Jenis kulit setiap orang berbeda-beda; ada tipe kulit kering, kulit berminyak, dan kulit normal.
Namun, ada juga tipe kulit sensitif dan tidak sensitif atau bahkan biasa-biasa saja.
Kulit sensitif dapat terjadi begitu saja karena faktor keturunan, namun ada pula kasus di mana sensitivitas kulit meningkat seiring waktu karena faktor penyakit tertentu.
Berikut ini adalah sejumlah faktor peningkat risiko atau penyebab kulit sensitif yang dapat diwaspadai.
Daftar isi
Eksim atau dermatitis atopik merupakan kondisi ketika kulit mengalami radang [1,2,3].
Peradangan pada kasus eksim biasanya ditandai dengan ruam kemerahan yang terasa gatal namun bisa hilang dan timbul [1,2,3].
Walau hingga kini belum ada metode untuk menyembuhkannya, terdapat cara untuk mengendalikan gejala [1,2].
Kulit dengan kondisi eksim membuat sensitivitasnya meningkat karena kemampuan kulit dalam memberikan perlindungan dari iritan terganggu [1,3].
Oleh sebab itu, kulit menjadi jauh lebih sensitif terhadap produk-produk sabun cuci atau kosmetik yang berbahan sedikit lebih keras [1,2,3].
Selain sensitif, ruam, gatal dan kemerahan di kulit, tanda bahwa kulit sedang mengalami eksim antara lain meliputi [1,2,3] :
Pengobatan : Biasanya gejala ditangani dengan obat antigatal dalam bentuk krim dan juga penggunaan pelembap supaya menjaga kelembapan kulit [1,2].
Produk sabun atau kosmetik dengan kandungan parfum/pewangi sebaiknya dihindari selama masa pemulihan kulit [1,2].
Jika krim antigatal dan pelembap biasa tak cukup efektif, segera ke dokter spesialis kulit untuk berkonsultasi [1,2].
Penyebab kulit sensitif lainnya adalah kulit yang kering, terutama kondisi kulit kering yang disebabkan penurunan kadar minyak alami serta air alami pada kulit [1,4,5].
Kulit kering umumnya ditandai dengan beberapa kondisi seperti [1,5] :
Tanda-tanda kulit kering dan sensitif ini biasanya dialami pada beberapa bagian tubuh, seperti betis, lengan, kaki dan tangan [1,5].
Pengobatan : Untuk menangani kulit kering, biasanya dapat dilakukan secara mandiri dengan menggunakan produk pelembap kulit dengan bahan yang aman [1,5].
Krim pelembap yang digunakan rutin sehari 2-3 kali dapat membantu mengatasi kulit kering; namun krim pelembab tanpa kandungan pewangi jauh lebih dianjurkan [1,5].
Pastikan juga sabun yang digunakan untuk mandi maupun membersihkan kulit wajah adalah produk yang tidak akan menghilangkan minyak alami kulit [1].
Pilih produk yang benar-benar aman bagi kulit dan tidak menimbulkan iritasi; jika perlu, konsultasikan dengan dokter spesialis kulit sebelum menggunakan produk apapun [1].
Jika kulit sensitif disebabkan oleh eksim dan kulit kering merupakan hal yang cukup umum, pruritus aquagenik adalah kondisi yang tergolong langka [1,6].
Pruritus aquagenik adalah kondisi ketika kulit menjadi sensitif dan mengeluarkan reaksi gatal saat terpapar air [1,6].
Biasanya, gatal ini akan disertai timbulnya ruam kemerahan pada kulit dan hal ini bisa terjadi saat kulit terkena air apa saja [1,6].
Ruam gatal ini juga akan disertai rasa nyeri di mana gejala dapat terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama [1,6].
Bagian tubuh yang dapat mengalami pruritus aquagenik ini umumnya meliputi dada, lengan, dan leher [1,6].
Tak menutup kemungkinan kondisi pruritus aquagenik juga muncul pada kulit area tubuh lainnya. Tanda bahwa seseorang mengalami pruritus aquagenik sesaat setelah terpapar air adalah [1,6] :
Pengobatan : Karena merupakan kondisi langka, pruritus aquagenik menjadi cukup sulit ditangani [1].
Meski demikian, penderita tetap dapat menemui dokter, memeriksakan diri dan memperoleh perawatan untuk meredakan gejala [1].
Seperti pada kondisi penyebab kulit sensitif lainnya, penting bagi penderita menggunakan sabun yang aman berbahan ringan dan berkomposisi hipoalergenik maupun antibakteri [1].
Setiap membersihkan tubuh pun, lakukan secara perlahan dan lembut agar kulit tidak terasa semakin sakit [1].
Mastositosis kulit merupakan kondisi ketika sel mast (jenis sel darah putih) terakumulasi pada jaringan kulit [1,7].
Pada kondisi ini, sensitivitas kulit dapat meningkat dan beberapa tanda lain seperti gatal dan bercak kemerahan gelap dapat timbul [1,7].
Namun penyakit ini tak sebaiknya disepelekan, sebab gejala dapat berkembang semakin parah hingga memengaruhi fungsi organ tubuh [1,7].
Risiko gangguan fungsi organ cukup tinggi karena sel mast sendiri adalah bagian sistem daya tahan tubuh yang akan bereaksi dan melawan kuman maupun benda asing lainnya yang memasuki tubuh [1,7].
Oleh sebab itu, reaksi alergi sangat mudah terjadi pada penderita mastositosis kulit [1].
Beberapa faktor ini dapat diwaspadai sebagai peningkat risiko timbulnya mastositosis kulit [1,7] :
Pengobatan : Untuk mastositosis kulit, umumnya dokter akan memberikan suntikan epinephrine sebagai penanganan utama bagi penderita reaksi alergi berat [1,7].
Untuk gejala lain, biasanya pasien cukup menggunakan antihistamin dan pada anak-anak, gejala tanpa penanganan biasanya dapat mereda sendiri [1,7].
Jika perlu, dokter pun akan meresepkan krim kortikosteroid di mana penanganan ini biasanya diperuntukkan bagi pasien usia dewasa [7].
Pada orang dewasa, mastositosis kulit yang tak segera ditangani berisiko tinggi berkembang cepat dan berkembang memengaruhi organ-organ tubuh lain [7].
Biduran atau urtikaria juga dapat menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif. Biduran sendiri adalah timbulnya lesi pada permukaan kulit yang terasa gatal [1,8].
Lesi ini dapat memiliki warna yang sama dengan warna kulit atau bahkan berwarna merah muda maupun merah [1,8].
Walau gatal, seringkali rasa sakit turut menyertai di mana kondisi ini timbul umumnya karena efek makanan, obat, atau paparan zat tertentu [1,8].
Sebagai bagian dari reaksi alergi, selain tanda yang sudah disebutkan biduran secara umum menimbulkan beberapa kondisi lain seperti [1,8] :
Segera ke dokter apabil mengalami gejala lain selain ruam, seperti halnya sulit bernafas [1,8].
Pengobatan : Untuk biduran, biasanya dokter akan memberikan obat antihistamin/antialergi, krim antidepresan sebagai pereda gatal, kortikosteroid, ciclosporin, omaluzimab, dan/atau agonis reseptor leukotriene yang akan disesuaikan dengan kondisi gejala pasien [1,8].
Fotodermatosis juga merupakan kemungkinan penyebab kulit sensitif lainnya, yakni ketika kulit bereaksi abnormal terhadap paparan sinar matahari [1,9].
Gejala fotodermatosis secara umum meliputi [1,9] :
Pengobatan : Jika fotodermatosis dipicu oleh obat tertentu yang sedang dikonsumsi, biasanya penderita perlu berhenti dari konsumsi obat ini lebih dulu [1,9].
Selain itu, menghindari paparan matahari juga sangat dianjurkan supaya gejala tak memburuk [1,9].
Jika perlu, temui dokter spesialis kulit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan memperoleh penanganan yang tepat.
Rosacea merupakan jenis penyakit kulit yang terjadi di bagian wajah yang bisa dialami oleh siapapun namun lebih berisiko pada wanita usia paruh baya.
Gejala utama pada kondisi rosacea selain sensitivitas kulit meningkat tinggi adalah :
Pengobatan : Menghindari faktor pemicu gejala sangat dianjurkan, seperti obat pelebar pembuluh darah, makanan dengan kandungan cinnamaldehyde, makanan panas, makanan pedas, minuman alkohol, tungau, produk perawatan wajah yang berbahaya, stres berlebih, paparan udara panas atau dingin, angin kencang, dan paparan sinar matahari [1,10.
Selain itu, antiinflamasi juga kemungkinan akan dokter resepkan, berikut salep yang akan meredakan bintik serta kemerahan kulit [10].
Jika obat dan penanganan mandiri tak mempan, terapi laser akan dokter rekomendasikan supaya kemerahan pada kulit akibat pembuluh darah yang membesar bisa diatasi [10].
Dermatitis kontak dapat pula menyebabkan sensitivitas kulit meningkat dikarenakan kulit mengalami radang akibat paparan zat tertentu [1,11].
Paparan ini membuat kulit teriritasi atau mengeluarkan reaksi alergi sehingga kemudian muncul gatal dan ruam merah [1,11].
Penyebab kulit sensitif dalam hal ini dapat berupa dermatitis kontak iritasi dan dermatitis kontak alergi [1,11].
Dermatitis kontak iritasi adalah ketika kulit terkena paparan zat tertentu sehingga kulit menjadi rusak, sementara dermatitis kontak alergi adalah ketika kulit terkena zat alergen sehingga reaksi dari sistem imun keluar secara berlebihan [1,11].
Pengobatan : Dermatitis kontak baik iritasi maupun alergi dapat diatasi dengan melakukan pengompresan dingin pada area kulit, menghindari menggaruk, menerapkan pelembap kulit, dan menjaga kebersihan kulit dengan baik [1].
Selain itu, jika pergi ke dokter maka pasien akan diresepkan obat berupa kortikosteroid minum dan oles (dalam bentuk salep atau krim) [1,11].
Jika penanganan sendiri dan obat resep dokter tak efektif, pasien perlu menjalani fototerapi atau terapi imunosupresan [12].
Tingkat sensitivitas kulit tidak selalu meningkat karena penyakit tertentu, sebab beberapa faktor alami yang sehari-hari dialami juga dapat menjadi sebab utamanya [13].
Suhu panas, suhu dingin, paparan angin kencang, hingga terkena sinar matahari cukup sering pun mampu menyebabkan kulit lebih sensitif [13].
Risiko kulit teriritasi lebih tinggi ketika sering dan hampir setiap hari terkena paparan faktor-faktor tersebut [13].
Biasanya, kulit tidak hanya sensitif, tapi juga akan mengalami ruam gatal, nyeri terbakar, pecah-pecah dan bercak kemerahan [13].
Untuk mengatasinya, cukup dengan melindungi kulit secara mandiri dengan mengenakan jaket, topi, pakaian lengan panjang, dan barang-barang lain yang bisa memberikan proteksi terhadap kulit.
Penyebab kulit sensitif sangat bervariasi, dari yang bersifat ringan hingga serius dan langka; namun ketika masalah kulit disertai pembengkakan, sesak nafas, dan sulit menelan, segera periksakan diri ke dokter.
1. Cynthia Cobb, DNP, APRN, WHNP-BC, FAANP & Corinne O'Keefe Osborn. What Causes Sensitive Skin and How Can I Care for It?. Healthline; 2019.
2. Valerie Nemeth & Justin Evans. Eczema. National Center for Biotechnology Information; 2021.
3. Ji Hyun Lee, Sag Wook Son, & Sang Hyun Cho. A Comprehensive Review of the Treatment of Atopic Eczema. Allergy, Asthma & Immunology Research; 2016.
4. Miranda A. Farage. The Prevalence of Sensitive Skin. Frontiers in Medicine; 2019.
5. Anita Gade; Taraneh Matin; & Richard Rubenstein. Xeroderma. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. M W Greaves, A K Black, R A Eady, & A Coutts. Aquagenic pruritus.. British Medical Journal; 1981.
7. Mounika Gangireddy & Gabriela A. Ciofoaia. Systemic Mastocytosis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
8. Melek Aslan Kayiran & Necmettin Akdeniz. Diagnosis and treatment of urticaria in primary care. Nothern Clinics Of Istanbul; 2019.
9. Percy Lehmann, Prof. Dr. med. & Thomas Schwarz, Prof. Dr. med. Photodermatoses: Diagnosis and Treatment. Deutsches Ärzteblatt International; 2011.
10. Mehdi Farshchian & Steven Daveluy. Rosacea. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. Graham Litchman; Pragya A. Nair; Amber R. Atwater; & Beenish S. Bhutta. Contact Dermatitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
12. Patrick B. Murphy; Amber R. Atwater; & Matthew Mueller. Allergic Contact Dermatitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
13. Laure Rittié & Gary J. Fisher. Natural and Sun-Induced Aging of Human Skin. Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine; 2015.