Daftar isi
Apa Itu Ataksia?
Ataksia merupakan suatu gangguan pada gerakan tubuh karena sistem saraf yang terganggu di mana masalah pada otak adalah penyebab utamanya [1,2,3,4,5,6,7].
Ataksia pun dikenal sebagai sebuah gangguan neurologis yang dapat berdampak pada cara bicara, keseimbangan dan koordinasi tubuh.
Tinjauan Ataksia adalah gangguan pada sistem saraf yang mengatur gerakan tubuh sehingga penderitanya kerap kehilangan keseimbangan hingga mengalami kesulitan bicara.
Jenis-Jenis Ataksia
Ada beberapa jenis kondisi ataksia yang diantaranya dapat memengaruhi anak-anak usia dini hingga jenis ataksia yang membuat seorang anak mengalami gejala hingga dewasa [5,7,8].
Ataksia Friedreich
Ataksia Friedreich adalah salah satu jenis kondisi ataksia yang berkaitan dengan kerusakan saraf tulang belakang serta otak.
Gejala awal umumnya dialami oleh penderita sebelum usianya 25 tahun di mana kondisi ini ditandai dengan penderita merasa sulit untuk berjalan.
Seiring waktu, otot akan semakin melemah, khususnya pada tungkai, kaki, dan juga lengan hingga tangan.
Selain itu, jenis ataksia ini akan menimbulkan berbagai gejala seperti :
- Nystagmus atau pergerakan mata yang cepat dan tak dapat terkontrol.
- Tubuh kelelahan.
- Disartria
- Skoliosis
- Penyakit jantung
- Penurunan fungsi pendengaran
- Kardiomiopati atau pembesaran jantung
Ataksia Telangiectasia
Ataksia telangiectasia adalah jenis ataksia herediter yang jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan ataksia Friedreich.
Gejala ataksia ini umumnya timbul pada usia kanak-kanak dan akan terus berkembang.
Beberapa gejala yang perlu dikenali dari ataksia telangiectasia ini antara lain adalah :
- Kesulitan berjalan yang bahkan anak-anak usia 10 tahun saja sudah harus menggunakan kursi roda.
- Disfagia atau kondisi sulit menelan.
- Disartria
- Sering mengalami infeksi, seperti infeksi paru, infeksi saluran udara, dan infeksi sinus.
- Telangiectasias atau sekelompok kecil pembuluh darah merah dengan bentuk seperti laba-laba pada bagian pipi serta sudut mata.
- Pergerakan mata yang sangat lambat (kebalikan dari kondisi ataksia Friedreich).
Gejala yang terjadi biasanya dapat memburuk dengan sangat cepat dan para penderitanya bahkan tak dapat berusia panjang.
Ataksia Episodik
Ataksia episodik adalah jenis ataksia yang dapat terjadi sebagai akibat dari adanya stres atau gerakan yang tiba-tiba sehingga penderita merasa terkejut.
Usia remaja adalah yang paling rentan karena gejala umumnya timbul pada usia tersebut.
Kondisi ini dapat ditandai dengan otot berkedut di mana gejala dapat dialami hanya dalam beberapa detik atau menit namun juga dapat terjadi berjam-jam jika dipicu oleh stres.
Selain otot berkedut, beberapa gejala yang ditimbulkan oleh ataksia jenis ini adalah :
- Kelemahan tubuh
- Kelemahan otot
- Vertigo
Ataksia Spinocerebellar
Ataksia spinocerebellar adalah sekelompok ataksia herediter yang biasanya dialami oleh orang-orang berusia 25-80 tahun.
Meski begitu, beberapa orang dapat mengalaminya pada usia kanak-kanak di mana gejala yang dapat timbul antara lain adalah :
- Disartria
- Disfagia atau kesulitan dalam menelan
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Neuropati periferal atau kehilangan sensasi pada kaki serta tangan
- Otot tegang dan kaku
- Otot sering kram
- Inkontinensia urine atau ketidakmampuan dalam mengontrol kandung kemih
- Gerakan mata yang sangat lambat
- Kehilangan memori
- Mengalami kesulitan bahasa saat berbicara langsung
Penyakit Wilson
Penyakit Wilson pun merupakan salah satu jenis ataksia di mana seseorang dengan kondisi ini mengalami penumpukan mineral tembaga pada organ hati, otak atau organ lainnya.
Penumpukan mineral tembaga ini dapat menjadi alasan mengapa gangguan neurologis mudah terjadi.
Perkembangan penyakit ini dapat diperlambat dengan menanganinya secara dini melalui pemberian obat yang sesuai.
Ataksia Serebelar Bawaan / Congenital Cerebellar Ataxia
Kerusakan otak kecil adalah penyebab utama dari kondisi jenis ataksia ini. Hal ini pun dapat terjadi sejak lahir sehingga menjadi kelainan bawaan.
Tinjauan Terdapat 6 jenis kondisi ataksia, yaitu ataksia Friedreich, ataksia serebelar bawaan, ataksia spinocerebellar, ataksia episodik, ataksia bawaan, serta ataksia telangiectasia.
Penyebab Ataksia
Kerusakan pada salah satu bagian otak, cerebellum atau otak kecil mampu menyebabkan ataksia [5].
Begitu juga dengan sumsum tulang belakang yang mengalami kerusakan pun dapat menjadi penyebab ataksia.
Karena cerebellum berperan sebagai pengendali pergerakan mata, bicara, koordinasi bagian bawah tubuh, serta keseimbangan tubuh saat duduk dan berjalan, maka ketika gangguan terjadi seluruh fungsi tubuh tersebut ikut bermasalah.
Namun, faktor yang menyebabkan cerebellum serta tulang belakang dapat rusak hingga kini belum diketahui secara jelas.
Hal ini berkaitan erat dengan gen cacat atau mutasi gen yang diwarisi oleh seseorang dari orangtuanya atau penyakit tertentu maupun cedera.
Ada dua jenis kondisi penyebab ataksia, yaitu ataksia genetik serta ataksia yang didapat.
Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat dipahami dari ataksia genetik dan ataksia yang didapat [1,2,3,4,5].
Ataksia Genetik
Ataksia genetik adalah kondisi ataksia yang seseorang dapat warisi dari orangtua di mana ada gen tertentu mengalami mutasi atau kesalahan.
Gen ini pun memicu penghambatan pada fungsi sel saraf tulang belakang maupun sel saraf otak. Ataksia genetik ini meliputi dua jenis kondisi, yaitu antara lain :
- Ataksia karena Gangguan Dominan Autosomal
Ataksia jenis ini umumnya dapat diturunkan oleh orangtua ke anaknya dan walaupun hanya salah satu orangtua saja yang mewariskan mutasi gen tersebut, gangguan dapat terjadi.
Ataksia spinocerebellar adalah ataksia yang termasuk golongan ini, termasuk juga ataksia episodik.
- Ataksia karena Gangguan Resesif Autosomal
Ataksia Friedreich, penyakit Wilson, ataksia telangiectasia dan ataksia serebelar bawaan merupakan jenis kondisi ataksia yang termasuk dalam golongan ini.
Jenis ataksia karena gen resesif biasanya harus melibatkan kedua orangtua untuk mewarisi mutasi gen kepada sang anak barulah sang anak dapat mengalami ataksia.
Ataksia yang Didapat/Acquired Ataxia
Selain ataksia dapat diwariskan karena adanya mutasi gen pada tubuh orangtua, ada pula ataksia jenis didapatkan atau acquired ataxia.
Berikut ini adalah berbagai faktor yang mampu menyebabkan ataksia pada golongan ini :
- Penggunaan obat tertentu, seperti benzodiapine
- Paparan bahan kimia beracun, seperti merkuri
- Kanker atau tumor otak
- Hipotiroid
- Konsumsi alkohol berlebihan secara jangka panjang yang menyebabkan kecanduan
- Efek kurangnya asupan vitamin B12 dalam jangka panjang
- Multiple sclerosis
- Perdarahan
- Penyakit stroke
- Infeksi virus campak dan cacar di mana virus kemudian menyebar ke otak
- Cedera atau kecelakaan yang menyebabkan cedera serius di bagian kepala
- Ensefalitis
- Meningitis
- Cerebral palsy atau kondisi ketika perkembangan otak terjadi secara abnormal atau mengalami kerusakan sesudah bayi lahir
Tinjauan Penyebab ataksia terdiri dari dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor didapat. Penyebab ataksia genetik adalah mutasi genetik yang seseorang dapat warisi dari salah satu atau kedua orangtuanya, sedangkan penyebab ataksia yang didapat adalah cedera, kondisi medis tertentu, atau penggunaan obat tertentu.
Gejala Ataksia
Gejala-gejala ataksia dapat berbeda-beda tergantung dari jenisnya, begitu pula perkembangan kondisi ataksia yang bervariasi antar individu yang memiliki kondisi ini.
Gejala dapat berkembang cukup lama hingga menjadi parah dan bahkan mampu memakan waktu bertahun-tahun.
Namun, ada pula gejala ataksia yang bisa cukup cepat berkembang dan memakan waktu hanya beberapa bulan.
Berikut ini merupakan sejumlah gejala ataksia secara umum yang patut dikenali serta diwaspadai [6,7] :
- Kesulitan saat makan
- Kesulitan menelan
- Kesulitan saat bicara
- Koordinasi tubuh yang kurang/ketidakseimbangan tubuh
- Masalah pada jantung
- Tremor
- Gangguan pada gerakan mata atau gerakan mata abnormal (nystagmus)
- Kesulitan saat berjalan dan cenderung sering terjatuh
- Gangguan motorik
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Waktu paling tepat untuk memeriksakan diri ke dokter adalah saat beberapa kondisi ini menjadi keluhan utama :
- Sulit menelan hingga setiap kali makan mengalami ketidaknyamanan.
- Sulit untuk bicara dan bicara menjadi kurang jelas.
- Sulit saat berjalan karena tubuh tidak seimbang dan sering terjatuh.
- Koordinasi otot menurun, khususnya pada kaki, lengan dan tangan.
- Hilang keseimbangan baik saat berdiri, duduk ataupun berjalan.
Tinjauan Gejala ataksia paling umum adalah kesulitan berjalan, berdiri dan bahkan duduk, bicara serta makan. Keluhan lainnya dapat berupa pergerakan mata tak terkendali, hingga masalah pada jantung.
Pemeriksaan Ataksia
Beberapa langkah metode pemeriksaan untuk mendeteksi dan mengonfirmasi ataksia umumnya meliputi [2,3,5,6,7] :
- Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Dokter biasanya akan mengawali pemeriksaan dengan memeriksa fisik pasien lebih dulu yang juga diikuti dengan pemeriksaan neurologis.
Dalam pemeriksaan ini, dokter akan memeriksa daya ingat, fungsi penglihatan, fungsi koordinasi tubuh, fungsi pendengaran, keseimbangan tubuh, daya konsentrasi, serta refleks pasien.
- Pemeriksaan Riwayat Kesehatan
Selain pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa juga riwayat medis pasien serta riwayat kesehatan keluarga pasien.
Dokter akan memastikan apakah anggota keluarga pasien (terutama orangtua) mengalami kondisi ataksia.
Sementara itu, dokter memeriksa pasien agar juga dapat mengetahui perkembangan gejala yang dialami.
Ada kemungkinan dokter pun mengajukan pertanyaan seputar seberapa banyak asupan alkohol yang dikonsumsi pasien dan riwayat pengobatan apa yang dimiliki.
- Tes Pungsi Lumbar/Spinal Tap
Tes ini dilakukan oleh dokter untuk mengambil cairan serebrospinal sebagai sampel yang dibawa ke laboratorium.
Tes ini diterapkan dengan memasukkan jarum ke daerah lumbar atau area punggung bawah pasien tepat di antara vertebra (dua tulang lumbar).
Cairan serebrospinal sendiri pun merupakan cairan yang tak hanya mengelilingi sumsum tulang belakang, tapi juga cairan di sekitar otak.
- Tes Pemindaian
Tes pemindaian atau pencitraan seperti MRI atau CT scan pada otak diperlukan oleh dokter untuk bisa menemukan adanya gangguan penyebab ataksia.
Melalui pemeriksaan MRI, dokter dapat mendeteksi adanya gangguan struktur otak, otak kecil yang mengalami penyusutan, tumor otak, hingga penggumpalan darah pada otak.
- Tes Darah dan Urine
Tes darah kemungkinan diperlukan untuk mengetahui kadar sel darah merah dan sel darah putih serta mendeteksi keberadaan penyakit infeksi.
Sementara itu, tes urine dapat pula ditempuh agar dokter dapat mengetahui penyebab ataksia pada tubuh pasien.
- Tes Genetik
Dokter kemungkinan merekomendasikan tes genetik untuk mengetahui apakah seorang anak maupun orangtua anak tersebut memiliki mutasi gen penyebab ataksia herediter.
Tinjauan Pemeriksaan ataksia umumnya meliputi tes fisik, riwayat kesehatan, tes genetik, tes darah dan urine, tes pemindaian, dan tes pungsi lumbar.
Penanganan Ataksia
Ataksia dapat ditangani sesuai dengan penyebabnya, khususnya pada jenis kondisi ataksia yang didapat dan bukan ataksia genetik.
Pada kasus ataksia genetik atau herediter, belum diketahui pengobatan yang tepat untuk menyembuhkannya dan bahkan kondisi ataksia genetik tak dapat disembuhkan [1,2,5,6,7].
- Menghentikan Penggunaan Obat Tertentu : Bila suatu obat dikonfirmasi menjadi penyebab ataksia pada pasien, dokter akan menyarankan pasien menghentikan konsumsi obat tersebut dan merekomendasikan obat lainnya.
- Obat Kejang : Obat kejang ataupun kram dapat diberikan kepada pasien yang mengalami keluhan sering kram pada otot.
- Obat Pereda Nyeri : Ataksia akan menyebabkan ketidaknyamanan pada saraf serta otot sehingga dokter biasanya akan memberikan obat paracetamol atau ibuprofen sebagai pereda nyeri untuk saraf.
- Menggunakan Alat Bantu : Alat bantu komunikasi, alat bantu makan, serta alat bantu berjalan kemungkinan besar dibutuhkan oleh pasien yang mengalami ataksia karena kondisi cerebral palsy atau multiple sclerosis.
- Terapi Bicara : Karena pasien mengalami kesulitan bicara, maka terapi bicara dapat ditempuh oleh pasien.
- Terapi Fisik : Terapi fisik adalah jenis terapi yang akan melatih pasien agar tubuhnya lebih kuat, khususnya otot dan sendi. Terapi ini pun akan meningkatkan keseimbangan dan koordinasi tubuh.
- Terapi Okupasi : Saat mengalami gejala ataksia, pasien rata-rata menemukan kesulitan dalam mengerjakan berbagai kegiatan sehari-hari. Maka melalui terapi okupasi ini, diharapkan pasien dapat kembali normal dalam berutinitas.
Tinjauan Penanganan ataksia dapat meliputi penghentian penggunaan obat penyebab ataksia, pemberian obat bagi kondisi medis yang memicu ataksia, serta berbagai terapi untuk meningkatkan kondisi tubuh pasien.
Komplikasi Ataksia
Ataksia pada beberapa kasus dapat memicu berbagai macam kondisi komplikasi, khususnya pada orang-orang yang sudah terlebih dulu memiliki kondisi medis lain.
- Sering terjatuh dari tempat tidur atau kursi
- Sering terkena infeksi
- Pusing
- Tremor
- Tubuh sangat kelelahan
- Tubuh sangat kaku yang tak dapat diatasi
- Disfungsi seksual
- Gangguan pada pencernaan
- Gangguan pada sistem kandung kemih
- Tekanan darah rendah, terutama saat dalam posisi berdiri atau duduk
- Gangguan pada pernafasan
- Sering tersedak yang dapat berakibat pada kematian
Pencegahan Ataksia
Pencegahan untuk ataksia genetik tidaklah memungkinkan cara mengatasi kesalahan gen yang diturunkan dari orangtua kepada anak pun belum ditemukan.
Namun untuk beberapa kondisi ataxia yang didapat dari penggunaan obat tertentu, kondisi medis tertentu, serta cedera dapat diminimalisir.
Menjaga diri agar tidak mudah terjatuh atau mengalami kecelakaan adalah hal yang bisa dilakukan untuk mencegah ataksia.
Selain itu, memiliki pola hidup sehat dapat menurunkan risiko kondisi medis yang menjadi penyebab ataksia timbul.
Menghentikan penggunaan obat tertentu yang berefek samping pada timbulnya ataksia dan memperoleh terapi sejak dini dapat mencegah risiko komplikasi [8].
Tinjauan Pencegahan untuk ataksia genetik atau ataksia yang diturunkan tidaklah memungkinkan, namun pola hidup sehat mampu memperkecil potensi kondisi medis yang berkaitan dengan ataksia. Terapi dan penghentian obat tertentu dapat pula dilakukan sebagai langkah mencegah agar ataksia tidak semakin buruk.