Penyakit & Kelainan

Glossophobia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Glossophobia?

Glossophobia merupakan salah satu jenis kondisi fobia sosial (social phobia) yang juga tergolong gangguan kecemasan sosial di mana penderitanya memiliki ketakutan berlebih ketika harus bicara di depan umum [1,2,3,4,7].

Dalam hal ini, penderita memiliki ketakutan terhadap situasi sosial hanya saja, penderita tingkat keparahan gejalanya termasuk ringan bila dibandingkan dengan jenis fobia sosial lainnya.

Penderita glossophobia akan mengalami kegugupan saja ketika harus berbicara di depan banyak orang.

Ia tidak nyaman ketika harus berbicara dilihat oleh sekumpulan orang, namun tak masalah dan bahkan tak takut ketika harus bertemu orang baru.

Penderita glossophobia juga akan tetap baik-baik saja ketika melakukan aktivitasnya di depan orang lain sehingga disebut memiliki gejala ringan.

Tinjauan
Glossophobia adalah sebuah kondisi gangguan kecemasan sosial di mana seseorang merasa takut berlebihan ketika harus berbicara di depan umum.

Fakta Tentang Glossophobia

Sekitar 40% audiens mengalami yang namanya ketakutan dan kecemasan saat harus berbicara di depan umum atau public speaking [1].

Glossophobia bukanlah penyakit kronis dan berbahaya hingga mengancam jiwa dan 4 dari 10 orang Amerika mengalami hal tersebut [1].

Pada populasi global, prevalensi glossophobia diketahui mencapai 15-30% di mana 10% diantaranya mengalami hambatan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari [2].

Di Indonesia, data prevalensi nasional glossophobia belum diketahui secara detail walaupun jenis fobia ini dijumpai pada anak-anak sekolah di sejumlah wilayah [3,4].

Penyebab Glossophobia

Setiap manusia memiliki mekanisme fight or flight ketika dalam keadaan terancam.

Tubuh manusia akan mengeluarkan reaksi untuk bertahan yang terjadi secara alami.

Ketika mekanisme ini terjadi, kadar tekanan darah, kadar gula darah hingga frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan karena pelepasan hormon steroid dan adrenalin oleh otak.

Pada waktu terancam, manusia menjadi lebih kuat dan bertenaga karena faktor-faktor tersebut karena mempersiapkan diri dalam menghadapi segala ancaman yang ada.

Hanya saja, mekanisme seperti ini tak berlaku dan cenderung tidak bekerja dengan baik pada kasus glossophobia, di mana ketakutan melanda saat hendak berbicara di depan umum.

Hingga kini, penyebab pasti glossophobia belum diketahui, namun terdapat dugaan bahwa beberapa faktor di bawah ini berperan besar :

  • Faktor Lingkungan

Faktor ini lebih berkaitan dengan pengalaman seseorang dalam berbicara di depan umum yang pernah gagal di masa lalu dan menimbulkan trauma [5,6].

Hanya saja, faktor ini masih diteliti lebih lanjut dan penjelasannya pun masih terbatas.

  • Faktor Genetik

Faktor keturunan atau genetik juga dapat menjadi salah satu sebab seseorang mengalami gangguan kecemasan sosial, termasuk dalam hal glossophobia [5].

Fobia sosial dapat diturunkan di dalam keluarga di mana seseorang memiliki ketakutan akan dipermalukan, dihakimi atau ditolak ketika berbicara di depan banyak orang.

Hanya saja, terkait faktor genetik ini pun masih diperlukan penelitian lebih dalam dan jauh.

Tinjauan
Glossophobia diduga kuat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Meski demikian, kedua faktor yang dikaitkan dengan terjadinya glossophobia pada seseorang masih perlu diteliti lebih jauh dan detail.

Gejala Glossophobia

Glossophobia dapat menimbulkan beberapa gejala fisik, yaitu meliputi [7] :

  • Otot tegang
  • Mual
  • Detak jantung meningkat
  • Pusing
  • Terkadang dapat disertai muntah
  • Tubuh gemetaran
  • Tubuh berkeringat lebih banyak
  • Timbul keinginan untuk segera selesai bicara di depan banyak orang
  • Sesak napas
  • Timbul keinginan untuk buang air kecil ketika hendak mulai bicara di depan umum

Pada kondisi seseorang dengan glossophobia, gejala-gejala tersebut dapat terjadi karena terjadi peningkatan denyut nadi dan tekanan darah akibat mekanisme fight or flight [7,8].

Penanganan Glossophobia

Terdapat beberapa metode dalam menangani glossophobia di mana penanganan ini perlu segera ditempuh penderita agar tidak menghambat aktivitas sehari-hari dalam jangka panjang.

Untuk penanganan yang sesuai dengan kondisi, konsultasikan dengan dokter mengenai metode seperti apa yang ingin dijalani.

Beberapa pilihan penanganan glossophobia antara lain adalah seperti di bawah ini :

Melalui Obat-obatan

Pemberian obat-obatan dilakukan oleh dokter khususnya jika penderita tak mengalami kemajuan saat menjalani terapi.

Beberapa jenis obat anticemas kemungkinan akan diresepkan dan berikut ini adalah golongan obat yang umumnya menangani gejala glossophobia [9] :

  • Benzodiazepine, khusus untuk penderita glossophobia dengan kondisi kecemasan parah dan mengalami hambatan setiap beraktivitas normal.
  • Antidepresan, yaitu obat untuk mengatasi depresi pada penderita glossophobia yang juga digunakan dengan tujuan mengendalikan rasa cemas berlebih dalam diri pasien.
  • Beta-blockers, yaitu obat untuk penurun tekanan darah jika memang penderita mengalami peningkatan tekanan darah. Beta-blockers juga bertujuan mengatasi gangguan jantung serta mengendalikan gejala-gejala fisik yang timbul pada glossophobia.

Melalui Psikoterapi

Glossophobia adalah salah satu kasus gangguan kecemasan sosial yang perlu diatasi dengan menempuh psikoterapi [10].

Terapis profesional akan meminta penderita mengikuti terapi perilaku kognitif untuk mengidentifikasi akar dari segala gejala glossophobia [11].

Pasien sendiri perlu mengenali apa penyebab kecemasan berbicara di depan umum secara jelas.

Salah satu contoh akar dari kasus gangguan kecemasan sosial seperti glossophobia adalah masa kecil yang kurang menyenangkan.

Perasaan takut diolok dan ditertawakan termasuk alasan penderita mengalami glossophobia sehingga merasakan kecemasan setiap berhadapan dengan banyak orang dan harus berbicara panjang lebar.

Pikiran-pikiran negatif seperti ini perlu diubah dan terapis akan membantu pasien untuk memperbaikinya.

  • Terapis akan membantu mengubah cara pikir negatif pasien menjadi lebih positif, seperti daripada berpikir bahwa audiens akan mengolok, menertawakan atau mempermalukan, pasien perlu berpikir bahwa audiens ingin penderita sukses.
  • Terapis akan membantu penderita untuk menerima bahwa semua orang dapat membuat kesalahan sehingga tak perlu takut untuk salah bicara bahkan di depan umum. Bahkan audiens tidak selalu memerhatikan adanya kesalahan yang dilakukan oleh si pembicara.
  • Terapis akan membantu penderita meyakinkan diri bahwa ia bisa melakukannya, khususnya dengan materi yang sudah dipersiapkan secara matang. Pasien akan dibantu untuk berpikir bahwa materi yang telah disiapkan itu hebat dan pasien hanya perlu percaya terhadap apa yang sudah dipelajarinya.

Melalui psikoterapi, pasien dapat mengidentifikasi segala ketakutannya dan melawan semua itu secara positif.

Terapis profesional akan menumbuhkan rasa percaya diri pasien sehingga saat berada di depan audiens yang lebih besar.

Melalui Penanganan Mandiri

Untuk menghindari perasaan takut bicara di depan publik, beberapa penanganan mandiri untuk memulihkan diri dan meningkatkan rasa percaya diri di bawah ini layak dicoba [12,13] :

  • Mengikuti workshop atau kelas public speaking.
  • Mengikuti pelatihan khusus untuk publik speaking.
  • Mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan sematang mungkin.
  • Menghindari memaksakan diri menghafal seluruh bahan presentasi, namun pahami intinya dan persiapkan apa yang hendak disampaikan.
  • Menyiapkan kalimat pembuka dengan baik, sebab biasanya rasa gugup dan cemas berlebih timbul dari pembukaan presentasi atau pidato.
  • Membuat skrip presentasi, lalu melatihanya sampai benar-benar merasa menguasainya hingga tanpa harus menggunakan skrip tersebut.
  • Melakukan latihan presentasi sampai benar-benar nyaman dengan penyampaiannya, karena semakin banyak latihan, rasa percaya diri semakin kuat.
  • Merekam proses latihan dan memberikan penilaian terhadap penampilan diri sendiri mengenai apa yang perlu diubah, ditambah atau mungkin dikurangi (baik tampilan fisik, ekspresi wajah, gerakan tubuh, maupun suara) sebelum benar-benar maju presentasi secara nyata.
  • Membuat presentasi sedetail namun juga seringkas mungkin agar audiens tetap tertarik dan menangkap apa yang disampaikan tanpa meninggalkan intinya.
  • Mencatat segala kemungkinan pertanyaan yang akan diajukan oleh audiens, lalu persiapkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut.
  • Jika perlu, melibatkan audiens dalam proses presentasi juga sekiranya dapat menjadi nilai tambah, yaitu dengan memberi pertanyaan kepada audiens.
  • Mengenali siapa saja audiens yang datang dan menyimak dapat membantu memaksimalkan proses persiapan presentasi.

Sebelum dan selama presentasi, pastikan sejumlah hal di bawah ini lebih diperhatikan :

1. Sebelum Presentasi

Hindari mengonsumsi kafein, baik makanan maupun minuman.

Kafein dapat meningkatkan detak jantung yang juga berpotensi meningkatkan rasa cemas [14].

Pastikan bahwa segala peralatan dan perlengkapan untuk presentasi telah dicoba dan bekerja dengan baik.

Bila presentasi atau pidato dilakukan di tempat baru, berkelilinglah lebih dulu agar lebih nyaman dan beradaptasi dengan baik di tempat itu.

Tepat sebelum presentasi, tarik napas dalam-dalam secara perlahan untuk membuat diri sendiri jauh lebih rileks.

2. Selama Presentasi

Tidak perlu merasa bersalah apalagi meminta maaf hanya karena gugup; hampir semua orang akan merasakan hal yang sama bila harus bicara di depan banyak orang [13].

Lakukan yang terbaik dan terima stres yang dirasakan, anggap itu sebagai suatu hal yang normal.

Tenang, tersenyum, dan lakukan kontak mata dengan audiens; bahkan jika ada waktu, mengobrol sebentar dengan audiens yang dijumpai hari itu akan membantu meningkatkan rasa percaya diri.

Hindari bicara terlalu cepat maupun dengan suara yang terlalu kecil; kontrol nafas dengan baik saat bicara dan minumlah sedikit jika tenggorokan kering [13].

Gugup adalah suatu perasaan yang normal karena setiap pembicara akan mengalami kecemasan itu.

Bahkan orang-orang yang tampak sudah terbiasa berbicara di depan umum juga dapat merasakan gugup.

Lakukan sesuai dengan apa yang sudah dipersiapkan, dan yakin pasti segalanya berjalan dengan lancar.

Tinjauan
Penanganan glossophobia adalah dengan tiga metode, yaitu melalui pemberian obat-obatan, psikoterapi dan penanganan mandiri. Penanganan mandiri dapat dilakukan dengan mempersiapkan materi yang akan dibawakan di depan umum secara matang serta mempersiapkan mental dan pikiran yang positif supaya rasa percaya diri meningkat.

Komplikasi Glossophobia

Rata-rata pekerjaan melibatkan aksi berbicara di depan umum karena dibutuhkannya kemampuan public speaking dalam berbagai hal.

Seseorang dengan kondisi glossophobia tak akan mudah menghadapi publik dan konsekuensi penurunan performa kerja hingga kehilangan pekerjaan itu sendiri sangat besar [2,15].

Risiko penderita fobia sosial sendiri dalam mengembangkan kondisi gangguan kecemasan dan depresi lebih besar [6].

Hal ini karena penderita cenderung mengisolasi diri dan mampu berakibat pada rasa kesepian yang dapat meningkat menjadi sebuah kondisi depresi berat.

Pencegahan Glossophobia

Tidak terdapat cara khusus untuk mencegah glossophobia karena penyebab pasti kondisi ini belum jelas diketahui.

Namun agar kondisi glossophobia tidak berkembang menjadi semakin serius dan meningkatkan risiko komplikasi pada penderitanya, segera atasi gejala yang timbul.

Deteksi dan penanganan dini akan sangat membantu agar penderita lebih cepat pulih dan memiliki pola pikir yang lebih positif.

Tinjauan
Untuk meminimalisir risiko perburukan gejala dan timbulnya komplikasi pada penderita glossophobia, deteksi dan penanganan dini perlu secepatnya diperoleh penderita.

1. Geoffrey Brewer. Snakes Top List of Americans' Fears. GALLUP; 2001.
2. Vickram Tejwani, MD; Duc Ha, MD; & Carlos Isada, MD. Observations: Public Speaking Anxiety in Graduate Medical Education—A Matter of Interpersonal and Communication Skills? Journal of Graduate Medical Education; 2016.
3. Ajeng Rachmawati & Wiryo Nuryono, S.Pd., M.Pd. Penerapan Konseling Naratif untuk Mengurangi Tingkat Glossophobia Siswa Kelas X SMAN 13 Surabaya. Media Neliti; 2016.
4. Atrup & Dwi Fatmawati. Hipnoterapi Teknik Regression Therapy Untuk Menangani Penderita Glossophobia Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pijar Nusantara; 2018.
5. E. K. Loken, J.M. Hettema, S.H. Aggen, & K. S. Kendler. The structure of genetic and environmental risk factors for fears and phobias. HHS Public Access; 2015.
6. Alexandre Heeren, Grazia Ceschi, David P Valentiner, Vincent Dethier, & Pierre Philippot. Assessing public speaking fear with the short form of the Personal Report of Confidence as a Speaker scale: confirmatory factor analyses among a French-speaking community sample. Neuropsychiatric Disease and Treatment; 2013.
7. Graham D. Bodie. A Racing Heart, Rattling Knees, and Ruminative Thoughts: Defining, Explaining, and Treating Public Speaking Anxiety. Taylor & Francis Online; 2009.
8. David S. Goldstein. Adrenal Responses to Stress. HHS Public Access; 2011.
9. John Huh, MD, Deborah Goebert, DrPH, Junji Takeshita, MD, Brett Y. Lu, MD, PhD, & Mark Kang, MD. Treatment of Generalized Anxiety Disorder: A Comprehensive Review of the Literature for Psychopharmacologic Alternatives to Newer Antidepressants and Benzodiazepines. The Primary Care Companion for CNS Disorders; 2011.
10. Omid V. Ebrahimi, Ståle Pallesen, Robin M. F. Kenter, & Tine Nordgreen. Psychological Interventions for the Fear of Public Speaking: A Meta-Analysis. Frontiers in Psychology; 2019.
11. Page L Anderson, Elana Zimand, Larry F Hodges, & Barbara O Rothbaum. Cognitive behavioral therapy for public-speaking anxiety using virtual reality for exposure. Depression and Anxiety; 2005.
12. Marcel Takac, James Collett, Kristopher J. Blom, Russell Conduit, Imogen Rehm, & Alexander De Foe. Public speaking anxiety decreases within repeated virtual reality training sessions. PLoS One; 2019.
13. M John. Message in a body: controlling your nerves during an oral presentation. HSR Proceedings in Intensive Care & Cardiovascular Anesthesia; 2010.
14. Gareth Richards & Andrew Smith. Caffeine consumption and self-assessed stress, anxiety, and depression in secondary school children. Journal of Psychopharmacology; 2015.
15. Joseph A Himle, Ph.D., Addie Weaver, Deborah Bybee, Lisa O'Donnell, Sarah Vlnka, Wayne Laviolette, Edward Steinberger, Golenberg Zipora, & Debra Siegel Levine. A comparison of unemployed job-seekers with and without social anxiety. HHS Public Access; 2015.

Share