Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Mielofibrosis adalah suatu jenis kanker sumsum tulang yang dapat mengganggu produksi normal dari sel darah. Penyakit ini dapat menyebabkan perlukaan yang besar pada sumsum tulang, sehingga menimbulkan
Daftar isi
Myelofibrosis merupakan jenis kanker sumsum tulang langka yang ditandai dengan jaringan parut terbentuk pada sumsum tulang [1,6,7,11].
Karena keberadaan jaringan parut ini, produksi sel darah yang seharusnya berjalan normal di sumsum tulang menjadi terhambat.
Biasanya, gejala awal tidak nampak dan tidak terlalu dirasakan oleh penderita myelofibrosis, namun sebenarnya kondisi tengah semakin memburuk karena sel darah tidak terproduksi dengan baik.
Tinjauan Myelofibrosis adalah jenis kanker sumsum tulang yang langka dan menghambat produksi sel-sel darah karena terdapat jaringan parut di sumsum tulang.
Mutasi atau perubahan gen (DNA) yang dialami oleh sumsum tulang adalah penyebab utama myelofibrosis terjadi [1,2].
Normalnya, sel-sel induk tersebut mampu membelah diri, seperti membelah menjadi sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit.
Namun jika terjadi mutasi pada gen atau DNA, proses membelah diri dan produksi sel-sel darah pun akan terganggu karena perubahan terjadi pada banyak sel.
Selain produksi sel darah yang mengalami gangguan, pada sumsum tulang pun akan menjadi lokasi tumbuhnya jaringan parut.
Namun meski terjadi mutasi gen, myelofibrosis bukan penyakit keturunan atau genetik sebab orang tua tidak mewariskan gen abnormal.
Penyebab dari perubahan atau mutasi gen memang belum diketahui jelas hingga kini.
Namun, penting untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mampu memperbesar potensi seseorang dalam mengembangkan myelofibrosis.
Tinjauan Mutasi genetik adalah penyebab utama myelofibrosis, namun beberapa faktor seperti paparan zat kimia tertentu, paparan radiasi, kelainan sel darah, dan faktor usia menjadi pemicu lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, myelofibrosis umumnya tidak menimbulkan gejala di awal.
Namun meski demikian, sebenarnya kondisi myelofibrosis tengah berkembang menjadi semakin buruk.
Ketika kondisi sudah semakin parah dan stadium berlanjut, maka beberapa tanda atau keluhan mulai dirasakan, seperti [6] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Karena gejala awal sering tidak nampak, maka ketika gejala-gejala seperti yang telah disebutkan mulai dialami, segera ke dokter untuk mengecek kesehatan.
Terutama bila keluhan-keluhan di atas tak kunjung membaik, segera temui dokter dan mengonsultasikannya.
Setelah itu, rutin memeriksakan diri sangat penting untuk mengetahui perkembangan gejala dan kondisi myelofibrosis.
Dokter akan melakukan pemantauan terhadap kondisi penyakit pasien sehingga segala hal yang berbahaya dapat terdeteksi secara dini dan lebih cepat ditangani sebelum berujung pada komplikasi.
Tinjauan Gejala myelofibrosis ketika kondisi sudah memasuki tahap lanjut atau lebih parah adalah perdarahan, memar, pembengkakan limpa, tulang rusuk nyeri, cepat lelah, sesak napas, nyeri tulang, demam, penurunan selera makan dan keringat berlebih setiap malam.
Metode diagnosa yang umumnya digunakan oleh dokter dalam mengonfirmasi kondisi myelofibrosis pada tubuh pasien antara lain :
Dokter mengawali dengan memberikan sejumlah pertanyaan mengenai gejala apa saja yang dialami pasien.
Dokter perlu tahu sejak kapan dan sudah berapa lama gejala itu timbul dan mengganggu.
Pasien juga dapat menginformasikan apa saja penyakit yang pernah atau sedang diderita.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan dokter selanjutnya, yaitu dengan mengecek tekanan darah dan denyut nadi [7].
Dokter juga biasanya akan memeriksa bagian kelenjar getah bening dan perut untuk mengidentifikasi keberadaan gejala myelofibrosis.
Adanya pembengkakan di organ limpa serta kulit yang lebih pucat karena anemia akan dapat terlihat melalui pemeriksaan fisik.
Tes hitung darah lengkap merupakan tes atau metode pemeriksaan yang juga perlu ditempuh pasien [8].
Dokter perlu mengetahui jumlah trombosit, sel darah merah dan sel darah putih di dalam tubuh pasien.
Bentuk sel darah yang abnormal, jumlah sel darah yang terlalu sedikit maupun jumlah sel darah yang terlalu banyak merupakan tanda yang mengarah pada myelofibrosis.
Sebagai tes penunjang, tes pemindaian juga akan direkomendasikan oleh dokter, seperti USG perut [9].
Tujuan tes ini adalah untuk mengecek apakah limpa mengalami pembengkakan karena kondisi limpa bengkak adalah gejala yang menguatkan dugaan penyakit myelofibrosis.
Metode diagnosa lainnya yang juga akan direkomendasikan oleh dokter adalah tes genetik, yaitu sampel darah pasien perlu diambil lebih dulu.
Selain sampel darah, sampel sumsum tulang pun dapat diambil untuk pemeriksaan di laboratorium untuk mengidentifikasi keberadaan mutasi gen penyebab myelofibrosis di dalam sel darah.
Metode diagnosa ini diterapkan melalui pengambilan sampel darah lebih dulu dari tubuh pasien serta sampel jaringan sumsum tulang [10].
Pada prosedurnya, dokter akan menggunakan jarum halus untuk pengambilan sampel.
Setelah diambil, dokter membawa kedua sampel ke laboratorium untuk analisa lebih jauh.
Tinjauan Metode diagnosa yang umumnya dilakukan dokter adalah pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, tes darah, tes pemindaian, tes genetik, serta aspirasi maupun biopsi sumsum tulang.
Pengobatan myelofibrosis akan disesuaikan dengan kondisi yang dialami oleh pasien di mana hal ini harus melalui diskusi lebih dulu dengan pasien dan keluarga pasien.
Bagi pasien myelofibrosis dengan gejala pembengkakan limpa, maka beberapa langkah penanganan medis yang diperlukan antara lain adalah :
Untuk kasus pasien myelofibrosis dengan kondisi anemia, khususnya anemia parah, maka beberapa metode penangana medis berikut inilah yang paling perlu ditempuh oleh pasien :
Terapi ini akan direkomendasikan oleh dokter untuk meningkatkan produksi sel-sel darah merah [1,11,12].
Namun beberapa efek samping dari terapi ini perlu diwaspadai dan jika perlu dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, seperti kerusakan liver.
Karena dokter menggunakan hormon androgen pria, maka pasien wanita dapat mengalami efek samping berupa maskulinitas.
Ketika tubuh kekurangan darah, maka jalan terbaik untuk mengatasinya adalah dengan menambah darah melalui prosedur transfusi darah [1].
Prosedur ini perlu ditempuh pasien secara rutin agar segala bentuk gejala dapat berkurang, seperti kelemahan tubuh dan kecapekan.
Dokter kemungkinan akan meresepkan thalidomide dan beberapa obat dari golongan yang sama seperti pomalidomide dan lenalidomide [13].
Tujuan pemberian obat-obat ini adalah untuk mengurangi bengkak pada limpa sekaligus meningkatkan jumlah sel-sel darah.
Karena berbahaya bagi janin, maka obat ini tidak diperuntukkan bagi ibu hamil.
Dan umumnya, dokter dapat mengombinasikan obat-obat tersebut dengan jenis steroid.
Untuk mutasi gen, terdapat jenis obat yang telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat pada tahun 2011, yaitu ruxolitinib [14].
Obat ini dapat meredakan gejala-gejala myelofibrosis, termasuk mengurangi pembengkakan pada limpa.
Beberapa metode pengobatan lainnya untuk kasus myelofibrosis yang telah melalui studi dan penelitian lebih lanjut serta dianggap aman oleh para dokter antara lain :
Transplantasi sumsum tulang adalah prosedur bedah yang direkomendasikan oleh dokter untuk menggantikan sumsum tulang yang tidak bekerja dengan baik [1,7,11,12].
Walau potensi untuk sembuh dari myelofibrosis cukup besar, pasien tetap perlu mengetahui dan mewaspadai sejumlah efek sampingnya.
Graft-versus-host disease adalah salah satu jenis penyakit yang dapat timbul karena reaksi sel-sel induk baru terhadap jaringan sehat dalam tubuh pasien.
Untuk pengobatan satu ini, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk jaminan keamanan jangka panjang [5,7,12].
Namun, disebut-sebut bahwa interferon-alpha merupakan pengobatan yang tergolong efektif karena mampu memperlambat pembentukan jaringan parut pada sumsum tulang.
Tinjauan Pengobatan myelofibrosis menyesuaikan dengan penyebab atau alasan dasar myelofibrosis terjadi; seperti pengobatan mutasi gen, pengobatan anemia, dan pengobatan pembesaran limpa. Jika memang perlu, dokter akan menerapkan transplantasi sumsum tulang dan pemberian interferonalfa.
Bila gejala myelofibrosis yang telah timbul tidak segera mendapat penanganan, maka terdapat kemungkinan beberapa komplikasi berikut dapat terjadi di kemudian hari [11] :
Sel darah dapat terproduksi dalam bentuk gumpalan di sumsum tulang di mana hal ini mampu menimbulkan tumor.
Tergantung lokasi tumbuhnya tumor, berbagai kondisi yang dapat mengancam kesehatan penderita adalah tekanan pada sumsum tulang belakang, perdarahan di saluran pencernaan, hingga tubuh kejang.
Tekanan darah pada liver dapat meningkat ketika aliran darah meningkat dari limpa yang mengalami pembengkakan.
Hal ini dapat menyebabkan hipertensi portal, yaitu sebuah kondisi tekanan vena portal berada pada angka 5 mmHg lebih.
Pada pembuluh vena kecil akan mengalami tekanan berlebih, khususnya pada area esofagus (kerongkongan) dan perut.
Bila tekanan berlebih ini terus terjadi, maka sebagai akibatnya pembuluh vena dapat pecah dan berdampak pada timbulnya perdarahan serius.
Leukemia akut atau kondisi acute myelogenous leukemia dapat terjadi pada beberapa penderita myelofibrosis.
Kondisi komplikasi ini adalah ketika kanker darah sumsum tulang belakang berkembang secara lebih cepat.
Ketika jumlah trombosit pada tubuh penderita myelofibrosis mengalami penurunan dan berada di bawah normal, fungsinya akan terganggu.
Jika trombosit semakin berkurang, risiko terjadinya perdarahan lebih besar dan lebih mudah sehingga sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter mengenai penanganannya.
Ketika pembengkakan limpa tidak segera diatasi, maka nyeri pada bagian perut akan semakin serius.
Tidak hanya nyeri pada perut, bagian punggung pun akan terasa sakit sebagai akibatnya.
Tinjauan Berbagai komplikasi yang berpotensi terjadi pada kasus myelofibrosis yang tidak cepat ditangani adalah tumor, peningkatan tekanan darah pada liver, leukemia akut, perdarahan, hingga nyeri hebat di bagian perut.
Tidak terdapat cara untuk mencegah myelofibrosis, namun untuk meminimalisir risikonya, sebaiknya lakukan pengecekan kesehatan teratur.
Check up rutin adalah cara menjaga kesehatan tubuh yang tepat karena myelofibrosis dapat terdeteksi secara dini sehingga sebelum terlambat dan menjadi semakin serius penderita telah memperoleh penanganan.
Untuk mencegah komplikasinya, segera ke dokter ketika keluhan gejala yang telah disebutkan di atas mulai terjadi.
Hindari paparan radiasi dan zat kimia sebisa mungkin, namun bila hal ini berkaitan dengan pekerjaan maka sebaiknya kenakan alat pelindung diri dari paparan sesuai standar keselamatan kerja.
Tinjauan Pengecekan kesehatan rutin dapat membantu mengetahui kondisi tak wajar pada sumsum tulang secara dini sehingga mampu mengatasi myelofibrosis secepatnya untuk mencegah komplikasi.
1. Katsuto Takenaka, Kazuya Shimoda, & Koichi Akashi. Recent advances in the diagnosis and management of primary myelofibrosis. The Korean Journal of Internal Medicine; 2018.
2. Fanti Saktini, Santosa Santosa, & Sultana MH Faradz. JAK2 V617F Analysis in Indonesian Myeloproliferative Neoplasms Patients. Journal of Biomedicine and Translational Research; 2015.
3. Larysa Poluben, Maneka Puligandla, Donna Neuberg, Christine R Bryke, Yahsuan Hsu, Oleksandr Shumeiko, Xin Yuan, Olga Voznesensky, German Pihan, Miriam Adam, Ernest Fraenkel, Roni Rasnic, Michal Linial, Sergiy Klymenko, Steven P Balk, & Paula G Fraenkel. Characteristics of myeloproliferative neoplasms in patients exposed to ionizing radiation following the Chernobyl nuclear accident. American Journal of Hematology; 2019.
4. M Tondel, B Persson, & J Carstensen. Myelofibrosis and benzene exposure. Occupational Medicine (Oxford, England); 1995.
5. Prithviraj Bose & Srdan Verstovsek. Updates in the management of polycythemia vera and essential thrombocythemia. Therapeutic Advances in Hematology; 2019.
6. Ruben A. Mesa, Yun Su, Adrien Woolfson, Josef T. Prchal, Kathleen Turnbull, Elias Jabbour, Robyn Scherber, Alan L. Shields, Meaghan Krohe, Funke Ojo,6 Farrah Pompilus, Joseph C. Cappelleri, & Claire Harrison. Development of a symptom assessment in patients with myelofibrosis: qualitative study findings. Health and Quality of Life Outcomes; 2019.
7. John O. Mascarenhas, Attilio Orazi, Kapil N. Bhalla, Richard E. Champlin, Claire Harrison, & Ronald Hoffman. Advances in myelofibrosis: a clinical case approach. Haematologica; 2013.
8. Alessandra Carobbio, Guido Finazzi, Juergen Thiele, Hans-Michael Kvasnicka, Francesco Passamonti, Elisa Rumi, Marco Ruggeri, Francesco Rodeghiero, Maria Luigia Randi, Irene Bertozzi, Alessandro M Vannucchi, Elisabetta Antonioli, Heinz Gisslinger, Veronika Buxhofer-Ausch, Naseema Gangat, Alessandro Rambaldi, Ayalew Tefferi, & Tiziano Barbui. Blood tests may predict early primary myelofibrosis in patients presenting with essential thrombocythemia. American Journal of Hematology; 2012.
9. T M Siniluoto, S A Hyvärinen, M J Päivänsalo, M J Alavaikko, & I J Suramo. Abdominal ultrasonography in myelofibrosis. Acta Radiologica; 1992.
10. J E Humphries. Dry tap bone marrow aspiration: clinical significance. American Journal of Hematology; 1990.
11. Tariq I Mughal, Kris Vaddi, Nicholas J Sarlis, & Srdan Verstovsek. Myelofibrosis-associated complications: pathogenesis, clinical manifestations, and effects on outcomes. International Journal of General Medicine; 2014.
12. Clodagh Keohane, Deepti H Radia, & Claire N Harrison. Treatment and management of myelofibrosis in the era of JAK inhibitors. Biologics: Targets and Therapy; 2013.
13. Elias Jabbour, Deborah Thomas, Hagop Kantarjian, Lingsha Zhou, Sherry Pierce, Jorge Cortes, & Srdan Verstovsek. Comparison of thalidomide and lenalidomide as therapy for myelofibrosis. Blood; 2011.
14. Greg L Plosker. Ruxolitinib: a review of its use in patients with myelofibrosis. Drugs; 2015.