Penyakit & Kelainan

Penyakit Berbahaya Selama Kehamilan dan Cara Mengatasinya

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Bagi ibu yang tengah hamil, mengidap gangguan kesehatan dapat membahayakan sang ibu maupun janinnya. Dalam istilah medis, terdapat dua klasifikasi penyakit yang diidap oleh ibu hamil yaitu obstetri dan medis. Obstetri merujuk pada penyakit yang memiliki hubungan sebab-akibat langsung dengan kehamilan. Medis merujuk pada penyakit yang tidak memiliki hubungan sebab-akibat langsung dengan kehamilan dan biasanya sudah diidap sejak sebelum hamil.[1]

Setiap proses kehamilan berbeda-beda. Begitu pula dengan permasalahan yang menyertainya. Salah satu permasalahan yang paling umum terjadi ketika hamil adalah terserang penyakit. Berikut beberapa penyakit yang dapat membahayakan kehamilan:

  1. Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah kondisi di mana ibu hamil mengalami muntah-muntah berlebihan sampai-sampai terjadi penurunan berat badan drastis.[2] Gejala utama dari hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah parah di masa awal kehamilan (9-20 minggu).

Penyakit ini lebih berpotensi terjadi pada perempuan yang mengalami mual dan muntah parah di luar kehamilan karena mengonsumsi obat yang mengandung estrogen dan memiliki riwayat migrain akut. Selain itu, perempuan dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat hiperemesis gravidarum juga berisiko tinggi untuk terserang penyakit ini.[2]

Salah satu upaya yang disarankan untuk mencegah hiperemesis gravidarum adalah dengan mengonsumsi multivitamin asam folat setidaknya satu bulan sebelum pembuahan.[2]

2. Sindrom Hiperstimulasi Ovarium

Sindrom hiperstimulasi ovarium adalah satu bentuk penyakit yang jarang terjadi, namun berisiko tinggi dan berpotensi mengancam keselamatan ibu ataupun janin. Sindrom ini lebih banyak terjadi pada kehamilan yang dibantu dengan teknologi. Menurut WHO, sindrom hiperstimulasi ovarium terjadi pada 0,2%-1% dari semua proses kehamilan dengan bantuan teknologi.[3]

Sindrom hiperstimulasi ovarium lumayan sulit untuk dideteksi karena gejala-gejalanya yang samar atau bahkan tanpa gejala sama sekali. Beberapa gejala yang mungkin terjadi, misalnya mual, muntah, dan diare. Pada beberapa kasus, pengidap mengalami gejala yang lebih parah, seperti sirkulasi darah tidak stabil, gagal ginjal akut, dan gangguan pernapasan akut.[3]

3. Epilepsi

Epilepsi ketika hamil adalah salah satu kondisi kehamilan dengan risiko tinggi. Risiko kematian ibu menjadi sepuluh kali lipat lebih tinggi pada pengidap epilepsi. Bahkan, salah satu penelitian tentang angka kematian ibu hamil di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak ibu yang meninggal karena epilepsi dari pada preeklampsia ataupun eklampsia.[1]

Meskipun sedang hamil, pengidap epilepsi tetap dianjurkan untuk mengonsumsi obat anti-epilepsi guna mengontrol kejang-kejang dan mengurangi trauma akibat kejang-kejang pada ibu dan janin.[4] Dosis dan pemakaian obat-obatan apapun termasuk obat anti-epilepsi harus di bawah anjuran dokter.

4. Preeklampsia

Preeklampsia adalah kondisi ketika ibu hamil mengalami hipertensi, trombosit (faktor pembekuan darah) rendah, dan proteinuria atau urin mengandung protein. Beberapa gejala dari preeklampsia, antara lain sakit kepala terus-menerus, pembengkakkan tidak normal pada tangan dan wajah, berat badan meningkat secara tiba-tiba, pandangan mengabur, dan nyeri pada perut bagian bawah.[5]

Preeklampsia dapat menimbulkan komplikasi kehamilan lainnya, seperti pendarahan, gangguan kesehatan hati/liver, gagal ginjal, edema paru-paru, dan pelepasan prematur pada plasenta, dan kelahiran prematur. Risiko preeklampsia dapat ditekan dengan rajin meminum vitamin dan suplemen asam folat serta menjaga pola dan menu makan sehat.[6]

5. Eklampsia

Eklampsia adalah preeklampsia yang lebih parah karena kondisi ini disertai dengan kejang-kejang dan bahkan kehilangan kesadaran. Kondisi ini umumnya terjadi setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu atau ketika seusai melahirkan.[7]

Baik preeklampsia maupun eklampsia berefek pada plasenta. Ketika tekanan darah tinggi, plasenta tidak dapat mengalirkan oksigen dan nutrisi pada janin dengan maksimal. Maka dari itu, dokter kerap menyarankan ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia untuk melahirkan bayi sesegera mungkin guna menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.

6. Anemia

Ketika ibu hamil mengidap anemia, komponen sel darah merah dalam darahnya tidak cukup banyak untuk mengalirkan oksigen dan nutrisi pada janin dalam kandungannya. Anemia merupakan penyakit yang cukup umum diidap oleh ibu hamil. Namun, pada kondisi tertentu anemia dapat menjadi parah dan membahayakan apabila tidak segera ditangani dengan tepat.[8]

Anemia dapat terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi, kekurangan folat, atau kekurangan vitamin B12 untuk membentuk sel darah merah. Anemia dapat terjadi pada semua ibu hamil. Oleh karena itu, ibu hamil membutuhkan asupan yang mengandung zat besi dan asam folat lebih banyak dari biasanya.[8]

Resiko dan Gejala

Anemia akut dapat meningkatkan risiko bahaya pada kesehatan ibu dan kandungannya. Salah satunya adalah risiko melahirkan bayi prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah.[8]

Gejala anemia antara lain:

  1. Wajah, bibir, dan kuku memucat.
  2. Tubuh lelah dan lunglai.
  3. Sakit kepala.
  4. Hela napas pendek.
  5. Detak jantung cepat.
  6. Kesulitan dalam berkonsentrasi.

Cara Mengatasi Penyakit Berbahaya Selama Kehamilan

Cara paling utama untuk mengatasi penyakit yang diidap ketika dalam kondisi hamil adalah selalu melakukan pemeriksaan ke dokter. Informasi paling akurat, tepat, dan cocok bagi ibu hamil berasal dari dokter yang memeriksanya. Oleh karena itu, periksa ke dokter adalah kunci utama untuk mencegah maupun mengobati berbagai penyakit yang dialami oleh ibu hamil.

Beriringan dengan disiplin periksa ke dokter, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengobatan yang dilakukan oleh ibu hamil, antara lain:

  • Konsumsi suplemen dan vitamin yang dapat memperkuat daya tahan tubuh sang ibu maupun janin dalam kandungan.[2]
  • Monitor kondisi ibu hamil dan janinnya secara berkala untuk mencegah dan menjadi cepat tanggap jika ada penurunan kesehatan.[3]
  • Konsumsi makanan dengan kandungan zat besi dan asam folat tinggi.[8]

Beberapa penyakit merupakan penyakit yang umum dan normal terjadi selama hamil, namun beberapa penyakit lain merupakan penyakit berisiko tinggi dan cukup berbahaya bagi keselamatan ibu dan janin. Menurut suatu penelitian di Inggris, penyakit kategori ‘medis’ justru lebih berbahaya dan berisiko tinggi dalam mengancam keselamatan ibu dan janin.[1]

1. Bhaskar Narayan & Chatherine Nelson-Piercy. Clinical medicine Volume 17(3). Medical problems in pregnancy. 2017.
2. Jennings LK, Krywko DM. Ncbi.nlm.nih.gov. Hyperemesis Gravidarum. 2021.
3. Ghada Bourjeily, MD & Margaret Miller, MDb. Clinics in chest medicine Volume 30. Obstetric Disorders in the ICU. 2009
4. Sima I Patel & Page B Pennel. Therapeutic advances in neurological disorders Volume 9(2). Management of epilepsy during pregnancy: an update. 2016.
5. Rachael Fox & Jamie Kitt. Journal of clinical medicine Volume 8(10). Preeclampsia: Risk Factors, Diagnosis, Management, and the Cardiovascular Impact on the Offspring. 2019.
6. Jaime Herndon, MS, MPH, MFA. Healthline.com. Preeclampsia. 2018.
7. Mackenzie Magley & Melissa R. Hinson. Ncbi.nlm.nih.gov. Eclampsia. 2021.
8. Traci C. Johnson, MD. Webmd.com. Anemia in Pregnancy. 2020

Share