Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Badan kesehatan dunia atau WHO mendeskripsikan sindrom burn-out sebagai "gejala yang dikonseptualisasikan sebagai akibat dari stress pekerjaan kronik yang tidak dapat diatasi". Hal ini terjadi jika seseorang
Jenis pekerjaan dan aktivitas manusia modern membuat stres menjadi semakin umum terjadi, hingga pada titik seseorang merasa kelelahan, hampa, dan tidak bisa lagi beraktivitas seperti biasa.
Kelelahan adalah reaksi normal atas terjadinya stres, namun burnout adalah tahap lebih lanjut dari reaksi ini dan ditandai dengan munculnya sejumlah gejala.
Daftar isi
Istilah burnout pertama kali dicetuskan di tahun 1970-an oleh seorang psikolog Amerika bernama Herbert Freudenberger. Ia menggunakan istilah ini untuk mendeskripsikan konsekuensi dari stress yang parah dan standar ideal tinggi dalam dunia profesi pelayanan. [2, 3, 4]
Sindrom burnout paling sering dialami oleh orang-orang dalam kategori profesi tertentu, yang membutuhkan interaksi dengan banyak orang atau bekerja dalam bentuk pelayanan tube porn , seperti guru, hamiltonthaimassage, tenaga kesehatan, pekerja sosial, polisi, dan sebagainya.
Namun, saat ini, istilah tersebut tidak hanya digunakan untuk profesi pelayanan saja, namun bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari orang-orang yang berorientasi pada karir hingga ibu rumah tangga.
Selain pekerjaan yang berhubungan dengan publik, orang-orang yang bekerja di lingkungan lain yang berkaitan dengan tanggung jawab yang berbahaya, tugas yang presisi, konsekuensi yang berat, serta pekerjaan yang dilakukan dengan terpaksa juga berisiko mengalami burnout. [4]
Dalam buku Klasifikasi Internasional untuk Jenis Penyakit Revisi ke-11 (ICD-11), burnout diklasifikasikan sebagai fenomena pekerjaan, dan bukan gangguan medis. [1, 3]
Kondisi ini dijelaskan dalam bab: ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan atau kontak dengan pelayanan kesehatan’, yang menjelaskan alasan-alasan mengapa orang menghubungi pelayanan kesehatan namun tidak sakit.
Burnout, dalam ICD-11, didefinisikan sebagai berikut: [1]
“Burnout adalah suatu sindrom yang diakibatkan oleh stres kronis di tempat kerja yang tidak berhasil diatasi. Burnout secara spesifik merujuk pada fenomena dalam konteks pekerjaan dan tidak bisa diterapkan di area kehidupan lainnya.”
Semua definisi burnout yang sudah ada sejauh ini sama-sama setuju bahwa gejala-gejala yang timbul disebabkan oleh stres akibat pekerjaan.
Ada tiga hal utama yang dianggap sebagai tanda-tanda terjadinya burnout: [1, 2, 3, 4]
Orang-orang yang mengalami sindrom burnout juga mengalami gejala-gejala lain yang tidak spesifik, termasuk mudah marah, takut, atau cemas. Mereka juga menunjukkan ketidakmampuan untuk merasa bahagia, senang, atau puas.
Sindrom burnout juga bisa dihubungkan dengan gejala-gejala fisik termasuk insomnia, ketegangan otot, sakit kepala, dan masalah pencernaan termasuk naiknya asam lambung. [3]
Sindrom burnout paling sering diukur menggunakan Maslach Burnout Inventory (MBI-HS). Ini adalah kuesioner berisi 22 pertanyaan yang terdri dari tiga dimensi yang dinilai terpisah berdasarkan masing-masing gejala diatas. [3, 4]
Pertanyaan-pertanyaan dalam MBI-HS mengelompokkan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan lingkungan kerja dari skala 1 hingga 7.
Skala kelelahan emosi terdiri dari 9 pertanyaan, menarik diri dari lingkungan terdiri dari 5 pertanyaan, dan skala performa kerja terdiri dari 8 pertanyaan.
Hasil dari penilaian kuesioner ini akan menentukan apakah seseorang memang mengalami burnout atau hanya kelelahan biasa.
Beberapa gejala yang dianggap khas terjadi pada sindrom burnout juga terdapat pada depresi, termasuk: [3]
Karena gejala-gejalanya serupa, beberapa orang mungkin akan terdiagnosa mengalami burnout meskipun mereka sebenarnya depresi. Untuk itu, jangan terlalu cepat untuk merasa mengalami burnout, karena nanti akan mendapat perawatan yang salah.
Contohnya, menyarankan untuk berlibur atau cuti dari pekerjaan. Orang yang “hanya” kelelahan karena pekerjaan bisa merasa lebih baik bila melakukan saran ini. Tapi, orang yang mengalami depresi mungkin malah akan merasa semakin buruk karena bantuan yang mereka butuhkan sangat berbeda, misalnya perawatan psikologis atau obat-obatan. [3]
Lalu bagaimana membedakannya? Beberapa karakteristik burnout sangat spesifik, misalnya masalah-masalah yang timbul berasal dari beban pekerjaan atau lingkungan kerja. Sementara pada depresi, pikiran-pikiran dan perasaan negatif bukan hanya tentang pekerjaan, tapi seluruh hal tentang kehidupan.
Gejala-gejala khas lain dari depresi adalah: [3]
Tanda-tanda ini tidak termasuk ke dalam gejala burnout. Jadi, orang-orang yang mengalami sindrom bunrout tidak selalu depresi, namun burnout yang berkepanjangan bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami depresi.
Ketika gejala-gejala burnout sudah mulai muncul, jangan paksakan diri untuk terus bekerja karena bisa menyebabkan cedera emosional dan fisik lebih jauh. Ini adalah saatnya untuk berhenti sejenak dan belajar bagaimana mengatasi burnout agar bisa merasa sehat dan positif lagi.
Mengatasi burnout membutuhkan pendekatan “Tiga R”: [2, 5]
Beberapa tips berikut bisa diterapkan untuk membantu mengatasi burnout: [5]
Pencegahan yang utama seharusnya datang dari tempat kerja.
Semakin banyaknya kasus burnout menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menawarkan motivasi, kepercayaan, komunikasi, penghargaan, dukungan personal dan kelompok, serta mengijinkan kebebasan individu bisa menurunkan angka kejadian sindrom burnout. [2]
1. WHO Team. Burn-out an "occupational phenomenon": International Classification of Diseases. World Health Organization; 2019.
2. Meredith Mealer, PhD, Marc Moss, MD.,Vicki Good, RN, MSN, CENP, CPPS. What is Burnout Syndrome (BOS)? American Thoracic Society, Public Health Information Series; 2016.
3. Institute for Quality and Efficiency in Health Care. Depression: What is burnout? Informed Health; 2020.
4. Polikandrioti M. Burnout syndrome. Health Science Journal.
5. Melinda Smith, M.A., Jeanne Segal, Ph.D., Lawrence Robinson. Burnout Prevention and Treatment. Help Guide; 2020.