Eritema nodosum merupakan salah satu penyakit idiopatik (muncul tanpa penyebab yang diketahui) dan dapat menjadi salah satu penanda penyakit sistemik seperti tuberculosis, inflammatory bowel disease, dan kanker.
Prevalensi penyakit ini adalah 1-5 orang per 100,000 jiwa. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur pada berbagai negara. [1]
Daftar isi
Eritema nodosum merupakan suatu penyakit di mana terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap berbagai antigen (termasuk bakteri) yang mengakibatkan inflamasi dan kemunculan nodul pada jaringan adiposa subkutan. Penyakit ini dapat diturunkan secara genetik dari generasi sebelumnya. [1]
Walaupun penyakit eritema nodosum dapat terjadi pada masa anak-anak, namun salah satu penelitian menyebutkan bahwa puncak prevalensi penyakit ini lebih banyak pada orang dewasa dengan rentang umur 20-30 tahun. [1]
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kasus eritema nodosum pada wanita dewasa memiliki potensi 6 kali lebih besar dibanding pria. Hal ini tidak terjadi pada masa anak-anak, di mana perbandingan insiden antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah 1:1. [1]
Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri seperti Chlamydia, Yersinia spp., Mikoplasma pneumonia, dan infeksi bakteri seperti Sterepococcus pharyngitis. Berdasarkan literatur, sebanyak 28-48% kasus eritema nodosum disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas oleh streptococcal pharyngitis. [3]
Pada beberapa kasus, infeksi virus juga berpotensi terhadap penyakit eritema nodsosum, virus yang diketahui berperan dalam penyakit ini adalah virus Herpes, hepatitis B dan C. [3]
Sarkoidosis adalah kondisi inflamasi terhadap berbagai organ dalam tubuh, terutama paru-paru dan kelenjar limfatik. Pada kondisi ini, nodul-nodul akan terbentuk pada berbagai organ. Diketahui eritema nodosum disebabkan sarkoidosis memiliki prevalensi sebesar 11-25%. [4]
Pasien dengan penyakit Crohn’s sering dilaporkan juga mengalami penyakit eritema nodosum. [6]
Alergi terhadap antibiotik seperti penisilin dan golongan sulfonamides dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan memunculkan penyakit eritema nodosum. [6]
Sebanyak 55% pasien eritema nodosum bersifat idiopatik, di mana penyebab penyakit tidak dapat dilacak. [3, 6]
Gejala paling dominan pada penyakit eritema nodosum adalah kemunculan nodul simetris pada area subkutan disertai rasa sakit pada nodul. Bagian tubuh yang paling umum terpapar nodul adalah bagian atas paha. Nodul dapat berubah menjadi plak dengan diameter mencapai 20 cm. [5]
Anda disarankan segera mengkonsultasikan gejala ini kepada dokter kepercayaan anda untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. [3, 5]
Berdasarkan aspek evolusi penyakit, penyakit eritema nodosum dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa fase antara lain: [3]
Pada dasarnya penyakit eritema nodosum hanya berpengaruh pada rasa sakit nodul dan dapat menyebabkan bekas luka (scar). Pada beberapa kasus, nodul dapat menyebar dan tidak sembuh hingga 8 minggu. 50% pasien eritema nodosum juga mengeluhkan nyeri pada otot dan sendi. Rasa kaku pada otot dan sendi di pagi hari juga dapat terjadi. [3]
Pada dasarnya metode ini umum digunakan untuk observasi penyebab kemunculan penyakit pada pasien. [6]
Deteksi infeksi Streptococcus dapat dilakukan dengan metode PCR atau dengan titrasi streptococcal antistreptolysin-O (ASO). ASO dapat diambil pada hari pertama deteksi dan beberapa minggu kemudian setelah titrasi pertama dilakukan.
Metode PCR juga dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan Streptococcus. Sensitivitas dan spesifisitas metode PCR terhadap deteksi Streptococcus adalah 93% dan 98%. [3, 6]
Biopsi dengan teknik merupakan visualisasi yang baik untuk melakukan observasi inflmasi pada area septa dalam jaringan adiposa subkutan (septal panniculitis). Keberadaan proliferasi kapiler dan penebalan septal juga dapat tervisualisasi melalui teknik biopsi.
Hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini adalah kecukupan sampel yang diambil untuk biopsi. Pada umumnya, anestesi akan dilakukan untuk mengambil bagian subkutan pasien untuk pengamatan di bawah mikroskop. [3, 6]
Untuk menyembuhkan penyakit ini, istirahat yang banyak sangat diperlukan. Beberapa obat juga dapat diresepkan oleh dokter untuk mempercepat proses penyembuhan, antara lain: [3, 8]
Seperti yang telah disebutkan penyakit setengah prevelasensi dari eritema nodosum bersifat idiopatik dengan gejala yang tidak diketahui. Oleh karena itu, pencegahan terhadap penyakit ini juga belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa tindakan tetap dapat dicoba sebagai tindak prevensi, antara lain: [3, 8]
1. Robert A. Schwartz, M.D., and Stephen J. Nervi, M.D. Erythema Nodosum: A Sign of Systemic Disease. American Family Physician; 2007.
2. A Sagdeo, K Wanat and J Seykora. Inflammatory Reaction Patterns and Diseases of Skin. Pathobiology of Human Disease; 2014.
3. Wissem Hafsi, Talel Badri. Erythema Nodosum. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health; 2019.
4. Syed Rizwan A. Bokhari, Hassam Zulfiqar, Abeera Mansur. Sarcoidosis. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health; 2020.
5. D. Geraint James. Erythema Nodosum. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health; 1961.
6. Luis Requena, Evaristo Sanchez Yus. Erythema Nodosum. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health; 2007.
7. Anonim. Erythema Nodosum. European Academy of Dermatology and Venerelogy; 2019.
8. Ilia Volkov MD, Inna Rudoy MD, Yan Press MD. Successful treatment of chronic erythema nodosum with vitamin B12. Journal of the American Board of Family Medicine; 2005.