Penyakit & Kelainan

Sindrom West : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Sindrom West?

Sindrom West adalah salah satu jenis kondisi kejang yang utamanya terjadi pada anak atau khususnya bayi [1,2,3,4,5,6,7,8,9,10].

Sindrom yang dikenal dengan istilah infantile spasms ini berkaitan dengan epilepsi, namun lebih berpotensi terjadi pada bayi dan anak-anak.

Bila tak ditangani dengan tepat, maka sindrom West dapat berakibat pada keterlambatan atau terhambatnya perkembangan mental anak.

Tinjauan
Sindrom West merupakan kondisi kejang pada bayi yang juga dikenal dengan istilah infantile spasm yang bila tak ditangani dengan tepat, anak akan mengalami perkembangan mental yang terhambat.

Fakta Tentang Sindrom West

  1. Kejang pada anak atau sindrom West umumnya (sekitar 90% kasus) dialami oleh anak-anak dengan usia di bawah 12 bulan atau kurang dari 1 tahun [1].
  2. Anak-anak dengan usia di atas 12 bulan yang mengalami kondisi yang mirip dengan sindrom West biasanya bukan termasuk sindrom West, melainkan diklasifikasikan sebagai kejang epilepsi [1].
  3. Rata-rata kasus sindrom West terjadi pada anak-anak usia 4-7 bulan tanpa memandang ras maupun jenis kelamin [1].
  4. Jika kejang telah terjadi sekali pada anak, maka hal ini cenderung berulang secara alami ke depannya [1].
  5. Sindrom West pertama kali dideskripsikan oleh Dr. W.J West sehingga dinamakan dengan istilah tersebut. Penyakit ini dideskripsikan tahun 1841 di mana ini merupakan hasil observasi Dr. West terhadap anaknya sendiri [2].
  6. Prevalensi sindrom West adalah 1 per 2.000 hingga 4.000 kelahiran bayi [3].
  7. Di Indonesia, prevalensi spesifik penyakit sindrom West belum diketahui walaupun untuk kasus kejang sendiri bukanlah hal baru pada bayi maupun anak-anak.

Penyebab Sindrom West

Sindrom West atau kejang pada bayi dapat terjadi karena kerusakan pada otak dan beberapa faktor di bawah ini paling berpotensi memicu kerusakan tersebut :

  • Mutasi Genetik

Perubahan gen di dalam tubuh yang biasanya dimiliki anak karena diturunkan oleh orang tuanya, seperti mutasi abnormal pada gen ARX atau CDKL5 yang terletak pada kromosom X [4,5,6].

Cacat atau mutasi gen yang ada pada kromosom X rata-rata dialami oleh laki-laki dengan menunjukkan sejumlah tanda atau gejala.

Sementara pada perempuan, cacat atau mutasi gen pada salah satu kromosom X menjadikannya sebagai pembawa sifat cacat gen saja tanpa mengalami keluhan gejalanya.

  • Gangguan Neurokutan

Salah satu contoh kondisi gangguan neurokutan adalah tuberous sclerosis complex (TSC) di mana TSC ini merupakan kondisi genetik dominan autosomal [1,6].

Kondisi ini umumnya ditandai dengan keberadaan tumor ginjal, tumor pada jantung, tumor mata, dan kejang pada tubuh.

Gangguan neurokutan seperti tuberous sclerosis pun berkaitan dengan kondisi mutasi gen yang diwarisi dari salah satu atau kedua orang tua.

  • Malformasi Otak

Malformasi otak dapat terjadi pada bayi di mana perkembangan otaknya mengalami ketidaknormalan [3,6,7].

Contoh kondisi yang tergolong sebagai malformasi otak adalah displasia kortikal dan hemimegalensefali.

  • Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom juga dapat menjadi salah satu faktor yang mampu meningkatkan risiko sindrom West [1,3,8].

Down syndrome termasuk kondisi kelainan kromosom yang perlu diwaspadai oleh para orang tua.

  • Faktor Lainnya

Infeksi yang menyebar hingga otak atau infeksi yang menyerang otak pun dapat menjadi faktor lain yang menyebabkan kerusakan otak dan memicu sindrom West [1,3,4].

Selain itu, cedera otak atau kelainan metabolisme juga berpengaruh pada kondisi otak dan mampu memicu sindrom West.

Tinjauan
Mutasi genetik, gangguan neurokutan, malformasi otak, kelainan kromosom, infeksi, cedera otak dan kelainan metabolisme adalah berbagai faktor yang mampu menyebabkan maupun memicu sindrom West.

Gejala Sindrom West

Sindrom West mampu menimbulkan sejumlah gejala dan pada umumnya, tanda-tanda yang terjadi antara lain meliputi [1,4,8,9]:

  • Kekakuan pada tubuh
  • Lutut menekuk ke arah tubuh
  • Tubuh bagian atas menekuk ke arah lutut
  • Lengan terentang ke arah luar tubuh

Jika beberapa tanda tersebut adalah gejala umum sindrom West, beberapa tanda di bawah ini jauh lebih jarang [9,10] :

  • Kepala tertarik ke belakang
  • Lengan dan kaki lurus dan kaku
  • Kejang terjadi hanya dalam waktu beberapa detik (umumnya 1-2 detik), namun akan lebih sering terjadi kembali atau kondisi kejang berulang.
  • Kejang berikutnya biasanya akan berlangsung lebih lama, yaitu 10-20 menit.
  • Kejang berulang dapat terjadi di mana episode ini lebih berpotensi dialami oleh anak saat baru bangun tidur atau setiap sehabis makan.
  • Kontraksi atau kejang biasanya terjadi pada bagian leher, kepala, lengan atau tungkai secara tiba-tiba.

Perlu diketahui bahwa intensitas dan durasi kejang antara penderita satu dengan lainnya tidaklah sama.

Bahkan bagian tubuh yang mengalami kejang antara satu penderita dengan penderita lain bervariasi.

Kondisi gejala lainnya yang patut diketahui dan diwaspadai antara lain adalah [6,9] :

  • Perkembangan mental anak yang terlambat di mana hal ini baru akan nampak dan disadari orang tua saat anak tumbuh semakin besar.
  • Kemampuan anak untuk berguling, berceloteh dan duduk akan hilang.
  • Menangis saat atau sesudah kejang terjadi.

Bayi-bayi yang telah tumbuh lebih besar dan sebelumnya sudah pernah mengalami gejala sindrom West maka akan mengalami keberlanjutan kejang.

Namun bila sudah di atas usia 12 bulan, kejang ini sudah masuk dalam kategori epilepsi, bukan sindrom West [9].

Tinjauan
Tanda fisik utama pada kondisi sindrom West meliputi kekakuan pada tubuh, lutut menekuk ke arah tubuh, tubuh bagian atas menekuk ke arah lutut atau lengan terentang ke arah luar tubuh. 

Pemeriksaan Sindrom West

Ketika gejala mulai timbul, maka para orang tua perlu membawa anak ke dokter untuk pemeriksaan secepatnya.

Berikut ini adalah metode diagnosa yang umumnya digunakan oleh dokter :

Metode diagnosa satu ini tak akan memberikan efek sakit pada pasien yang menempuhnya [1,3,4,7,9].

Tindakan pemeriksaan non-invasif ini bertujuan untuk mengetahui pola aktivitas listrik pada otak pasien.

Elektroda akan lebih dulu dipasang pada kulit kepala pasien oleh petugas medis.

Selanjutnya, dokter akan merekam gelombang listrik tersebut dan jauh lebih baik apabila dokter dapat menangkap aktivitas listrik otak pasien saat sedang tidur.

Jika hipsaritmia terjadi dan terekam pada waktu pasien dalam kondisi tidur, maka biasanya dokter dapat segera mengetahui bahwa kondisi pasien sudah tergolong kejang epilepsi dan bukan sindrom West.

Meski demikian, ada beberapa kasus di mana pasien sebenarnya mengalami kejang epilepsi, namun tak menunjukkan adanya pola hipsaritmia saat pemeriksaan ini.

Melalui pemeriksaan ini, kondisi lain yang menyerupai kejang epilepsi juga dapat terdeteksi.

  • Tes Pemindaian

Selain EEG, tes pemindaian pada otak juga perlu diterapkan, seperti MRI scan dan CT scan [1,3,6,9].

MRI scan akan membantu dokter dalam mendeteksi kondisi otak melalui gambar yang dihasilkan dari metode diagnosa.

Struktur otak, lesi pada otak, dan adanya malformasi otak dapat teridentifikasi melalui pemeriksaan ini.

Sementara itu, CT scan yang tidak lebih detail dari MRI scan tetap diperlukan untuk mengetahui kondisi otak secara garis besarnya.

Ada beberapa bagian otak yang dapat tetap dapat terdeteksi melalui CT scan sebelum kemudian diperiksa secara lebih mendalam dan detail dengan MRI scan.

  • Wood’s Lamp

Metode diagnosa ini dilakukan dengan menggunakan lampu khusus untuk memeriksa apakah kulit pasien mengalami perubahan [9].

Keberadaan lesi dengan pigmen yang kurang juga dapat terdeteksi melalui pemeriksaan ini.

Wood’s lamp adalah langkah pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mendeteksi adanya kondisi tuberous sclerosis pada pasien.

  • Tes Urine, Tes Darah dan Pungsi Lumbal

Jika dokter menduga bahwa kejang pada anak adalah karena infeksi, maka tes darah, tes urine dan pungsi lumbal perlu diterapkan [4,9].

  • Tes Genetik Molekular

Tes atau pemeriksaan ini akan direkomendasikan oleh dokter apabila terdapat dugaan bahwa mutasi gen CDKL5 atau ARX menjadi penyebab gejala yang dialami pasien [6,9].

Tes genetik ini pun menjadi salah satu metode diagnosa yang umumnya digunakan sebagai pendeteksi tuberous sclerosis complex.

Tinjauan
Metode diagnosa yang umumnya diterapkan untuk memeriksa pasien umumnya meliputi EEG (elektroensefalografi), tes pemindaian (MRI dan CT scan), Wood's lamp, tes darah, tes urine, pungsi lumbal, dan tes genetik molekular.

Pengobatan Sindrom West

Dalam menangani sindrom West, umumnya dokter akan merekomendasikan beberapa metode, seperti pemberian obat-obatan dan terapi khusus.

Jika obat dan terapi tak dapat membantu menangani gejala, maka biasanya dokter kemungkinan akan menganjurkan pasien menempuh prosedur operasi.

Melalui Obat-obatan

Di Amerika Serikat, sindrom West umumnya ditangani dengan pemberian obat vigabatrin dan corticotropin [1,3,4,6,8,9].

Namun pada beberapa kasus, dokter kemungkinan besar memberikan obat antiepileptik (obat ini bukan perawatan utama untuk pasien sindrom West).

Jika obat-obat tersebut tidak menunjukkan efektivitas, maka dokter bisa saja meresepkan obat jenis lainnya, seperti benzodiazepine.

Selain itu, zonisamide, rufinamide, topiramate, dan valproic acid kemungkinan akan diresepkan [9,12].

Melalui Terapi

Untuk anak-anak penderita sindrom West yang mengalami keterlambatan atau keterhambatan perkembangan mental, dokter akan menganjurkan penempuhan EEG secara berkala [1].

Hal ini untuk memantau perkembangan kondisi pasien selama menempuh terapi yang membantu perkembangan bicara, mental, dan fisik pasien.

Melalui Diet

Untuk beberapa kasus, diet ketogenik juga dapat dianjurkan oleh dokter [1,3,4,6].

Pasien sindrom West yang menjalani diet ini pun terbukti menjadi lebih baik, terutama pada kasus kejang epilepsi.

Anak-anak yang lebih besar dapat menerapkan diet ini di mana itu artinya asupan karbohidrat rendah dan asupan lemak tinggi sehari-hari.

Diet seperti ini pun umumnya hanya diperuntukkan bagi pasien yang tak dapat merespon obat resep.

Melalui Operasi

Prosedur bedah hanya akan direkomendasikan oleh dokter ketika otak mengalami malformasi dan tuberous sclerosis complex [1,3,4,6].

Tujuan prosedur operasi adalah untuk mengendalikan kejang yang terus-menerus terjadi namun tak dapat diatasi dengan konsumsi obat resep maupun terapi tertentu.

Tinjauan
Penanganan sindrom West umumnya melalui pemberian obat anti kejang, melalui terapi untuk perkembangan mental dan fisik anak, melalui diet (umumnya diet ketogenik), dan melalui operasi apabila penyebab sindrom adalah malformasi otak atau tuberous sclerosis complex.

Komplikasi Sindrom West

Sindrom West dapat berakibat buruk pada penderitanya karena prognosis anak-anak penderita kondisi ini tidaklah bagus.

Terdapat hampir 50% kasus sindrom West mengakibatkan penderitanya mengalami defisit atau penurunan kemampuan neurologis dan perkembangan jangka panjang [1].

Bahkan ketika anak sudah tumbuh semakin besar, kondisi kejang dapat tetap dialami dalam jangka panjang dan akan terus berulang [9].

Kondisi kejang bahkan berpotensi berkembang menjadi jenis kejang lainnya ketika penderita semakin tua.

Ketika kejang semakin berkembang, maka kondisi ini pun akan semakin sulit untuk dikendalikan dan diatasi melalui perawatan standar.

Tinjauan
Penurunan kemampuan neurologis dan perkembangan jangka panjang adalah risiko komplikasi sindrom West paling umum. Kejang yang berulang dan berkelanjutan hingga anak tumbuh semakin besar juga menjadi masalah komplikasi yang seringkali tak dapat dihindarkan.

Pencegahan Sindrom West

Sindrom West yang berhubungan dengan mutasi genetik tentu akan sulit untuk dicegah.

Namun untuk kasus yang disebabkan oleh cedera, infeksi, dan malformasi otak, melindungi janin dari waktu kehamilan hingga melahirkan dengan menjaga kesehatan baik-baik sangat dianjurkan kepada para ibu hamil.

Konsultasikan dengan dokter mengenai kemungkinan kelainan bawaan maupun kondisi lainnya jika memang perlu.

Tinjauan
Belum terdapat cara khusus yang mampu mencegah sindrom West agar tak terjadi pada bayi, namun untuk meminimalisir risiko komplikasi, segera tangani gejala saat mulai nampak.

1. Kathryn L. Xixis & Sameer Jain. Infantile Spasm. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Anonim. Bahan Ajar II Epilepsi. Fakultas Kedokteran – Universitas Hasanuddin; 2020.
3. Mohammad Mahdi Taghdiri, MD & Hamid Nemati, MD. Infantile Spasm: A Review Article. Iranian Journal of Child Neurology; 2014.
4. James W Wheless, Patricia A Gibson, Kari Luther Rosbeck, Maria Hardin, Christine O’Dell, Vicky Whittemore & John M Pellock. Infantile spasms (West syndrome): update and resources for pediatricians and providers to share with parents. BioMed Central; 2012.
5. Mitsuhiro Kato. A new paradigm for West syndrome based on molecular and cell biology. Epilepsy Research; 2006.
6. Piero Pavone, Agata Polizzi, Simona Domenica Marino, Giovanni Corsello, Raffaele Falsaperla, Silvia Marino, & Martino Ruggieri. West syndrome: a comprehensive review. Neurological Sciences; 2020.
7. Scott A. Burroughs, Richard P. Morse, Steven H. Mott, & Gregory L. Holmes. Brain Connectivity in West Syndrome. HHS Public Access; 2015.
8. Ilknur Erol, Semra Saygı, Şenay Demir, Fusun Alehan, & Feride Iffet Sahin. West syndrome associated with a novel chromosomal anomaly; partial trisomy 8P together with partial monosomy 9P, resulting from a familial unbalanced reciprocal translocation. Journal of Pediatric Neurosciences; 2015.
9. Anonim. West Syndrome. National Organization for Rare Disorders; 2020.
10. Anonim. Epilepsy: Overview. Cologne, InformedHealth.org - National Center for Biotechnology Information; 2006.
11. G Wohlrab, E Boltshauser, & B Schmitt. Vigabatrin as a first-line drug in West syndrome: clinical and electroencephalographic outcome. Neuropediatrics; 1998.
12, Amy Z Crepeau, Brian D Moseley, & Elaine C Wirrell. Specific safety and tolerability considerations in the use of anticonvulsant medications in children. Drug, Healthcare and Patient Safety; 2012.

Share