Daftar isi
Afasia adalah suatu kondisi kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan lancar karena kemampuan menulis, memahami, dan bahkan menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis mengalami gangguan karena kerusakan otak [1,2,3,4,5,6,7,8,9].
Umumnya, afasia adalah dampak dari suatu gangguan medis non-progresif seperti ensefalitis, cedera kepala dan penyakit stroke.
Namun pada beberapa kasus lain, tumor otak dan demensia adalah kondisi medis progresif yang berakibat pada timbulnya kondisi afasia. Tumor yang berkembang semakin besar sehingga kondisi afasia dapat memburuk seiring berjalannya waktu.
Tinjauan Afasia adalah hilangnya kemampuan berkomunikasi secara lisan dan/atau tertulis karena mengalami kerusakan otak.
Secara umum, afasia terbagi menjadi dua kondisi, yaitu afasia reseptif dan afasia ekspresif [1,8,9].
Pada jenis afasia ini, penderita tidak mampu memahami kata-kata baik secara lisan maupun tertulis.
Sebutan lain untuk kondisi afasia ini adalah afasia Wernicke yang diambil dari nama Carl Wernicke, penemu kondisi afasia ini.
Selain itu, istilah lain untuk afasia reseptif adalah afasia motorik di mana kondisi ini disebabkan oleh otak bagian kiri tengah yang rusak.
Tak hanya sekadar sulit memahami kata-kata yang ia baca dan dengar, penderita afasia reseptif akan kesulitan pula berbicara dengan benar.
Kalimat atau kata-kata yang diucapkan kepada lawan bicaranya pun akan membingungkan sehingga lawan bicara tidak mengerti apa yang dimaksud.
Istilah lain untuk afasia ekspresif ini adalah afasia Broca atau afasia sensorik, yaitu sebuah kondisi ketika penderita mengerti penyampaian kata-kata dari lawan bicaranya, namun menemukan kesulitan pada proses mengutarakannya.
Kerusakan otak kiri depan adalah penyebab afasia jenis ini.
Afasia global adalah jenis afasia yang merupakan kombinasi dari dua jenis afasia sebelumnya (reseptif dan ekspresif).
Karena merupakan gabungan dari dua jenis kondisi, maka afasia global dianggap sebagai jenis afasia paling berat.
Kerusakan pada otak sudah cukup luas sehingga tak hanya tidak mampu menulis dan berbicara dengan baik, pemahaman terhadap kalimat lawan bicara pun hilang.
Tinjauan Terdapat tiga jenis kondisi afasia, yaitu afasia reseptif/Wernicke (gangguan dalam pemahaman kata-kata secara lisan maupun tertulis), afasia ekspresif/Broca (gangguan dalam pengucapan kata-kata baik lisan maupun tertulis), dan afasia global (kombinasi antara afasia reseptif dan ekspresif).
Afasia tidak tergolong jenis penyakit, sebab afasia adalah sebuah gejala yang mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada otak yang mengendalikan proses komunikasi dan pemahaman bahasa.
Penyakit stroke adalah penyebab afasia paling umum karena stroke terjadi ketika terjadi penggumpalan darah sehingga darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke otak terhambat [1,2,4,5,6,7,8,9].
Ketika tidak cukup oksigen maupun darah yang tersuplai ke otak, sel-sel otak akan mati dan mengalami kerusakan yang berdampak pada kehilangan kemampuan berkomunikasi.
Selain penyakit stroke, berikut adalah faktor-faktor yang mampu menyebabkan afasia terjadi :
Selain beberapa faktor yang umumnya mampu menyebabkan afasia di atas, berikut ini pun adalah sejumlah faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena afasia, yaitu [9] :
Tinjauan Afasia secara umum dapat disebabkan oleh kerusakan otak yang berawal dari penyakit stroke ataupun adanya suatu cedera pada kepala ataupun otak.
Secara umum, gejala afasia dibagi menjadi empat kategori, yaitu gejala gangguan dalam ekspresi/pengucapan bahasa, gangguan pemahaman bahasa lisan, gangguan dalam pemahaman bacaan, serta gangguan pada ekspresi tertulis [6,7,8].
Tinjauan Gejala afasia terbagi menjadi empat kategori, yaitu gangguan dalam pengucapan kata atau bahasa, gangguan dalam pemahaman bahasa lisan, gangguan dalam pemahaman bacaan, dan gangguan dalam ekspresi tertulis.
Afasia seringkali terdeteksi saat seorang pasien cedera otak diperiksa oleh dokter melalui metode tes pemindaian.
Dokter dapat mengetahui terjadinya kerusakan otak dan juga lokasi kerusakan tersebut melalui CT scan atau MRI scan.
Namun untuk memastikan bahwa hasil tes pemindaian sekaligus gejala yang dialami pasien adalah afasia dan bukan masalah komunikasi lainnya seperti disartria (proses bicara yang mengalami gangguan karena adanya masalah pada pita suara, diafragma, bibir atau otot lidah akibat gangguan saraf) misalnya, beberapa tes lain perlu ditempuh oleh pasien.
Dokter perlu melakukan beberapa pemeriksaan berikut untuk mengonfirmasi kondisi pasien [1,5,6,7,8] :
Bila kecurigaan terhadap afasia sangat besar dari hasil diagnosa yang mengarah pada kondisi tersebut, dokter biasanya akan meminta pasien untuk datang ke ahli patologi pidato dan bahasa secara langsung.
Terapis pada bidang ini akan lebih membantu saat melakukan pemeriksaan kemampuan komunikasi pasien secara lebih komprehensif.
Ahli patologi pidato dan bahasa akan memeriksa kemampuan bicara pasien, kemampuan membaca dan menulis, kemampuan memahami bahasa, kemampuan berkomunikasi secara sosial, dan kemampuan dalam mengungkapkan ide.
Jenis afasia apapun yang terjadi, selama kondisi kerusakan pada otak cenderung ringan, maka biasanya tanpa penanganan khusus kemampuan bahasa pasien akan kembali dengan baik.
Namun bila kerusakan otak cukup serius, beberapa penanganan berikut inilah yang umumnya didapat oleh penderita afasia.
1. Terapi Bahasa dan Bicara
Ketika kerusakan otak terjadi, baik itu karena suatu penyakit atau cedera, terapi bicara dan bahasa diperlukan oleh pasien untuk meningkatkan kembali kemampuan berkomunikasinya [1,4,5,6,8,9].
Dengan berkembangnya teknologi, kini terdapat terapi virtual di mana pasien dapat melakukan terapi dibantu oleh terapis profesional melalui komputer yang bisa ditempuh di rumah.
2. Perawatan Kondisi Penyebab Afasia
Dalam menangani afasia, ada pula penggunaan metode perawatan untuk kondisi yang menyebabkan afasia [8].
Baik itu suatu cedera ataupun penyakit, kondisi tersebut perlu mendapatkan perawatan yang sesuai melalui perubahan gaya hidup, prosedur medis, maupun obat-obatan.
Bila kerusakan otak berhubungan dengan aliran darah yang terhambat karena terdapat penggumpalan darah, maka obat sejenis pengencer darah diperlukan oleh pasien.
Namun untuk hal ini, konsultasikan lebih jauh dan detil dengan dokter yang menangani supaya memahami pula apa saja efek samping dari obat-obatan yang diberikan.
3. Dukungan Keluarga
Dalam masa pemulihan pasien afasia, dukungan keluarga sangat berperan dalam membantu pasien meningkatkan kembali kemampuan berkomunikasinya.
Peran keluarga dalam pemulihan pasien afasia yang dimaksud antara lain dengan [1,8,9] :
Tinjauan Penanganan afasia dapat dilakukan dengan terapi bahasa dan bicara, penanganan terhadap penyebab afasia itu sendiri (termasuk perubahan pola hidup dan obat-obatan), serta dengan dukungan keluarga.
Kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi penderita afasia terbilang sangat kurang, dan hal inilah yang dapat menjadi komplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Afasia akan menimbulkan beberapa kondisi berikut yang dapat memengaruhi hubungan sosial dengan orang lain serta pekerjaan [5].
Tinjauan Afasia membuat penderitanya memiliki kemampuan berkomunikasi yang kurang sehingga hal ini dapat memicu ketidakpercayaan diri, perasaan terisolasi, kecemasan hingga depresi.
Afasia bukanlah jenis gangguan kesehatan yang dapat dicegah, namun menjaga kesehatan otak adalah cara utama untuk memperkecil potensi afasia dapat terjadi.
Meminimalisir risiko faktor yang menyebabkan kerusakan otak seperti penyakit stroke adalah langkah yang dapat diupayakan, yakni dengan memiliki pola hidup sehat.
Pola hidup sehat yang dimaksud untuk dapat menjaga kesehatan otak antara lain adalah [4] :
Tinjauan Afasia tidaklah dapat dicegah, namun pencegahan untuk faktor penyebab afasia dapat dilakukan, yaitu dengan menjaga pola hidup tetap sehat dan rutin mengecek kesehatan.
1) Anonim. 2017. National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Aphasia.
2) David Glenn Clark, MD, Mario F Mendez, MD, PhD & Janet L Wilterdink, MD. 2019. UpToDate. Aphasia: Prognosis and treatment.
3) ML Albert. 2017. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4) Donna C. Tippett, MPH, MA, John K. Niparko, MD, & Argye E. Hillis, MD, MA. 2014. US National Library of Medicine National Institutes of Health. Aphasia: Current Concepts in Theory and Practice.
5) Cleveland Clinic medical professional. 2019. Cleveland Clinic. Aphasia.
6) Anonim. 2018. National Health Service. Overview-Aphasia.
7) Anonim. American Speech-Language-Hearing Association. Aphasia
8) Juebin Huang , MD, PhD. 2019. Merck Manual. Aphasia.
9) Kitty Dumas. 2016. Baptist Health South Florida. Aphasia: A Disorder More Common Than You Realize.