat korelasi antara penyakit dermatitis atopik dengan beberapa risiko penyakit seperti vitiligo, rheumatoid arthritis, dan inflammatory bowel disease. [9] [11]

Berdasarkan mekanisme penyakitnya, dermatitis atopik tidak menyebabkan kematian. Namun efek yang ditimbulkan dari penyakit ini seperti; kurang tidur, keresahan, beban ekonomi, dan gatal yang sangat parah dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

Salah satu penelitian di Amerika melaporkan 25-33% pasien dewasa dengan demrmatitis atopik mengalami insomnia dan kelelahan. 1 satu dari 5 pasien didiagnosis depresi akut akibat penyakit ini. [9]

Deteksi Dini dan Diagnosis Dermatitis Atopik

  • Observasi riwayat pasien

Dokter akan menanyakan secara langsung atau memberikan selebaran kuisioner yang menanyakan beberapa riwayat pasien seperti: apakah memiliki riwayat asma atau alergi serbuk bunga, riwayat mengalami kulit kering dalam satu tahun terakhir.

Tim medis umumnya menanyakan sudah berapa lama merasakan keluhan gatal. Pada anak-anak, dokter juga dapat menanyakan riwayat keluarga dengan hipersensitivitas IgE. Dokter juga akan melakukan observasi untuk melihat tanda eksim pada kulit pasien. [3] [9]

  • Skinprick/Metode tusuk kulit

Sesuai namanya, metode ini akan menggunakan jarum kecil yang dilapisi alergen spesifik untuk ditusukkan ke area subkutan kulit pasien. Setiap jarum akan berisi alergen yang berbeda. Hasil tusukkan yang mengalami inflamasi menggambarkan jenis protein penyebab alergi pada pasien. [9]

  • Deteksi kadar IgE dalam serum darah

Kadar IgE yang tinggi dalam darah menunjukan respon sistem imun kita terhadap allergen. 80% pasien yang memiliki kadar IgE tinggi umumnya mengidap dermatitis atopik. Jumlah IgE yang dihasilkan juga dapat merepresentasikan tingkat keparahan dari penyakit. [1]

Cara Mengobati Dermatitis Atopik

  • Perawatan kulit

Hal ini diperlukan untuk mengembalikan kelembapan kulit dan mencegah hilangnya air pada jaringan kulit sehingga permeabilitas kulit kembali normal dan kulit tidak sensitif. Kebersihan kulit juga harus dijaga dengan mandi secara rutin untuk mencegah infeksi bakteri. [11]

Obat jenis ini biasa digunakan untuk meringankan penyakit dermatitis atopik. Dosis obat disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit; ringan (2.5 gram), sedang (7.5 gram), akut (25 gram). Perlu diketahui bahwa penggunaan obat ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan penipisan lapisan kulit. [3] [11]

  • Konsumsi obat anti-histamin

Obat ini digunakan untuk mengurangi jumlah histamin dalam tubuh yag dapat menyebabkan inflamasi. Perlu diperhatikan bahwa obat jenis ini berpotensi menyebabkan ketergantungan. [3]

Pasien diwajibkan untuk menghindari makanan/paparan alergen untuk tidak membuat penyakit ini semakin parah. Mandi dengan air dingin dilaporkan juga dapat mengurangi rasa gatal pada kulit. [3]

Cara Mencegah Dermatitis Atopik

  • Menghindari paparan alergen

Hal ini penting dilakukan mengingat alergen menjadi salah satu pemicu kemunculan dermatitis atopik. [3]

  • Menggunakan pelembap kulit

Hal ini dilaporkan dapat mencegah kambuhnya dermatitis atopik. Penggunaan pelembap kulit pada bayi dilaporkan dapat mengurangi prevalensi penyakit ini. [11]

Penelitian menunjukan bahwa konsumsi probiotik dapat meningkatkan keberagaman bakteri dalam saluran cerna yang berperngaruh terhadap reduksi molekul pro-inflamasi yang disebabkan dermatitis atopik. [12]

1. Tsen-Fang Tsai, Murlidhar Rajagipalan, Chia-Yu Chu, Lonabel Encarnacion, Robert A. Gerber, Paul Santos-Estrella, Lyndon John Q. Liamado, Anna M. Tallman. 2019. The Journal of Dermatology. Burden of Atopic Dermatitis in Asia.
2. Xin Wang MD, Xiao-Dong Shi PhD, Lin-Feng Li MD PhD, Ping Zhou MD, Yi-Wei Shen MD, Qing-Kun Song, PhD. 2017. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Prevalence and Clinical Features of adult atopic dermatitis in tertiary hospitals of China
3. Hywel C. Williams Ph.D. 2005. The New England Journal of Medicine. Atopic Dermatitis
4. Yuri I. Lopez Carrera, Anwar Al Hammadi, Yu-Huei Huang, Lyndon J. Llamado, Ehab Mahgoub, Anna M. Tallman. 2019. Epidemiologym Diagnosis, and Treatment of Atopic Dermatitis in the Devel
5. Peter M. Elias MD, Yutaka Hatano MD, PhD, Mary L. Williams MD. 2008. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Basis for the barrier abnormality in atopic dermatitis: Outside-inside-oustide pathogenic mechanism.
6. W. David Boothe, James A. Tarbox, Michelle B. Tarbox. 2017. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Atopic Dermatitis: Pathophysiology.
7. Sukruthi K. Jois, Aame B. Andy_Nweye, Kylie N. Jungles, Mary C. Tobin MD FAAAAI, Mahboobeh Mahdavinia MD PhD. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Type of food allergen is associated with atopic dermatitis severity.
8. Natalia Cartledge, Susan Chan. 2018. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Atopic Dermatitis and Food Allergy: A Paediatric Approach.
9. Carsten Flohr, Jonathan I. Silverberg, Joy Wan, Sinéad M. Langan. 2019. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Epidemiology of Atopic Dermatitis.
10. K.H Park, J. Lee, J.-Y Lee, S.C Lee, D.W Sim, J.U Shin, C.O Park, J.-H Lee, K.H Jeong, J.W Park. 2017. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Sensitization to various minor house dust mite allergens is greater in patients with atopic dermatitis that in those with respiratory allegric disease.
11. Ichiro Katayama, Michiko Aihara, Yukihiro Ohya, Hidehisa Saeki, Naoki Shimojo, Shunsuke Shoji, Masami Taniguchi, Hidekazu Yamada, The Japanese Society of Allergology. 2017. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Japanes guidelines for atopic dermatitis 2017.
12. John C Su, Adrian J Lowe. 2019. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Prevention of Atopic Dermatitis: Etiological Considerations and Identification of Potential Strategies.

Share