Daftar isi
Heliophobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik di mana seseorang memiliki ketakutan berlebihan dan irasional terhadap matahari [1,21].
Hal ini menandakan bahwa seseorang dengan heliophobia akan menghindari keluar ruangan saat pagi hingga sore hari.
Para penderita heliophobia cenderung panik, takut dan cemas ekstrem ketika harus keluar dengan kondisi luar ruangan yang terang benderang.
Heliophobia sendiri pun diketahui berasal dari bahasa Yunani, yaitu helios yang berarti matahari dan phobia yang berarti takut.
Dalam kondisi fobia spesifik ini, terdapat beberapa faktor yang sebenarnya beralasan dan masuk akal untuk menghindari matahari secara berlebihan.
Tinjauan Heliophobia adalah rasa takut dan cemas berlebihan yang bersifat irasional terhadap matahari.
Seperti fobia pada umumnya, heliophobia dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa meski ada pula kemungkinan berkaitan dengan faktor genetik.
Riwayat kesehatan keluarga dapat memengaruhi kesehatan mental maupun fisik keturunan-keturunannya [1,2,4,5].
Hal ini menandakan bahwa seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami fobia spesifik seperti heliophobia apabila anggota keluarga ada yang memiliki gangguan kecemasan serta fobia spesifik yang sama maupun berbeda.
Heliophobia pun berpotensi diperburuk oleh keberadaan gangguan mental lainnya.
Pernah mengalami kulit terbakar yang sangat parah saat masih kecil adalah salah satu contoh kejadian yang dapat membuat seseorang trauma [1,5].
Karena tak ingin sampai terjadi kembali, seseorang akan menghindari sinar matahari secara ekstrem.
Bahkan ketika terpapar sedikit saja sinar matahari dapat menimbulkan ketakutan yang hebat.
Seseorang dapat begitu merasa cemas dan ketakutan terhadap sinar matahari karena membaca atau mendengar informasi mengenai efeknya.
Membaca ataupun mendengarkan berita dan cerita tentang efek penuaan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari dapat menimbulkan rasa takut luar biasa [6].
Selain kabar tentang penuaan dini, efek paparan sinar matahari yang mampu memicu kanker kulit pun dapat menjadi hal menakutkan bagi beberapa orang.
Seseorang dapat mengalami heliophobia karena pengaruh lingkungan sehingga menjadi suatu respon yang dipelajari [1,3,4,5].
Seseorang yang sering melihat bagaimana orang tua, kerabat atau temannya menghindari matahari karena alasan tertentu, ada kemungkinan hal ini menumbuhkan rasa takut dan keinginan yang sama untuk menghindari matahari.
Serangan panik dan cemas dialami oleh Lucy Jeffries dari Southend, Essex ketika dirinya berada di luar ruangan dan terpapar sinar matahari hanya dalam waktu 10 menit [21].
Timbulnya tumor ganas di bagian leher dan sempat diangkat bersama dengan setengah dari kelenjar getah bening membuatnya takut terhadap kanker sekaligus matahari.
Risiko kanker membuatnya sama sekali takut dan khawatir terhadap tubuhnya yang terpapar sinar matahari sehingga menjauhi aktivitas di siang hari.
Tinjauan Faktor genetik, pengalaman traumatis, pengaruh media, pengaruh lingkungan, dan riwayat medis tertentu dapat menjadi faktor peningkat risiko seseorang mengalami fobia spesifik, termasuk pada kasus heliophobia.
Heliophobia merupakan kondisi yang cukup mirip dengan sejumlah kondisi medis.
Berikut ini adalah perbedaan antara heliophobia dengan sejumlah kondisi serupa :
Photodermatitis merupakan kondisi reaksi fisik abnormal seseorang terhadap sinar ultraviolet [7].
Kondisi ini mampu menyebabkan kulit mengalami ruam, bintik-bintik kemerahan, dan juga iritasi.
Sementara itu porphyria merupakan istilah medis untuk penyakit langka yang mampu menyebabkan photodermatitis parah.
Ketika kulit dalam kondisi photodermatitis dan terpapar sinar matahari, porphyria dapat memperparah kondisi ini.
Porphyria defisiensi besi merupakan jenis kondisi yang diderita oleh Vlad the Impaler, karakter Dracula [8,9].
Perbedaannya dari heliophobia adalah bahwa porphyria sendiri merupakan rasa takut yang berkaitan dengan sensitivitas medis terhadap matahari sehingga tidak tergolong sebagai fobia spesifik.
Orang-orang dengan penyakit langka tertentu, terutama dengan sensitivitas tinggi terhadap matahari, mereka akan menghindari matahari agar tidak memperburuk kondisi yang sedang dialami.
Penghindaran terhadap matahari di sini tentu di bawah pengawasan dokter dan cenderung dianjurkan oleh dokter.
Oleh sebab itu, photodermatitis dan porphyria merupakan dua kondisi berkaitan namun berbeda dari heliophobia.
Beberapa orang yang menggunakan obat oral (minum) maupun obat topikal (oles) untuk kulit dapat kemudian mengalami kulit yang hipersensitif [10].
Perubahan yang terjadi pada kulit akan lebih dirasakan ketika terpapar sinar ultraviolet dari matahari.
Reaksi fototoksik dapat timbul karenanya di mana hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa jenis antibiotik seperti antidepresan trisiklik dan tetracycline.
Beberapa orang dengan kondisi penyakit Lupus dan skleroderma memiliki tingkat sensitivitas terhadap paparan cahaya matahari lebih tinggi dari non-penderita.
Penyakit Lupus adalah sebuah jenis penyakit yang berkaitan dengan gangguan sel-sel darah [11].
Sel darah merah, trombosit atau sel darah putih yang jumlahnya terlalu rendah adalah sebuah gangguan kesehatan yang disebut dengan penyakit Lupus.
Penderita penyakit ini dapat mengalami radang di beberapa bagian tubuh, seperti otak, ginjal, sendi maupun kulit.
Sementara itu, skleroderma adalah jenis penyakit pada jaringan ikat bagian tubuh manapun dan menyebabkannya mengeras sekaligus menebal [12].
Penyakit ini menyerang kulit, jantung, paru, dan juga pembuluh darah serta dapat memengaruhi wajah, kaki hingga tangan.
Selain penampilan, gerakan tubuh dapat menjadi sangat terbatas karena pengerasan dan penebalan jaringan ikat.
Sebagai solusi, menghindari cahaya matahari adalah suatu cara yang mampu membantu agar gejala tidak memburuk dan bukan bagian dari fobia spesifik.
Photophobia dan heliophobia sepintas mungkin terlihat memiliki kondisi yang sama, namun keduanya sebenarnya berbeda.
Photophobia tidak termasuk dalam jenis fobia spesifik karena pada dasarnya mata penderita photophobia mengalami sensitivitas tinggi terhadap cahaya [13].
Berada di dalam ruangan dengan tingkat pencahayaan dari lampu yang tinggi cenderung memberikan efek silau dan nyeri pada mata penderita.
Sedangkan pada kasus heliophobia, penderitanya akan menghindari aktivitas di luar ruangan sewaktu pagi hingga sore sampai matahari tidak ada lagi.
Jika photophobia adalah sensitivitas mata terhadap seluruh jenis cahaya, maka heliophobia merupakan fobia atau ketakutan spesifik terhadap cahaya matahari.
Seperti halnya fobia spesifik lain, heliophobia mampu menimbulkan sejumlah gejala fisik, psikologis, maupun perilaku seperti berikut [1,4,5,21] :
Tinjauan Gangguan panik, kecemasan, sesak napas, tubuh berkeringat dan gemetaran, tekanan darah naik, mual, hingga terus-menerus menghindari aktivitas siang hari agar tak terpapar matahari adalah gejala utama dari heliophobia.
Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan menjadi langkah utama dalam mendiagnosa kondisi pasien dengan gejala heliophobia [3].
Dokter atau terapis akan bertanya kepada kepada pasien secara rinci mengenai riwayat gejala fisik maupun mental.
Pasien pun sebaiknya menginformasikan kepada dokter mengenai riwayat medis, psikiatrik dan sosial yang pernah dialami.
Dokter ahli kesehatan jiwa dan mental umumnya menggunakan kriteria diagnostik DSM-5 untuk menentukan pasien mengalami fobia spesifik atau tidak.
Berikut ini kriteria diagnostik DSM-5 sebagai panduan dalam memeriksa pasien heliophobia maupun pasien fobia spesifik lainnya [14].
Tinjauan Pemeriksaan fisik dan mental menjadi metode utama dalam proses diagnosa heliophobia. Kriteria diagnostik DSM-5 digunakan sebagai panduan untuk memastikan kondisi pasien.
Heliophobia sebagai fobia spesifik umumnya ditangani melalui beberapa metode, yaitu psikoterapi dan obat-obatan.
Namun pada beberapa kasus, perubahan gaya hidup juga diperlukan agar gangguan kecemasan dapat diredakan.
SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), sedatif, dan beta-blockers adalah jenis-jenis obat yang dokter dapat resepkan tergantung dari gejala dan kondisi menyeluruh pasien [15,16].
Antidepresan dan anticemas akan mengurangi gejala gangguan panik serta gangguan kecemasan.
Beta-blockers adalah jenis obat yang akan menurunkan kadar tekanan darah bila terjadi peningkatan.
Sedatif biasanya diberikan sebagai alternatif saja karena dapat memicu ketergantungan.
Obat-obatan ini kerap dikombinasi bersama dengan psikoterapi.
Terapi perilaku kognitif secara umum perlu ditempuh oleh penderita gangguan kecemasan, serangan panik dan fobia spesifik sekalipun [1,5].
Terapis profesional akan mendampingi pasien selama prosedur dengan tujuan agar pasien lebih memahami emosi, pikiran dan perilakunya.
Terdapat beberapa latihan fisik yang juga disediakan oleh terapis agar pasien dapat mengatasi fobia serta meredakan tingkat kecemasan berlebihannya.
Jenis psikoterapi selain terapi perilaku kognitif adalah terapi eksposur yang artinya pasien akan secara teratur diekspos ke sumber rasa takutnya [1,3,4,5].
Pemaparan ini harus dilakukan secukupnya dan tidak berlebihan agar gejala pasien tidak memburuk [1].
Dengan begitu, terapis akan mengekspos pasien ke sinar matahari terus-menerus sampai pasien dapat menangani rasa cemas dan takutnya.
Pada pertama kali sesi eksposur, tentu terapis hanya akan mengekspos pasien ke cahaya matahari yang sangat sedikit.
Hal ini bertujuan utama membuat pasien terbiasa dengan sinar matahari sehingga ketakutan dan kecemasannya berkurang.
Lebih rutin berolahraga (seminggu setidaknya tiga kali), meditasi, melakukan latihan Yoga, serta mengurangi asupan kafein berlebih dapat membantu meredakan stres dan kecemasan [17,18,19].
Pengelolaan stres dengan cara alami seperti keempat hal tersebut sangat positif dan akan membantu proses pemulihan fobia spesifik apa saja, termasuk heliophobia.
Tinjauan Psikoterapi (terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur), pemberian obat-obatan (SSRI, beta-blockers dan sedatif) serta beberapa perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat dapat menjadi penanganan bagi pasien heliophobia.
Heliophobia pada dasarnya merupakan kondisi yang ringan secara umum, namun jika tidak segera mendapatkan penanganan penderita akan terus menghindari sinar matahari.
Pada beberapa kasus, heliophobia dapat menjadi salah satu pemicu berbagai masalah di kehidupan sehari-hari penderita [3].
Penderita tidak dapat menghindari paparan matahari selamanya, terutama jika terdapat pekerjaan yang mengharuskan penderita berada di luar ruangan saat siang hari.
Memilih beraktivitas di malam hari saja tentunya bukan hal baik untuk kesuksesan pekerjaan.
Penderita heliophobia yang masih anak-anak tentu tidak mudah menghindari sekolah di pagi dan siang hari.
Waktu sekolah tak dapat dipindahkan ke malam hari secara fleksibel.
Beberapa hal yang dapat menjadi risiko komplikasi heliophobia antara lain adalah [4,20] :
Tinjauan Terhambatnya kelangsungan hidup normal penderita, penurunan kualitas hidup, depresi berat, isolasi diri, hingga kemungkinan bunuh diri dapat menjadi risiko komplikasi heliophobia.
Belum diketahui jelas cara mencegah heliophobia agar tidak terjadi sama sekali, namun mengatasi gejalanya sejak dini sangat dianjurkan.
Ketika mengatasi gejalanya sedari dini, pemulihan pasien akan jauh lebih mudah dan cepat.
Penanganan dini pun bertujuan sebagai cara meminimalisir risiko komplikasi yang membahayakan fisik serta mental penderita.
Tinjauan Pemeriksaan dan penanganan gejala heliophobia sejak dini akan membantu menurunkan risiko komplikasi.
1. Psych Times Staff. Heliophobia (Fear of the Sun). Psych Times; 2020.
2. Murray B. Stein, MD, MPH, Chia-Yen Chen, ScD, Sonia Jain, PhD, Kevin P. Jensen, PhD, Feng He, MS, Steven G. Heeringa, PhD, Ronald C. Kessler, PhD, Adam Maihofer, MS, Matthew K. Nock, PhD, Stephan Ripke, MD, Xiaoying Sun, MS, Michael L. Thomas, PhD, Robert J. Ursano, MD, Jordan W. Smoller, MD, ScD,4,5 & Joel Gelernter, MD. Genetic Risk Variants for Social Anxiety. HHS Public Access; 2018.
3. Chandan K. Samra & Sara Abdijadid. Specific Phobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
4. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
5. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
6. Flament F, Bazin R, Laquieze S, Rubert V, Simonpietri E, & Piot B. Effect of the sun on visible clinical signs of aging in Caucasian skin. Dovepress; 2013.
7. Phil Lieberman, M.D. Photodermatitis. American Academy of Allergy Asthma & Immunology; 2019.
8. Boston Children's Hospital. 'Vampires' may have been real people with this blood disorder. Science Daily; 2017.
9. Dr. Peter W. Kujtan, B.Sc., M.D., Ph.D. Porphyria: The Vampire Disease. Bydewey; 2005.
10. Anonim. Sun Allergy (Photosensitivity). Harvard Health Publishing - Harvard Medical School; 2018.
11. Anonim. UV exposure: What you need to know. Lupus Foundation of America; 2020.
12. Amaka Odonwodo; Talel Badri; & Anis Hariz. Scleroderma. National Center for Biotechnology Information; 2020.
13. Lucy Nguyen. Light Sensitivity? How to Identify and Treat Photophobia. Eye Care Leaders; 2018.
14. Anonim. Specific Phobias. Perelman School of Medicine University of Pennsylvania; 2020.
15. Serge A Steenen, Arjen J van Wijk, Geert JMG van der Heijden, Roos van Westrhenen, Jan de Lange, & Ad de Jongh. Propranolol for the treatment of anxiety disorders: Systematic review and meta-analysis. Journal of Psychopharmacology; 2016.
16. Dilip R. Patel, Cynthia Feucht, Kelly Brown, & Jessica Ramsay. Pharmacological treatment of anxiety disorders in children and adolescents: a review for practitioners. Translational Pediatrics; 2018.
17. Elizabeth Aylett, Nicola Small, & Peter Bower. Exercise in the treatment of clinical anxiety in general practice – a systematic review and meta-analysis. BioMed Central Health Services Research; 2018.
18. Josefien J. F. Breedvelt, Yagmur Amanvermez, Mathias Harrer, Eirini Karyotaki, Simon Gilbody, Claudi L. H. Bockting, Pim Cuijpers, & David D. Ebert. The Effects of Meditation, Yoga, and Mindfulness on Depression, Anxiety, and Stress in Tertiary Education Students: A Meta-Analysis. Frontiers in Psychiatry; 2019.
19. Gareth Richards & Andrew Smith. Caffeine consumption and self-assessed stress, anxiety, and depression in secondary school children. Journal of Psychopharmacology; 2015.
20. Michelle Gallagher, Mitchell J. Prinstein, Valerie Simon, & Anthony Spirito. Social anxiety symptoms and suicidal ideation in a clinical sample of early adolescents: examining loneliness and social support as longitudinal mediators. HHS Public Access; 2017.
21. Nikki Watkins. I’m so afraid of sunlight I’ve barely been out for two years. The Sun; 2013.