Setiap ibu hamil melewati pengalaman kehamilan yang berbeda-beda. Permasalahan yang menyertai setiap proses kehamilan pun berbeda-beda. Salah satu permasalahan yang dialami beberapa ibu hamil adalah komplikasi kehamilan.
Komplikasi kehamilan merupakan permasalahan kesehatan yang terjadi saat hamil baik pada sang ibu, janin, ataupun keduanya [1]. Beberapa bentuk komplikasi kehamilan memang umum terjadi pada ibu hamil. Namun, ada pula komplikasi kehamilan yang berbahaya dan bahkan dapat mengancam keselamatan ibu dan janin.
Daftar isi
Pendarahan saat hamil adalah satu peristiwa yang relatif umum dan tidak selalu menunjukkan bahaya. Pendarahan lumrah terjadi di awal masa kehamilan. Faktornya adalah karena rahim ibu mengalami perubahan bentuk.
Namun, pendarahan dapat menjadi indikasi adanya permasalahan serius pada kehamilan. Patut diwaspadai jika terjadi pendarahan hebat terutama saat kehamilan berusia kurang dari 12 minggu karena hal ini dapat mengindikasikan terjadinya keguguran [2].
Sebagian besar faktor terjadinya keguguran bukan karena apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh sang ibu. Pada umumnya, keguguran terjadi karena adanya kelainan kromosom pada janin [3].
Selain keguguran, pendarahan hebat di trimester pertama juga dapat menjadi tanda terjadinya kehamilan di luar kandungan atau kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik adalah ketika embrio berkembang di luar rahim, biasanya di tuba falopi [4].
Karena embrio tidak terletak pada tempat yang sebenarnya, maka embrio harus segera dikeluarkan dari perut ibu. Tindakan yang biasanya dilakukan oleh dokter adalah dengan menyuntikkan obat metotreksat atau melakukan operasi untuk mengambil embrio tersebut [4]. Gejala yang timbul akibat kehamilan ektopik hampir serupa dengan keguguran.
Hipertensi adalah sebutan ketika tekanan darah melebihi angka normal. Bagi ibu hamil, hipertensi akan menyulitkan darah untuk mengaliri plasenta sehingga janin tidak mendapat asupan nutrisi dan oksigen yang cukup [5].
Memiliki riwayat penyakit hipertensi kronis dapat membahayakan kehamilan karena meningkatkan potensi terjadinya preeklampsia. Selain itu, hipertensi kronis juga meningkatkan potensi bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah [1].
Preeklamsia adalah ketika ibu hamil memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi, urin mengandung protein berlebih, dan terjadi pembengkakkan pada kaki dan tangan. Preeklampsia biasanya terjadi di masa-masa akhir kehamilan, akan tetapi dapat pula terjadi lebih awal ataupun setelah melahirkan [6].
Gejala lain dari preeklampsia adalah:
Gejala-gejala tersebut biasanya muncul setelah kehamilan melewati usia 34 minggu. Namun, beberapa ibu hamil yang memiliki preeklampsia tidak mengalami gejala sama sekali [6]. Maka dari itu, penting bagi para ibu untuk selalu mengecek tekanan darah dan urin ketika konsultasi ke dokter.
Salah satu ciri terjadinya eklampsia adalah jika ibu hamil mengalami preeklampsia yang disertai kejang-kejang. Penyembuhan untuk preeklampsia maupun eklampsia yang paling dianjurkan oleh dokter adalah dengan mengeluarkan janin atau melahirkan [6].
Hingga kini, belum ditemukan penyebab sebenarnya dari eklampsia. Namun, para dokter dan ahli meyakini bahwa hipertensi dan genetika adalah faktor yang berpotensi menyebabkan komplikasi ini [7].
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan potensi terkena eklampsia adalah jika:
Baik preeklampsia maupun eklampsia adalah kondisi ekstrem yang dapat terjadi pada ibu hamil. Jalan terbaik untuk menekan risiko jika terjadi keduanya adalah dengan deteksi gejala dan hubungi dokter sesegera mungkin.
Diabetes gestasional atau diabetes kehamilan adalah diabetes yang terjadi pada ibu hamil akibat adanya perubahan hormonal terkait dengan kehamilannya. Perubahan hormon yang terjadi mengakibatkan tubuh tidak optimal dalam menghasilkan dan menggunakan insulin [5].
Ibu hamil yang terkena diabetes gestasional biasanya merasakan haus, lapar, dan lelah berlebih. Namun, pada umumnya ibu hamil tidak merasakan gejala apapun jika terkena komplikasi ini. Diabetes gestasional berpotensi memicu terjadinya preeklampsia. Dan untuk menekan risiko tersebut, dokter biasanya menganjurkan pola makan sehat guna mengontrol kadar gula dalam tubuh ibu hamil [1].
Cara Mencegah Komplikasi Kehamilan yang Berbahaya Sedini Mungkin
Ketika testpack menunjukkan dua garis, ibu hamil perlu sesegera mungkin membuat jadwal periksa ke dokter. Salah satu tujuannya agar setiap indikasi atau gejala komplikasi dapat dideteksi sedini mungkin. Setelah kunjungan pertama, ibu hamil perlu secara rutin memeriksa kandungannya minimal satu bulan sekali. Di tiap kunjungan, dokter akan memeriksa berat badan, urin, dan tekanan darah sang ibu[8].
Dokter juga akan memeriksa janin secara langsung menggunakan ultrasonography/USG. Setiap jadwal kunjungan sangat penting untuk memantau kondisi ibu maupun janin yang dikandung. Selain menjalani kewajiban periksa ke dokter, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan ibu hamil [8]:
Segera hubungi dokter jika ibu hamil mengalami pendarahan hebat disertai:
Ibu hamil juga harus segera ke dokter jika merasakan suatu hal yang dapat mengindikasikan adanya permasalahan pada kandungan. Misalnya, pendaharan, sakit kepala parah dan berkepanjangan, keram atau nyeri di perut bagian bawah, dan tidak merasakan pergerakan janin dalam waktu lama saat kehamilan sudah memasuki usia 28 minggu [8].
1) Anonim. Womenshealth.gov. Pregnancy Complications. 2019.
2. Anonim. Nhs.uk. Vaginal Bleeding. 2021.
3. Anonim. Nhs.uk. Miscarriage. 2018.
4. Traci C. Johnson, MD. Webmd.com. Ectopic (Extraurine) Pregnancy. 2020.
5. Anonim. Nichd.nih.gov. What are some common complications of pregnancy?. 2021.
6. Kecia Gaither, MD, MPH. Webmd.com. Preeclampsia. 2019.
7. LaQuita Matinez, MD. Medlineplus.gov. Eclampsia. 2020.
8. Anonim. Womenshealth.gov. Staying healthy and safe. 2019.