Sejumlah jamur yang dapat dimakan ditemukan di alam tumbuh melimpah ruah tersedia dalam berbagai jenis, varietas dan rasa. Jamur morel merupakan salah satu jamur yang cukup langka namun aman dan dapat dikonsumsi.
Jamur dengan topi berlubang ini ternyata memiliki harga yang tinggi dan tidak hanya digunakan sebagai sajian kuliner saja namun juga berkhasiat untuk kesehatan tubuh hingga produk kosmetik.
Daftar isi
Jamur morel yang tersebar di alam saat ini diketahui sangat sedikit jenisnya. Jamur morel (Morchella esculenta) yang paling umum diketahui yaitu morel kuning (Morchella esculentoides). Ukuran jamur morel bervariasi, umumnya berukuran kecil namun di kemudian dapat tumbuh semakin besar hingga mencapai 12 inci.[1]
Morel kuning memiliki topi yang berbentuk menyerupai sarang lebah, dengan punggung dan lubang yang benar-benar kosong berwarna kuning keabu-abuan hingga kuning kecoklatan. Biasanya menjadi lebih gelap seiiring bertambahnya usia.
Bentuk topinya umumnya oval, namun ada juga yang kerucut dan terkadang memanjang. Bagian bawah topinya menyatu dengan tangkai.[1,2]
Tangkainya kokoh berwarna putih atau krem pucat, bergaris dan berongga. Terkadang ditandai dengan bercak coklat dekat dekat pangkalnya. Ukuran tangkainya terkadang semakin mendekat ke pangkalan juga semakin membesar dengan diameter sekitar 1,5 inci sampai 6 inci pada pangkalannya.[1,2]
Jamur morel tumbuh secara liar baik tunggal maupun berkelompok di berbagai macam habitat mulai dari tanah hutan yang lembab, hutan yang gugur, daerah yang baru terbakar, bahkan di dasar sungai.
Bahkan baru-baru ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan jamur morel ditemukan tumbuh di Gunung Rinjani, Indonesia. [1,2,3]
Perbedaan Jamur Morel dengan ‘Morel Palsu’
Berikut informasi nilai gizi yang terkandung dalam setiap 100 gram sajian jamur morel.[4]
Nama | Jumlah | Satuan Unit |
Kalori | 31 | kJ |
Total karbohidrat | 5.1 | g |
: Serat makanan | 2.8 | g |
Lemak total | 0.6 | g |
Lemak jenuh | 0.1 | g |
Protein | 3.1 | g |
Vitamin D | 5.10 | mcg |
Niacin | 2.252 | mg |
Asam Pantotenat | 0.440 | mg |
Riboflavin | 0.205 | mg |
Thiamin | 0.069 | mg |
Vitamin A | 0.00 | IU |
Vitamin B6 | 0.136 | mg |
Folat | 9.00 | mcg |
Kalsium | 43.00 | mg |
Zat besi | 12.18 | mg |
Kalium | 411 | mg |
Tembaga | 0.625 | mg |
Magnesium | 19.00 | mg |
Mangan | 0.587 | mg |
Fosfor | 194.0 | mg |
Zinc | 2.03 | mg |
Selenium | 2.2 | mcg |
Natrium | 21.0 | mg |
Dari tabel gizi diatas, diketahui bahwa jamur morel merupakan sumber serat, protein dan berbagai mineral yang baik seperti zat besi (Zn), tembaga (Cu), fosfor (P), mangan (Mn) serta vitamin D. Selain itu, jamur morel juga rendah garam dan sangat rendah lemak serta kolesterol.[4,5]
Jamur telah digunakan selama berabad-abad tahun lamanya sebagai pengobatan tradisional dan memainkan andil penting dalam pengobatan herbal Cina serta pengobatan modern Barat.
Jamur morel akhir-akhir ini telah dimanfaatkan sebagai alternatif produk farmasi (nutraceutical) dan bahan pangan yang fungsional. Berikut manfaat kesehatan yang ditawarkan oleh jamur morel :
Jamur morel dikenal kaya akan senyawa bioaktif yang berfungsi untuk mencegah peradangan, telah terbukti bermanfaat sebagai agen pencegah tumor dan kanker.[5,7]
Aksi anti-inflamasi tersebut diketahui dapat menghambat peradangan akut maupun kronis dengan baik, sebaik menurunkan status pembakaran (oksidasi) pada sel kanker usus. Selain itu juga mampu menghambat aktivasi sinyal peradangan tubuh (sitokin).[5,9]
Senyawa etanol yang diekstrak dari miselium jamur morel juga dilaporkan memiliki aktivitas antitumor. Ekstrak etanol tersebut dipertimbangkan sebagai agen yang berpotensi menyembuhkan pada penderita yang menjalani pengobatan kemoterapi.[5]
Ekstrak polisakarida jamur morel yang diuji menggunakan alat juga dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari sel kanker usus.[5,9]
Dari sekian banyaknya senyawa bioaktif jamur morel yang berguna bagi kesehatan tubuh, salah satunya adalah kandungan polisakarida.[5]
Kandungan endo-polisakarida jamur morel yang telah direndam dan difermentasikan dilaporkan menunjukkan pengaruh dalam menurunkan kadar kolesterol tubuh yang juga berpengaruh untuk mencegah terjadinya aterosklerosis.[5,6]
Endo-polisakarida dari jamur morel menunjukkan efek yang mampu menurunkan berat badan sesuai dosis tertentu dan perubahan kadar serum lipid yang tidak tergantung pada dosis.[5]
Beberapa riset menunjukkan adanya hubungan antara total senyawa fenol dengan antioksidan dari jamur yang telah diekstrak. Senyawa polifenol dalam jamur morel juga diduga berperan besar dalam menurunkan kadar lemak dan menyeimbangkannya.[6]
Sifat antioksidan yang dapat dimanfaatkan dari jamur morel dikaitkan dengan senyawa fenol, tokoferol, karoten dan asam askorbat yang ditemukan dalam kandungannya.[5,9]
Antioksidan diduga memegang andil penting dengan membantu sistem pertahanan jaringan tubuh untuk dapat melawan jumlah radikal bebas yang terlampau tinggi jumlahnya atau disebut dengan stress oksidatif.[5]
Stres oksidatif dan formasi radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh berkaitan dengan kejadian beberapa penyakit kronis seperti kanker, diabetes, masalah jantung dan pembuluh darah, penyakit syaraf, hingga masalah penuaan.[5,9]
Radikal bebas bekerja dengan menyerang sel sampai rusak sampai menimbulkan penyakit.[5]
Miselium jamur morel disebutkan memproduksi beta karoten dan asam linoleat yang menunjukkan peran antioksidan. Selain itu polisakarida, kandungan steroid, asam lemak dan senyawa fenol juga berperan kuat sebagai antioksidan.[9]
Liver merupakan organ penting untuk proses detoksifikasi yaitu menetralkan racun yang ditemukan dalam tubuh.
Senyawa etanol yang diesktrak dari miselium jamur morel yang sengaja dibudidayakan menunjukkan aksi perlindungan terhadap berbagai masalah pada liver.[8]
Pengobatan dengan ekstrak miselium jamur morel sebanyak 250 dan 500 mg / kg terbukti mengurangi aktivitas enzim di hati yang meningkat. Sedangkan pengobatan dengan ekstrak sebanyak 500 mg / kg berat badan secara signifikan mengurangi tingkat SGPT serum.[8]
SGPT serum merupakan salah satu enzim di hati yang jika kadarnya meningkat dapat menunjukkan kondisi hati yang sedang bermasalah.
Asam linoleat merupakan salah satu asam lemak esensial yang ditemukan dalam kandungan jamur morel telah terbukti penting untuk metabolisme tubuh dan mampu meningkatkan status kesehatan.[7]
Asam linoleat tersebut diketahui berperan sebagai agen antiinflamasi, juga menunjukkan pengaruh mampu mencerahkan warna kulit, mencegah dan mengurangi timbulnya jerawat serta melembabkan kulit begitu diaplikasikan secara oles pada area kulit wajah.[7]
Peradangan terjadi disebabkan oleh beberapa alasan seperti digigit serangga, keracunan obat, alergi dan beberapa penyakit kronis.[9]
Senyawa metanol yang diekstrak dari keseluruhan tubuh jamur morel berperan sebagai antiinflamasi dan dapat mengurangi nyeri.[9]
Jamur morel diketahui sebagai sayuran yang dapat dan aman untuk dikonsumsi dan jarang menyebabkan gejala klinis.
Pada tahun 2008, sebuah riset dari Clinical Toxicology pertama kali melaporkan adanya 6 kasus di Oberbayern Jerman dengan gangguan neurologis yang timbul setelah mengonsumsi jamur morel (Morchella esculenta dan Morchella conica).[10]
Kasus tersebut menggambarkan timbulnya efek neurologis jinak yang dimulai sejak 6 – 12 jam setelah mengonsumsi jamur morel.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu ataksia (kehilangan keseimbangan tubuh) dan gangguan penglihatan. Gejala tersebut dirasakan selama satu hari kemudian hilang tanpa adanya gejala susulan.[10]
Gangguan neurologis yang ditemukan pada 6 orang anggota keluarga dengan keseluruhan 7 anggota setelah mengonsumsi 3 kg jamur morel yaitu pusing dan rasa mabuk. Sedangkan satu orang lainnya tidak menunjukkan adanya gejala.[10]
Dalam kasus keracunan, mungkin jamur morel dimasak terlalu singkat dan dikonsumsi dalam jumlah besar.
Kaya akan berbagai senyawa bioaktif dan kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan tubuh, jamur morel memiliki kemungkinan yang besar untuk berkembang dan dimanfaatkan sebagai kuliner yang lezat dan bergizi.
Sebelum mengolah jamur morel, pastikan untuk membersihkannya terlebih dahulu, kemudian iris memanjang dan rendam sebentar dalam air asin untuk menyingkirkan serangga.
Ide Penyajian Jamur Morel
Seperti semua jamur liar lainnya, selalu masak terlebih dahulu dan jangan pernah memakannya secara mentah.[1]
Untuk menjaga senyawa bioaktif dan nutrisinya, sebaiknya simpan jamur morel dengan benar. Berikut tips menyimpan jamur morel dengan benar :
1. Anonym. Yellow Morel (Common Morel) Morchella esculentoides (formerly M. esculenta). Nature, Missouri Department of Conservation; 2020
2. Simon Harding & Anthony Payne. Morchella esculenta (L.) Pers. - Morel. Fisrt Nature; 2020
3. Balai TN Gunung Rinjani. Morel, Jamur Termahal di Dunia Ini ada di Rinjani. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2020
4. Anonym. Mushrooms, raw, morel. Nutrition Value; 2020
5. Zipora Tietel & Segula Masaphy. True morels (Morchella)—nutritional and phytochemical composition, health benefits and flavor: A review. 58(11):1888-1901. Critical Reviews in Food Science and Nutrition; 2017
6. Nevcihan Gursoy., Cengiz Sarikurkcu., Mustafa Cengiz and M. Halil Solak. Antioxidant activities, metal contents, total phenolics and flavonoids of seven Morchella species. 47(9):2381-2388. Food and Chemical Toxicology; 2009
7. Cailing Yang., Xuan Zhou., Qingfeng Meng., Mengjiao Wang., Yao Zhang and Shaobin Fu. Secondary Metabolites and Antiradical Activity of Liquid Fermentation of Morchella sp. Isolated from Southwest China. 24(9): 1706. Molecules; 2019
8. B. Nitha., P.V. Fijesh and K.K. Janardhanan. Hepatoprotective activity of cultured mycelium of Morel mushroom, Morchella esculenta. 65(1-2):105-112. Experimental and Toxicologic Pathology; 2013
9. Maryam Ajmal., Abida Akram., Anum Ara., Shaista Akhund and Brian Gagosh Nayyar. Morchella Esculenta: An edible and health beneficial mushroom. 25(2):71-78. Pakistan Journal Food Science; 2015
10.R. Pfab., B. Haberl., J. Kleber and T. Zilker. Cerebellar effects after consumption of edible morels (Morchella conica, Morchella esculenta). 46(3):259–260. Clinical Toxicology; 2008