Afasia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Afasia?

Afasia adalah suatu kondisi kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan lancar karena kemampuan menulis, memahami, dan bahkan menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis mengalami gangguan karena kerusakan otak [1,2,3,4,5,6,7,8,9].

Umumnya, afasia adalah dampak dari suatu gangguan medis non-progresif seperti ensefalitis, cedera kepala dan penyakit stroke.

Namun pada beberapa kasus lain, tumor otak dan demensia adalah kondisi medis progresif yang berakibat pada timbulnya kondisi afasia. Tumor yang berkembang semakin besar sehingga kondisi afasia dapat memburuk seiring berjalannya waktu.

Tinjauan
Afasia adalah hilangnya kemampuan berkomunikasi secara lisan dan/atau tertulis karena mengalami kerusakan otak.

Fakta Tentang Afasia

  1. Di Amerika Serikat, kurang lebih terdapat 1 juta penduduk yang menderita afasia hingga tahun 2017 [1].
  2. Menurut National Aphasia Association, per tahun ada kurang lebih 180.000 penduduk Amerika yang mengalami afasia [1].
  3. 15-38% penderita stroke iskemik mengalami afasia sebagai kondisi komplikasi [2].
  4. Antara tahun 1997-2006, setiap tahun penderita afasia bertambah sebanyak kurang lebih 100.000 orang di Amerika [4].
  5. Data penderita afasia di Indonesia yang disebabkan oleh stroke baik menurut situs, jurnal hingga rekam medik. Keterbatasan data rekam medis ini terjadi karena penyakit diklasifikasikan berdasarkan diagnosa medis oleh rumah sakit sehingga afasia sulit terdeteksi [3].

Jenis-jenis Afasia

Secara umum, afasia terbagi menjadi dua kondisi, yaitu afasia reseptif dan afasia ekspresif [1,8,9].

Afasia Reseptif

Pada jenis afasia ini, penderita tidak mampu memahami kata-kata baik secara lisan maupun tertulis.

Sebutan lain untuk kondisi afasia ini adalah afasia Wernicke yang diambil dari nama Carl Wernicke, penemu kondisi afasia ini.

Selain itu, istilah lain untuk afasia reseptif adalah afasia motorik di mana kondisi ini disebabkan oleh otak bagian kiri tengah yang rusak.

Tak hanya sekadar sulit memahami kata-kata yang ia baca dan dengar, penderita afasia reseptif akan kesulitan pula berbicara dengan benar.

Kalimat atau kata-kata yang diucapkan kepada lawan bicaranya pun akan membingungkan sehingga lawan bicara tidak mengerti apa yang dimaksud.

Afasia Ekspresif

Istilah lain untuk afasia ekspresif ini adalah afasia Broca atau afasia sensorik, yaitu sebuah kondisi ketika penderita mengerti penyampaian kata-kata dari lawan bicaranya, namun menemukan kesulitan pada proses mengutarakannya.

Kerusakan otak kiri depan adalah penyebab afasia jenis ini.

Afasia Global

Afasia global adalah jenis afasia yang merupakan kombinasi dari dua jenis afasia sebelumnya (reseptif dan ekspresif).

Karena merupakan gabungan dari dua jenis kondisi, maka afasia global dianggap sebagai jenis afasia paling berat.

Kerusakan pada otak sudah cukup luas sehingga tak hanya tidak mampu menulis dan berbicara dengan baik, pemahaman terhadap kalimat lawan bicara pun hilang.

Tinjauan
Terdapat tiga jenis kondisi afasia, yaitu afasia reseptif/Wernicke (gangguan dalam pemahaman kata-kata secara lisan maupun tertulis), afasia ekspresif/Broca (gangguan dalam pengucapan kata-kata baik lisan maupun tertulis), dan afasia global (kombinasi antara afasia reseptif dan ekspresif).

Penyebab Afasia

Afasia tidak tergolong jenis penyakit, sebab afasia adalah sebuah gejala yang mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada otak yang mengendalikan proses komunikasi dan pemahaman bahasa.

Penyakit stroke adalah penyebab afasia paling umum karena stroke terjadi ketika terjadi penggumpalan darah sehingga darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke otak terhambat [1,2,4,5,6,7,8,9].

Ketika tidak cukup oksigen maupun darah yang tersuplai ke otak, sel-sel otak akan mati dan mengalami kerusakan yang berdampak pada kehilangan kemampuan berkomunikasi.

Selain penyakit stroke, berikut adalah faktor-faktor yang mampu menyebabkan afasia terjadi :

  • Luka tembak
  • Tumor otak
  • Cedera otak karena pukulan di kepala
  • Infeksi otak
  • Penyakit neurologis progresif seperti Alzheimer dan demensia
  • Efek pasca operasi otak

Faktor Risiko Afasia

Selain beberapa faktor yang umumnya mampu menyebabkan afasia di atas, berikut ini pun adalah sejumlah faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena afasia, yaitu [9] :

  • Penyakit hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah yang terlalu tinggi).
  • Penyakit hipertensi
  • Penyakit diabetes
  • Penyakit jantung
  • Usia lanjut (karena rata-rata penderita stroke adalah lansia, namun tak menutup kemungkinan penderita stroke usia muda dapat mengalami afasia juga).
  • Penggunaan atau konsumsi alkohol berlebihan.
  • Kebiasaan merokok (terlalu aktif atau terlalu berlebihan).
  • Diet tidak sehat.
  • Faktor genetik atau riwayat medis keluarga (anggota keluarga yang memiliki penyakit stroke dapat memperbesar potensi anak atau anggota keluarga lain menderita penyakit yang sama).
  • Faktor ras (penyakit stroke, diabetes atau hipertensi jauh lebih berpotensi diderita oleh orang-orang keturunan Afrika-Amerika dan Hispanik).
Tinjauan
Afasia secara umum dapat disebabkan oleh kerusakan otak yang berawal dari penyakit stroke ataupun adanya suatu cedera pada kepala ataupun otak.

Gejala Afasia

Secara umum, gejala afasia dibagi menjadi empat kategori, yaitu gejala gangguan dalam ekspresi/pengucapan bahasa, gangguan pemahaman bahasa lisan, gangguan dalam pemahaman bacaan, serta gangguan pada ekspresi tertulis [6,7,8].

Gangguan dalam Ekspresi/Pengucapan Bahasa

  • Anomia atau kesulitan dalam mencari kata yang tepat saat sedang berkomunikasi.
  • Pengucapan kalimat dengan kata yang terbalik-balik.
  • Berbicara dengan terbata-bata.
  • Berbicara dengan frase atau kalimat pendek.
  • Mengarang kata-kata.
  • Sering mengucapkan kalimat dengan tata bahasa yang salah.
  • Sering mengucapkan kalimat tidak masuk akal dengan makna atau isi yang tidak relevan.
  • Sering tidak tepat dalam pengucapan kata dengan kata yang sebenarnya dimaksud, misalnya mengucapkan “meja” untuk “tempat tidur.”

Gangguan dalam Pemahaman Bahasa Lisan

  • Tidak mampu memahami tata bahasa yang terlalu rumit saat berkomunikasi.
  • Sulit memahami ucapan lawan bicara.
  • Sulit memahami pesan yang lawan bicara ucapkan sehingga butuh waktu sedikit lama untuk mencernanya.
  • Sering memberikan jawaban yang tidak sesuai saat diberi pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”.
  • Tidak mampu mengikuti ucapan yang terlalu cepat, seperti pada acara berita atau siaran radio dan pidato.
  • Sering tidak menyadari akan kesalahan pemahaman ucapan lawan bicara.
  • Sering salah mengartikan makna suatu bahasa atau ucapan.

Gangguan dalam Pemahaman Bacaan

  • Sering kesulitan memahami suatu bacaan atau materi apapun dalam bentuk tulisan.
  • Sering kesulitan saat membaca kata-kata non-konten atau kata fungsi seperti “kepada”, “dari” dan sejenisnya,
  • Mengganti kata yang sebenarnya lebih spesifik dengan kata yang lebih umum, seperti kursi untuk sofa.
  • Memiliki kesulitan dalam mengenali beberapa kata hanya dengan melihatnya.
  • Memiliki kesulitan saat harus mengeluarkan kata-kata saat membaca.

Gangguan pada Ekspresi Tertulis

  • Sering menulis kalimat tunggal.
  • Kesulitan dalam menulis atau menyalin kalimat panjang seperti surat.
  • Sering mengganti huruf atau kata-kata yang salah saat menulis.
  • Sering mengalami kesalahan tata bahasa setiap menulis.
  • Menulis kalimat yang tak masuk akal.
Tinjauan
Gejala afasia terbagi menjadi empat kategori, yaitu gangguan dalam pengucapan kata atau bahasa, gangguan dalam pemahaman bahasa lisan, gangguan dalam pemahaman bacaan, dan gangguan dalam ekspresi tertulis.

Pemeriksaan Afasia

Afasia seringkali terdeteksi saat seorang pasien cedera otak diperiksa oleh dokter melalui metode tes pemindaian.

Dokter dapat mengetahui terjadinya kerusakan otak dan juga lokasi kerusakan tersebut melalui CT scan atau MRI scan.

Namun untuk memastikan bahwa hasil tes pemindaian sekaligus gejala yang dialami pasien adalah afasia dan bukan masalah komunikasi lainnya seperti disartria (proses bicara yang mengalami gangguan karena adanya masalah pada pita suara, diafragma, bibir atau otot lidah akibat gangguan saraf) misalnya, beberapa tes lain perlu ditempuh oleh pasien.

Dokter perlu melakukan beberapa pemeriksaan berikut untuk mengonfirmasi kondisi pasien [1,5,6,7,8] :

  • Tes Membaca dan Menulis : Dokter biasanya akan meminta pasien untuk menulis spontan sekaligus membaca dengan suara lantang. Dokter akan menilai pemahaman membaca, menulis, sekaligus mengeja kata dan kalimat pasien.
  • Tes Pemahaman : Dokter akan menyebutkan suatu obyek tertentu dan pasien diminta menunjuk langsung obyek yang dimaksud. Dokter biasanya ingin tahu bagaimana pasien dalam bereaksi dan melaksanakan perintah serta bagaimana cara pasien menjawab pertanyaan sederhana seperti pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya dan tidak.
  • Tes Penamaan : Dokter akan meminta pasien menyebutkan nama obyek tertentu untuk melihat apakah pasien dapat menyebut suatu obyek tersebut secara spesifik atau secara umum.
  • Tes Bicara : Dokter biasanya akan meminta pasien untuk berbicara secara spontan untuk menilai kelancaran bicara pasien. Dokter akan menilai secara teliti mengenai kesalahan spontan, keraguan, jeda saat sedang mencari kata, hingga prosodi dari kalimat yang diucapkan pasien.
  • Tes Pengulangan : Dokter akan meminta pasien untuk mengulangi kalimat dengan tata bahasa yang lebih rumit atau kompleks.

Bila kecurigaan terhadap afasia sangat besar dari hasil diagnosa yang mengarah pada kondisi tersebut, dokter biasanya akan meminta pasien untuk datang ke ahli patologi pidato dan bahasa secara langsung.

Terapis pada bidang ini akan lebih membantu saat melakukan pemeriksaan kemampuan komunikasi pasien secara lebih komprehensif.

Ahli patologi pidato dan bahasa akan memeriksa kemampuan bicara pasien, kemampuan membaca dan menulis, kemampuan memahami bahasa, kemampuan berkomunikasi secara sosial, dan kemampuan dalam mengungkapkan ide.

Penanganan Afasia

Jenis afasia apapun yang terjadi, selama kondisi kerusakan pada otak cenderung ringan, maka biasanya tanpa penanganan khusus kemampuan bahasa pasien akan kembali dengan baik.

Namun bila kerusakan otak cukup serius, beberapa penanganan berikut inilah yang umumnya didapat oleh penderita afasia.

1. Terapi Bahasa dan Bicara

Ketika kerusakan otak terjadi, baik itu karena suatu penyakit atau cedera, terapi bicara dan bahasa diperlukan oleh pasien untuk meningkatkan kembali kemampuan berkomunikasinya [1,4,5,6,8,9].

Dengan berkembangnya teknologi, kini terdapat terapi virtual di mana pasien dapat melakukan terapi dibantu oleh terapis profesional melalui komputer yang bisa ditempuh di rumah.

2. Perawatan Kondisi Penyebab Afasia

Dalam menangani afasia, ada pula penggunaan metode perawatan untuk kondisi yang menyebabkan afasia [8].

Baik itu suatu cedera ataupun penyakit, kondisi tersebut perlu mendapatkan perawatan yang sesuai melalui perubahan gaya hidup, prosedur medis, maupun obat-obatan.

Bila kerusakan otak berhubungan dengan aliran darah yang terhambat karena terdapat penggumpalan darah, maka obat sejenis pengencer darah diperlukan oleh pasien.

Namun untuk hal ini, konsultasikan lebih jauh dan detil dengan dokter yang menangani supaya memahami pula apa saja efek samping dari obat-obatan yang diberikan.

3. Dukungan Keluarga

Dalam masa pemulihan pasien afasia, dukungan keluarga sangat berperan dalam membantu pasien meningkatkan kembali kemampuan berkomunikasinya.

Peran keluarga dalam pemulihan pasien afasia yang dimaksud antara lain dengan [1,8,9] :

  • Mendukung proses berbagai jenis komunikasi, seperti berbicara, menggambar, dan gestur tubuh.
  • Mendukung setiap sesi terapi yang ditempuh oleh pasien.
  • Memberikan waktu lebih banyak kepada pasien untuk berbicara lebih banyak.
  • Menghindari mengoreksi pengucapan pasien saat sedang berbicara.
  • Mendukung pasien untuk berada di luar rumah dengan berkegiatan yang positif, termasuk saat pasien bergabung dengan suatu komunitas.
  • Menciptakan pembicaraan atau komunikasi yang alami dan yang normalnya dilakukan oleh orang dewasa.
  • Mengulangi kalimat atau kata dengan berbicara atau menuliskannya sebagai bentuk klarifikasi jika memang diperlukan.
  • Menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh pasien.
Tinjauan
Penanganan afasia dapat dilakukan dengan terapi bahasa dan bicara, penanganan terhadap penyebab afasia itu sendiri (termasuk perubahan pola hidup dan obat-obatan), serta dengan dukungan keluarga.

Komplikasi Afasia

Kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi penderita afasia terbilang sangat kurang, dan hal inilah yang dapat menjadi komplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Afasia akan menimbulkan beberapa kondisi berikut yang dapat memengaruhi hubungan sosial dengan orang lain serta pekerjaan [5].

Tinjauan
Afasia membuat penderitanya memiliki kemampuan berkomunikasi yang kurang sehingga hal ini dapat memicu ketidakpercayaan diri, perasaan terisolasi, kecemasan hingga depresi.

Pencegahan Afasia

Afasia bukanlah jenis gangguan kesehatan yang dapat dicegah, namun menjaga kesehatan otak adalah cara utama untuk memperkecil potensi afasia dapat terjadi.

Meminimalisir risiko faktor yang menyebabkan kerusakan otak seperti penyakit stroke adalah langkah yang dapat diupayakan, yakni dengan memiliki pola hidup sehat.

Pola hidup sehat yang dimaksud untuk dapat menjaga kesehatan otak antara lain adalah [4] :

  • Tidak merokok
  • Menjaga kadar tekanan darah, kadar gula darah dan kadar kolesterol tetap normal
  • Menjaga berat badan tetap pada angka ideal
  • Membatasi konsumsi alkohol agar tidak berlebihan.
  • Berolahraga secara cukup dan rutin.
  • Tidur atau istirahat secara cukup setiap hari.
Tinjauan
Afasia tidaklah dapat dicegah, namun pencegahan untuk faktor penyebab afasia dapat dilakukan, yaitu dengan menjaga pola hidup tetap sehat dan rutin mengecek kesehatan.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment