Daftar isi
Ada kalanya kehamilan harus berakhir akibat keguguran, karena sebab-sebab yang alami.
Namun, bisa juga seorang wanita yang sedang hamil memilih dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya, karena beberapa faktor dan kondisi ini disebut sebagai aborsi. [3]
Dalam istilah medis, aborsi artinya “mengakhiri kehamilan”. Aborsi bisa terjadi secara spontan, yaitu ketika wanita hamil mengalami keguguran, atau diinduksi.[2]
Kondisi tersebut merupakan aborsi yang membutuhkan obat atau tindakan medis. Secara umum dan awam, istilah aborsi selalu dihubungkan dengan induksi (proses merangsang kontraksi rahim, sebelum kontraksi alami terjadi). [2]
Aborsi adalah pelepasan embrio atau janin sebelum memiliki kemampuan untuk hidup diluar rahim (lahir). Aborsi biasanya dilakukan dalam trimester pertama (3 bulan awal) kehamilan, dan harus dilakukan oleh atau atas konsultasi bersama dokter atau tenaga medis profesional lainnya. [2]
Hukum yang mengatur praktek aborsi sangat beragam di seluruh dunia. Kebijakan dan persyaratan yang mengatur boleh atau tidaknya aborsi dilakukan bisa berbeda tergantung dari negaranya.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra mengenai pelaksanaan aborsi di Indonesia, tindakan ini secara medis dibenarkan untuk beberapa kondisi pasien. [5]
Di Indonesia, aborsi secara legal hanya diperbolehkan jika kehamilan ternyata membahayakan jiwa ibu atau janin, atau keduanya, baik secara fisik, mental, atau keduanya. Peraturan lain yang mengizinkan dilakukannya aborsi di Indonesia adalah jika kehamilan terjadi akibat perkosaan. [5]
Dibandingkan prosedur lain, aborsi termasuk kompleks karena melibatkan banyak sekali pertimbangan dan efek pasca prosedur baik secara fisik maupun mental. [5]
Dikarenakan panjangnya persyaratan aborsi, kadang-kadang pasien memilih jalan pintas dengan melakukan aborsi secara ilegal yang akhirnya bisa membahayakan nyawanya sendiri.
Sebelum pasien memutuskan apakah ia ingin melakukan aborsi atau tidak, ia harus melakukan beberapa tes dan konsultasi di rumah sakit atau klinik, termasuk: [3, 4]
Ini adalah jenis aborsi yang menggunakan obat minum, biasanya dilakukan ketika kehamilan berusia satu hingga 10 minggu.
Umumnya, aborsi medis menggunakan obat yang disebut mifepristone. Ini adalah pil yang menghentikan produksi progesterone, hormon yang dibutuhkan selama kehamilan. Dengan hilangnya progesterone, dinding rahim akan menjadi tipis, lemah, kemudian luruh bersama janin. [1, 2 , 4]
Secara umum, jenis aborsi ini dilakukan dalam 3 langkah:
Apakah Aborsi Medis Terasa Sakit?
Bagi kebanyakan wanita, aborsi jenis ini rasanya mirip dengan nyeri menstruasi namun berkali lipat. Darah yang keluar akan lebih banyak, bersama dengan gumpalan-gumpalan, dibanding saat haid. Pasien juga mungkin akan merasakan kram, diare, atau sakit perut. [2, 4]
Gejala-gejala ini termasuk normal. Dokter akan meresepkan acetaminophen atau ibuprofen untuk meredakan nyeri . Namun, bila hal-hal berikut terjadi, maka pasien harus segera menghubungi dokter: [2, 4]
Apakah Aborsi Medis Efektif?
Mifepristone memiliki efektivitas sekitar 97% untuk meluruhkan dinding rahim dan embrio/janin. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, obat ini tidak berhasil menggugurkan kandungan sehingga pasien harus melakukan aborsi melalui tindakan operasi. [2]
Jenis aborsi ini dilakukan dengan melepaskan dinding rahim oleh dokter melalui dua cara: [1, 2, 3, 4]
Keduanya menggunakan metode penyedotan untuk mengosongkan rahim. MVA menggunakan alat yang dioperasikan secara manual oleh dokter, sementara D&E menggunakan mesin.
MVA biasanya dilakukan jika usia kehamilan masih dalam trimester pertama (1 hingga 12 minggu). Sementara D&E bisa dilakukan bila usia kehamilan sudah lebih dari satu bulan dan kurang dari 20 minggu.
Langkah-langkah aborsi melalui operasi adalah sebagai berikut: [2, 3]
Apakah Aborsi Melalui Operasi Terasa Sakit?
Bagi kebanyakan wanita, aborsi jenis ini terasa seperti kram hebat yang dialami ketika menstruasi. Pasien biasanya akan diberi obat untuk mengurangi nyeri yang dirasa. Pasien juga bisa segera pulang setelah tindakan selesai untuk kemudian beristirahat di rumah. [2, 3, 4]
Sama seperti aborsi medis, pendarahan akan terjadi selama beberapa minggu dan dokter akan meresepkan acetaminophen atau ibuprofen untuk pereda nyeri. [2, 3, 4]
Apakah Aborsi Melalui Operasi Efektif?
Tingkat efektivitas aborsi jenis ini nyaris 100% dan bisa dipastikan tidak ada jaringan yang tersisa di dalam rahim, sehingga kemungkinan infeksi sangat kecil. [2]
Setelah prosedur selesai, pasien akan diminta untuk istirahat selama 30 menit di ruang tindakan.
Kemudian, pasien boleh berpindah ke ruang pemulihan untuk menenangkan diri hingga siap untuk pulang. Jika aborsi dilakukan melalui operasi dan pasien dibius, maka tidak boleh membawa kendaraan sendiri untuk pulang. [3, 4]
Pasien mungkin perlu istirahat beberapa hari di rumah jika menjalani aborsi melalui operasi. Pasien juga tidak boleh mengangkat barang-barang berat dulu untuk beberapa hari. Dokter akan memberi tahu kapan pasien boleh berhubungan seksual lagi atau menggunakan tampon setelah tindakan. [3, 4]
Biasanya, dokter atau bidan akan meminta pasien untuk kembali memeriksakan diri 1 hingga 4 minggu setelah tindakan untuk memastikan kondisi fisiknya sudah pulih dan kehamilan tidak berlanjut.
Jika dilakukan secara resmi dan benar; yaitu di rumah sakit oleh dokter, atau di klinik bersalin oleh bidan dan tenaga medis yang bersertifikat dan berpengalaman, maka aborsi adalah prosedur yang aman dan minim risiko serta komplikasi. [2, 3, 4]
Aborsi juga sebaiknya dilakukan pada usia kandungan semuda mungkin, yaitu antara trimester pertama atau kedua.
Secara umum, praktek aborsi yang aman tidak akan mengurangi kesuburan atau kemungkinan pasien untuk hamil lagi di kemudian hari, ketika ia merencanakan atau menginginkannya.
Namun, bila aborsi dilakukan secara tidak resmi, maka risiko dan bahayanya cukup tinggi, diantaranya:[5]
Seperti yang sudah disebutkan di atas secara umum, aborsi aman untuk dilakukan dan kebanyakan pasien tidak mengalami masalah ketika prosedur dilakukan maupun setelahnya.
Tapi, seperti juga tindakan medis lainnya, ada risiko yang mungkin juga terjadi, termasuk: [2, 3, 4]
Melakukan aborsi tidak akan mempengaruhi kemungkinan untuk hamil lagi secara normal di masa yang akan datang. Bahkan, banyak wanita yang bisa segera hamil lagi setelah tindakan aborsi. [3, 4]
Ini sebabnya, dokter juga akan menyarankan pemakaian alat kontrasepsi jika pasien tidak ingin segera hamil lagi. [3, 4]
Namun, ada kemungkinan kecil terjadinya gangguan pada kesuburan dan kemungkinan untuk mengandung bila pasien mengalami infeksi dalam rahim yang tidak segera diobati. Infeksi ini bisa menyebar ke tuba falopi dan ovarium yang dikenal dengan istilah pelvic inflammatory disease (PID). [4]
PID bisa meningkatkan risiko hilangnya kesuburan atau kehamilan di luar kandungan. [4]
Namun, infeksi biasanya sudah ditangani dan diobati sebelum mencapai tahap serius, dan pasien akan diberi antibiotik setelah tindakan aborsi untuk mencegah terjadinya risiko infeksi. [4]
Jika aborsi dilakukan berulang, atau beberapa kali, maka ada risiko bayi akan lahir prematur sebelum usia kandungan 37 minggu, jika kemudian pasien memutuskan untuk mempertahankan kehamilannya di masa yang akan datang. [4]
Karena aborsi dilakukan hanya berdasarkan dua alasan, yaitu karena pertumbuhan janin abnormal yang membahayakan nyawa ibu atau tidak diinginkannya kehamilan yang terjadi, maka pencegahannya pun terbagi dua.
1. Menjaga kesehatan janin dan ibu [7]
Meskipun tidak semua gangguan kehamilan atau kegagalan pertumbuhan janin bisa dihindari, namun semua ibu hamil punya kesempatan untuk meningkatkan kesehatan janin yang dikandungnya.
Jika ibu dan janin sehat, maka kemungkinan untuk harus dilakukannya aborsi pun bisa dihindari.
Berikut hal-hal yang bisa dilakukan agar masa kehamilan bisa berlangsung aman dan sehat:
2. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan [6]
Tentunya ada faktor tak terhindarkan, seperti perkosaan atau pemaksaan dalam rumah tangga yang menyebabkan seorang wanita hamil di luar keinginannya.
Namun, sebagian besar kasus aborsi ilegal dilakukan oleh remaja yang hamil akibat hubungan seksual di luar pernikahan.
Untuk itu, semua pihak harus bersama-sama berkomitmen untuk mencegah terjadinya kasus semacam ini dengan:
Jika memenuhi syarat dan diperbolehkan oleh hukum, maka aborsi yang resmi akan membutuhkan biaya sekitar 3,5 hingga 12 juta rupiah tergantung dari seberapa kompleks kasus aborsi yang harus ditangani.
Biaya aborsi bisa jauh lebih murah bila dilakukan secara tidak resmi, seperti pembelian pil penggugur kandungan melalui jalur ilegal atau melakukan prosedur pengguguran di klinik yang tidak bersertifikat atau tidak memiliki ijin.
Namun aborsi secara tidak resmi, tentunya akan membahayakan jiwa pasien, hingga dapat menyebabkan kematian. Maka dari itu pencegahan dan konsultasi dengan dokter kandungan maupun tenaga medis lainnya perlu dilakukan agar tidak sampai melakukan aborsi.
1) Anonim. 2015. British Pregnancy Advisory Service. What is abortion?
2) Editorial Staff. 2018. Family Doctor. Ending a Pregnancy.
3) Traci C. Johnson, MD. 2019. WebMD. What Are the Types of Abortion Procedures?
4) Anonim. 2016. NHS. Abortion.
5) Aditya Widya Putri. 2019. Tirto. Aborsi Masih Tabu, Hukum Indonesia Membatasinya secara Ketat.
6) Jessica Arons, Shira Saperstein. 2006. American Progress. The Right Way to Reduce Abortion.
7) Anonim. 2019. Centers for Disease Control and Prevention. Commit to Healthy Choices to Help Prevent Birth Defects.