Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Germaphobia adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan ketakutan yang irasional terhadap kuman, kontaminasi, dan bakteri. Fobia ini berkaitan erat dengan gangguan obsesi kompulsi. Penderita germaphobia
Germaphobia termasuk dalam jenis fobia spesifik di mana penderitanya mengalami ketakutan berlebih dan irasional terhadap kuman, apapun mikroorganismenya [1,2,3].
Baik itu parasit, virus maupun bakteri dan jamur, mikroorganisme-mikroorganisme penyebab penyakit inilah yang menjadi sumber ketakutan penderita germaphobia [1,2,3].
Terdapat beberapa istilah lain untuk menyebut germaphobia, yakni verminophobia, bacillophobia, mysophobia, dan bacteriophobia.
Apa perbedaan antara germaphobia dan gangguan obsesif kompulsif?
Germaphobia kerap dikaitkan dengan gangguan obsesif kompulsif karena kecenderungan penderita OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) yang terobsesi dengan membersihkan diri [2].
Namun, keduanya adalah kondisi berbeda karena seseorang dengan germaphobia dapat mengalami OCD namun tidak selalu, begitu juga sebaliknya [2].
Penderita OCD memiliki obsesi persisten dan berulang terhadap aktivitas membersihkan diri karena hal ini mampu meredakan kecemasan yang mereka alami [2].
Sementara pada kondisi germaphobia, penderita membersihkan diri karena rasa takut berlebihan terhadap kuman sehingga mereka harus menjaga kebersihan semaksimal mungkin [2].
Tinjauan Germaphobia adalah ketakutan berlebih dan persisten terhadap kuman sehingga penderita cenderung menghindari segala hal yang berkaitan dengan kuman secara berlebihan.
Daftar isi
Seperti pada kasus fobia spesifik lainnya, germaphobia umumnya dialami ketika masih pada masa kanak-kanak lalu berkembang seiring usia bertambah dewasa.
Beberapa faktor yang mampu menyebabkan seseorang mengalami germaphobia anatra lain adalah :
Fobia seringkali terjadi pada seseorang karena faktor genetik atau keturunan, di mana bila ada anggota keluarga yang memiliki fobia atau gangguan kecemasan, hal ini meningkatkan risiko fobia spesifik seperti germaphobia [1,5,6].
Riwayat gangguan kecemasan atau fobia yang dialami oleh anggota keluarga dalam hal ini tidak harus sama untuk meningkatkan risiko germaphobia [1,5,6].
Memiliki pengalaman masa kecil yang traumatis mampu menyebabkan seseorang mempunyai rasa takut berlebih terhadap mikroorganisme tertentu [1,3,5].
Hal ini bisa saja berkaitan dengan timbulnya penyakit setelah mengonsumsi makanan tertentu yang tingkat higienisnya rendah [1,3,5].
Perubahan zat pada otak maupun fungsi otak yang mengalami masalah dapat menjadi salah satu faktor peningkat risiko fobia spesifik seperti germaphobia [1,5].
Faktor lingkungan biasanya berhubungan dengan cara didik orang tua, keyakinan orang-orang terdekat, serta segala hal yang menjadi kebiasaan orang lain yang sering dilihat mengenai menjaga kebersihan [1,3,4,5,6].
Ketika sejak kecil dikelilingi oleh orang-orang yang teramat menjaga kebersihan, maka semakin bertambah dewasa, ada kemungkinan kebiasaan orang lain memengaruhi diri penderita [3].
Jika berlebihan, hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang mengembangkan germaphobia, terlalu takut kotor dan takut terhadap kuman.
Terdapat beberapa faktor yang mampu memicu timbulnya gejala germaphobia dan bahkan memperburuknya, yakni antara lain [1,2,3] :
Tinjauan Berbagai penyebab germaphobia meliputi riwayat kesehatan keluarga, kesehatan otak, pengalaman traumatis, dan faktor lingkungan.
Banyak orang mungkin memiliki ketakutan yang sama terhadap kuman karena kuman identik sebagai pembawa penyakit.
Namun, terdapat perbedaan antara penderita germaphobia dan orang-orang yang memiliki ketakutan normal.
Kadar rasa takut terhadap kuman pada kondisi germaphobia jauh lebih tinggi yang disertai dengan kecemasan dan stres berlebih.
Berikut ini adalah sejumlah gejala yang timbul pada kondisi germaphobia, baik gejala fisik, gejala psikologis, maupun gejala perilaku.
Ketika seseorang dengan kondisi germaphobia dihadapkan pada faktor pemicu, maka beberapa gejala fisik ini dapat dialami [1,2,3] :
Pada anak dengan germaphobia, biasanya kondisi ini ditandai dengan lebih banyak menangis, menjerit dan mengamuk, cenderung mudah rewel.
Anak juga akan mengalami gerakan tubuh yang kaku karena kegugupannya, enggan ditinggal sendiri, dan mengalami gangguan tidur.
Selain gejala fisik, beberapa gejala emosional atau psikologis dapat terjadi seperti di bawah ini [1,2,3] :
Seseorang dengan kondisi germaphobia juga akan mengalami beberapa gejala perilaku seperti berikut [1,2,3,4,5,6] :
Tinjauan Gejala germaphobia terbagi menjadi 3 jenis kondisi, yakni gejala psikologis, gejala fisik, dan gejala perilaku. Utamanya, seseorang dengan germaphobia akan secara berlebihan dalam bereaksi terhadap permukaan-permukaan benda maupun situasi yang berkaitan dengan kuman.
Untuk memastikan apakah gejala-gejala yang dialami benar-benar mengarah pada germaphobia ataukah hanya sebatas ketakutan biasa, maka penderita gejala sebaiknya memeriksakan diri.
Temui dokter ahli kesehatan mental untuk mendapatkan diagnosa yang jelas.
Biasanya, prosedur pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan keluarga, serta evaluasi psikologis [1,2,3].
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait gejala, riwayat penyakit apa saja yang pernah dialami, maupun riwayat gangguan mental atau fobia spesifik di keluarga pasien [1,2,3].
Sementara untuk prosedur evaluasi psikologis, fobia spesifik dapat ditentukan melalui kriteria diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition).
Jika pasien memenuhi beberapa kriteria DSM-5 di bawah ini, maka biasanya akan langsung dapat diketahui bahwa pasien benar-benar mengalami germaphobia [7].
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, dan evaluasi psikologis menurut DSM-5 adalah yang paling utama diterapkan dalam mendiagnosa germaphobia.
Ketika pasien sudah dipastikan mengalami germaphobia, maka dokter baru dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pasien.
Tujuan utama penanganan germaphobia sendiri adalah agar pasien dapat merasa lebih nyaman dengan kuman, mengingat bahwa kuman ada di mana-mana dan cukup mustahil untuk benar-benar menghindarinya.
Penanganan germaphobia juga bertujuan membantu pasien meningkatkan kualitas hidupnya yang sempat terhambat karena rasa takut berlebihan.
Berikut adalah beberapa jenis penanganan yang umumnya pasien germaphobia dapat tempuh untuk pulih.
Psikoterapi yang perlu ditempuh oleh penderita germaphobia salah satunya adalah terapi perilaku kognitif [1,2,3].
Terapi yang mengombinasikan antara terapi kognitif dan terapi perilaku ini diketahui paling efektif untuk mengatasi fobia [8].
Setiap sesi prosedur terapi ini hanya sekitar 30-60 menit di mana terapis akan membantu pasien memahami masalah dan pemicu rasa takut berlebihan terhadap kuman yang diderita oleh pasien [8].
Selama proses terapi, pasien juga akan dibantu agar tidak lagi menghindari rasa takut karena hal ini justru semakin memperburuk gejala germaphobia [1,2,3,8].
Terapi ini penting dalam mengubah persepsi, tindakan dan reaksi negatif pasien terhadap situasi yang berkaitan dengan kuman [1,2,3,8].
Terapis akan memberikan latihan-latihan praktek yang aman dan nyaman untuk dilakukan oleh pasien agar kondisi lebih cepat dan maksimal untuk menjadi lebih baik [1,8].
Psikoterapi ini pun memiliki efektivitas sama besar dengan terapi perilaku kognitif dalam mengatasi gangguan kecemasan dan berbagai fobia spesifik [1,4,5,6].
Terapis dalam hal ini membantu pasien untuk membuat diri pasien lebih baik melalui proses pemaparan terhadap obyek dan situasi pemicu germaphobia [1,4,5,6].
Terapis mendorong pasien untuk mengingat, membayangkan dan bahkan melihat langsung situasi terkait dengan situasi maupun obyek yang dianggap mengandung banyak kuman [1,4,5,6].
Untuk meredakan gejala-gejala germaphobia, biasanya dokter akan memberikan resep obat SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors) dan/atau SNRI (serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors) [1,2,3,4,5,6].
Selain itu, beberapa jenis obat lain seperti sedatif, antihistamin dan beta blockers juga akan dokter resepkan tergantung dari kondisi pasien [9].
Selama pemulihan bersama dengan psikoterapi dan penggunaan obat-obatan resep dokter, pasien sendiri dapat melakukan beberapa hal.
Meditasi, makan makanan yang sehat setiap hari, relaksasi (melalui Yoga dan latihan pernapasan), cukup tidur, membiarkan tubuh tetap aktif, memperoleh dukungan kelompok atau komunitas, dan mengurangi asupan kafein (bagi pengonsumsi kafein) adalah perubahan gaya hidup yang akan memberikan manfaat bagi gejala germaphobia [1].
Tinjauan Terapi perilaku kognitif, terapi eksposur, obat-obatan, serta perubahan gaya hidup dapat membantu memulihkan kondisi pasien germaphobia.
Germaphobia dapat menjadi penyebab beberapa penderitanya mengalami hambatan dalam kehidupan sehari-harinya.
Germaphobia yang tidak segera ditangani akan membuat gejala bertambah buruk dengan risiko komplikasi seperti [2,3] :
Belum diketahui cara mencegah agar seseorang tidak mengalami germaphobia.
Namun dengan mengenali gejala awal, memeriksakan kondisi secepatnya dan memperoleh penanganan dini akan menghindarkan penderita dari risiko komplikasi.
Tinjauan Tidak diketahui cara mencegah germaphobia, namun diagnosa dan penanganan dini sangat dianjurkan agar tidak berakibat pada komplikasi serius.
1. Lisa Fritscher & Steven Gans, MD. How to Treat Mysophobia or the Fear of Germs. Verywell Mind; 2020.
2. Anonim. Mysophobia (Fear of Germs) Symptoms, Causes, and Treatments. Psych Times; 2021.
3. Sophie Roberts. What is mysophobia and what causes a fear of germs? Symptoms, treatment and celebrity sufferers. The Sun; 2018.
4. Chandan K. Samra & Sara Abdijadid. Specific Phobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
5. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
6. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th Ed.). Washington, DC: Author; 2013.
8. Matthew D Mitchell, Philip Gehrman, Michael Perlis, & Craig A Umscheid. Comparative effectiveness of cognitive behavioral therapy for insomnia: a systematic review. BMC Family Practice; 2012.
9. Dilip R. Patel, Cynthia Feucht, Kelly Brown, & Jessica Ramsay. Pharmacological treatment of anxiety disorders in children and adolescents: a review for practitioners. Translational Pediatrics; 2018.