Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Necrozoospermia adalah istilah untuk menggambarkan kondisi dimana ditemukan sperma yang mati pada sampel sperma segar. Necrozoospermia dapat diklasifikasikan sedang/moderate jika ditemukan 50-80% sperma
Daftar isi
Necrozoospermia, atau disebut juga sebagai necrospermia, merupakan istilah medis yang mendeskripsikan kandungan sperma mati (nekrotik) di dalam cairan semen lebih dari 42%. Kelainan sperma ini merupakan salah satu penyebab utama infertilitas pria[1, 2].
Necrozoospermia dapat dibedakan menjadi[1, 2]:
Sampel cairan semen dikategorikan normal jika kandungan sperma mati sebesar 30% atau kurang. Necrozoospermia menyeluruh 100% merupakan kondisi yang sangat langka, diperkirakan hanya terjadi pada 0,2% hingga 0,4% dari semua kasus pria infertil[1].
Ketika diamati dengan mikroskop, sperma sehat memiliki bentuk menyerupai kecebong kecil dengan kepala lonjong dan ekor tipis panjang yang berfungsi untuk ‘berenang’ mencapai sel telur. Pada kasus necrozoospermia, lebih banyak sperma mengalami kematian sehingga tidak dapat terjadi pembuahan/fertilisasi[1, 3].
Necrozoospermia berbeda dengan asthenozoospermia, yang mana mendeskripsikan kondisi sperma dengan abnormal motilitas. Pada kasus asthenozoospermia, sperma menjadi tidak dapat bergerak tapi tidak mengalami kematian[1].
Necrozoospermia termasuk penyebab infertilitas pada pria yang belum terdokumentasikan dengan baik, dengan insidensi yang dilaporkan sekitar 0,2% hingga 0,5%[4, 5].
Penyebab necrozoospermia belum benar-benar diketahui dengan pasti akibat kelangkaan kasus dan kaitannya dengan berbagai faktor. Biasanya bahkan setelah tes diagnosis dilakukan, 50% dari penyebab infertilitas pria tidak dapat ditentukan[1, 4].
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan necrozoospermia[1, 2, 3]:
Necrozoospermia biasanya tidak menunjukkan gejala luar. Namun beberapa pasien dapat mengalami gejala lain akibat kondisi lain yang berkaitan secara langsung dan mengarah pada necrozoospermia[1, 3].
Berikut beberapa gejala yang dapat dialami[3]:
Necrozoospermia dapat didiagnosis dengan analisis semen. Analisis semen dapat dilakukan dengan menggunakan tes eosin atau tes hypo-osmotic flagellar coiling[2].
Hasil analisis semen yang mendiagnosis necrozoospermia sering mengalami kesalahan. Berikut beberapa penyebab terjadinya kesalahan diagnosis necroszoospermia[1, 3]:
Pelumas dapat bersifat spermicidal atau membunuh sperma. Sehingga ketika melakukan masturbasi untuk analisis semen, pasien disarankan tidak memakai pelumas. Jika diperlukan, penggunaan pelumas sebaiknya dilakukan berdasarkan saran dokter.
Sampel semen seharusnya dikumpulkan di dalam wadah steril dan kering. Penggunaan wadah yang terkontaminasi dapat menyebabkan sperma mati akibat oleh kontaminan di dalamnya.
Jika pasien melakukan pengumpulan sampel menggunakan kondom, disarankan menggunakan kondom khusus untuk pengumpulan medis. Hal ini disebabkan, meski kondom biasa tidak menyatakan mengandung spermisida, bahan lateks dapat mengakibatkan kematian sperma.
Pada kasus di mana hasil analisis menyatakan necrozoospermia, dokter akan melakukan pengecekan kembali dengan mengulang analisis semen. Pasien biasanya diminta untuk mengumpulkan dua sampel dalam satu hari[1, 3].
Hal tersebut dilakukan karena ejakulasi kedua akan memiliki sperma yang lebih baru dan tidak menunggu lama untuk diejakulasikan. Sampel sperma baru akan membantu mendiagnosis kondisi[1].
Pengulangan analisis semen dilakukan setelah 3 bulan untuk mengonfirmasi diagnosis. Jangka waktu bertujuan untuk menunggu pembentukan sperma baru, yang memerlukan waktu selama 3 bulan[6].
Jika kandungan sperma mati merupakan akibat dari masalah seperti masa stres berat, demam tinggi, atau terinduksi penggunaan obat tertentu, pengulangan analisis dapat menunjukkan hasil berbeda[3].
Jika hasil analisis mengonfirmasi diagnosis necrozoospermia, dokter dapat mulai mencari tahu penyebab dan cara penanganannya[3].
Pada kasus di mana penyebab necrozoospermia ditemukan, dokter akan melakukan pengobatan penyebab kondisi. Misalnya jika disebabkan oleh adanya infeksi, maka dokter dapat meresepkan antibiotik[1].
Dokter dapat memberikan obat seperti antioksidan atau anti-inflamasi, namun saat ini belum terdapat petunjuk anjuran penggunaannya untuk necrospermia[2].
Selain pemberian obat, pasien dapat dianjurkan untuk membiasakan gaya hidup sehat, mengkonsumsi makanan bergizi, terutama sayur dan buah yang kaya akan antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kematian sel sperma[3].
Tingkat kesuburan pria dengan necrozoospermia bergantung pada persentase jumlah sperma yang masih hidup di dalam cairan semen. Makin tinggi persentase sperma yang hidup maka semakin tinggi pula kemungkinan fertilisasi (pembuahan sel telur) berhasil[3].
Pria dengan necrozoospermia memiliki cairan semen dengan kandungan sperma mati lebih dari 42%. Oleh karena itu, keberhasilan fertilisasi menurun dan kehamilan sulit dicapai[3].
Prosedur yang paling dianjurkan untuk mengatasi masalah infertilitas akibat necrozoospermia ialah TESE-ICSI (testicular/epididymal sperm extraction-intracytoplasmic sperm injection). Prosedut TESE melibatkan ekstraksi (pengambilan) sperma dari testis dengan menggunakan jarum, pasien di bawah pengaruh anestesi[1].
Prosedur TESE dilakukan untuk mengambil sel-sel sperma yang belum matang di dalam testis. Sering kali meski tidak terdapat sperma hidup dalam ejakulat, di dalam testis terdapat sel bakal sperma yang masih hidup[1, 2].
Sel yang diekstraksi dari testis kemudian dikulturkan di laboratorium. Prosedur dilanjutkan dengan ICSI, di mana sperma diinjeksikan langsung ke dalam sitoplasma sel telur untuk fertilisasi[1, 3].
Metode lain yang kurang umum untuk penanganan necrozoospermia yaitu dengan ejakulasi berulang pada minggu perawatan. Pada pasien dengan cedera korda spinalis dapat dilakukan dengan electroejaculation (menstimulasi ejakulasi dengan bantuan sengatan elektrik)[1].
Tindakan pencegahan necrozoospermia yang dapat dilakukan yaitu pembiasaan gaya hidup sehat dan menghindari faktor penyebab, meliputi[3, 7]:
Makanan dengan kandungan gizi seimbang penting untuk menjaga kesehatan sperma. Beberapa zat gizi yang dapat meningkatkan kesehatan sperma yaitu vitamin B12, vitamin C, kacang-kacangan, dan lycopene.
Vitamin B12 melindungi sperma dari inflamasi dan stres oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas berbahaya di dalam tubuh. Likopen membantu mengurangi kadar ROS (reactive oxygen species), suatu substansi yang dapat merusak DNA dan sperma.
Vitamin C dan kacang-kacangan membantu meningkatkan jumlah sperma. Selain itu, dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi sayur dan buah kaya antioksidan.
Berat badan berlebih dapat mempengaruhi kadar hormon testosterone sehingga dapat menurunkan dorongan seksual. Olahraga secara teratur dan menurunkan berat badan dapat meningkatkan kualitas dan jumlah sperma.
Olahraga ringan lebih dianjurkan, karena olahraga intens seperti mendaki gunung berkaitan dengan penurunan kualitas sperma.
Sebuah studi tahun 2017 menunjukkan bahwa kafein di dalam minuman bersoda dan soft drink dapat merusak DNA sperma sehingga menurunkan jumlah sperma.
Mengkonsumsi lebih dari tiga cangkir minuman berkafein dalam sehari, dapat meningkatkan risiko keguguran.
Studi tahun 2014 menunjukkan konsumsi 5 unit atau lebih alkohol per minggu menurunkan jumlah dan motilitas sperma.
Suplemen dapat menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Suplemen untuk membantu kesehatan sperma yaitu vitamin C, vitamin D, zinc, ekstrak akar Ashwagandha, koenzim Q10. Untuk mengkonsumsi dengan dosis yang tepat, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Beberapa zat kimia dapat mengakibatkan masalah pada organ reproduksi, termasuk mempengaruhi sperma. Berbagai zat kimia berbahaya dapat ditemukan pada pabrik dan tempat industri berat lainnya.
Beberapa zat yang disarankan untuk dihindari yaitu timah, stirena, aseton, uap merkuri, dan dibromochloropropane.
Suhu tinggi berpengaruh buruk terhadap proses pembentukan sperma di dalam testis. Pria sebaiknya menghindari kebiasaan yang mengakibatkan peningkatan suhu berlebih pada daerah genital, misalnya berlama-lama dalam hot tub atau mengenakan celana yang ketat dan menyebabkan sirkulasi kurang baik.
1. Rachel Gurevich, RN, reviewed by Meredith Shur, MD. Necrozoospermia Causes and Treatment. Very Well Family; 2020.
2. Anonim. What is Necrozoospermia & How it Can Treated Using IVF? Indira IVF; 2020.
3. Emilio Gomez Sanchez, BSc., Ph.D. What Causes Necrospermia?—Symptoms & Treatment. inviTRA; 2018.
4. Alejandro Chavez-Badiola, M.B., Ch.B., Andrew John Drakeley, M.D., M.R.C.O.G., Victoria Finney, M.B., Ch.B., Yasmin Sajjad, M.R.C.O.G., and David Iwan Lewis-Jones, M.B., Ch.B., M.D. Necrospermia, Antisperm Antibodies, and Vasectomy. American Society for Reproductive Medicine; 2008.
5. Shashidhar H. Doddamani, M. N. Shubhashree, S. K. Giri, Raghavendra Naik, and B K Bharali. Ayurvedic Management of Necrozoospermia - A Case Report. An International Quarterly Journal of Research in Ayuveda; 2019.
6. Dr. Jacqueline Payne, reviewed by Dr Laurence Knott. Sperm Test. Patient; 2016.
7. Tim Jewell, reviewed by Kareem Yasin. The 7-Step Checklist to Healthy, Fertile Sperm. Healthline; 2018.