Penyakit & Kelainan

Anensefali : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Anensefali?

Anensefali merupakan sebuah kondisi cacat bawaan yang terjadi pada bagian tulang tengkorak dan otak bayi [1,4,5,6,7].

Anensefali adalah bentuk ketidaksempurnaan pertumbuhan otak dan tulang tengkorak bayi selama masih dalam kandungan.

Sebagai akibatnya, bagian cerebellum berkembang secara minimal dan tidak sempurna [5,6].

Padahal, cerebellum merupakan bagian belakang kepala yang fungsi utamanya mengatur kerja sama antar otot, menjaga agar postur tubuh tetap baik dan mengontrol tubuh agar keseimbangan juga terjaga [1,5,6].

Perbedaan Anensefali dan Mikrosefali

Anensefali merupakan salah satu dari kelompok gangguan sefalik yang berkaitan dengan masalah perkembangan sistem saraf [1,4,5,6].

Anensefali dan mikrosefali memiliki kemiripan, namun keduanya tetap merupakan dua kondisi berbeda.

Mikrosefali adalah sebuah kondisi di mana bayi lahir dengan ukuran kepala yang lebih kecil dari normalnya [4].

Bila anensefali terdeteksi ketika bayi baru lahir karena kondisi ini terjadi selama proses kehamilan, mikrosefali memiliki kemungkinan terjadi pada bayi baru lahir maupun tidak [1,4,5,6].

Ini karena mikrosefali dapat berkembang seiring bertambahnya usia bayi, terutama pada masa-masa balita.

Mikrosefali menyebabkan seorang anak mengalami kepala berukuran kecil walaupun bagian tubuh lainnya tumbuh dengan normal [4].

Bahkan wajah dapat semakin tampak dewasa sementara ukuran kepala tetap sama kecilnya atau justru semakin kecil.

Pada kasus mikrosefali jugalah seorang anak mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembangnya.

Tinjauan
Anensefali merupakan sebuah kondisi cacat bawaan bayi yang baru lahir pada bagian tulang tengkorak dan otak di mana hal ini terjadi sewaktu janin masih berkembang di dalam kandungan.

Fakta Tentang Anensefali

  1. Sekitar 1 dari 5.000 hingga 10.000 bayi di seluruh dunia lahir dengan anensefali dengan kondisi bayi perempuan lebih rentan mengalami anensefali daripada laki-laki [1].
  2. Rata-rata kasus kehamilan dengan anensefali berujung pada stillbirth (kematian janin di dalam kandungan pada trimester pertama) maupun keguguran [1].
  3. Wanita yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan kondisi cacat tabung saraf seperti halnya spina bifida memiliki risiko lebih tinggi di kehamilan berikutnya untuk janin mengalami anensefali [1].
  4. Menurut WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia), di seluruh dunia ada lebih dari 8 juta bayi yang lahir dengan cacat bawaan per tahun [2].
  5. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya terdapat sekitar 120.000 bayi yang lahir dengan cacat bawaan di mana cacat bawaan ini pun menjadi penyebab utama dari kasus kematian bayi [2].
  6. Menurut data laporan WHO, 11,3% dari 2,68 juta kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan bawaan [2].
  7. Sementara di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, kematian bayi juga banyak disebabkan oleh kelainan bawaan; terutama 1,4% kasus kematian bayi usia 0-6 hari umumnya disebabkan kelainan bawaan, namun pada bayi usia 7-28 hari kasus kematian dengan penyebab yang sama meningkat menjadi 18,1% [2].
  8. Prevalensi anensefali di Indonesia belum diketahui jelas, namun kasus kelainan bawaan di Indonesia diketahui sebesar 59,3 per 1.000 kelahiran yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara [3].

Penyebab Anensefali

Anensefali juga disebut dengan istilah tengkorak terbuka di mana tabung saraf bagian atas tidak menutup secara penuh pada tahap tumbuh kembang janin dalam kandungan [1,5,6].

Tabung saraf adalah jaringan datar yang membentuk sumsum tulang sekaligus otak [6].

Perkembangan sumsum tulang maupun otak akan terganggu dan menjadi tidak sempurna tanpa tabung yang menutup dengan benar.

Anensefali rentan terjadi pada janin di masa kehamilan minggu ke-3 dan ke-4 [5].

Walaupun bagian sumsum tulang dan otak tak mengalami pembentukan yang sempurna dan normal, selama kehamilan berlangsung organ tubuh janin lainnya tetap tumbuh dan terbentuk baik [7].

Anensefali bukan disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan karena kondisi ketidaksempurnaan pertumbuhan otak janin tidak diwariskan di dalam keluarga [6,7].

Pada sebagian besar kasus anensefali, tidak terdapat faktor riwayat kesehatan keluarga yang memicu kondisi ini.

Namun bila seorang wanita melahirkan anak pertama dengan kondisi cacat tabung saraf, risiko melahirkan anak kedua, ketiga dan seterusnya dengan kondisi anensefali semakin tinggi [6].

Anensefali merupakan sebuah kondisi yang disebabkan oleh kombinasi antara gen, nutrisi, dan faktor lingkungan selama seorang wanita hamil [1,6].

Penggunaan obat tertentu juga akan memberikan efek tertentu pada kondisi perkembangan janin.

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang meningkatkan risiko anensefali pada janin :

Wanita dengan kondisi obesitas sebelum hamil berpotensi lebih besar memiliki bayi dengan anensefali [5,6,7].

Tidak selalu anensefali, obesitas pada calon ibu akan meningkatkan risiko janin mengalami jenis kondisi cacat tabung saraf lainnya.

Asam folat merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan oleh para wanita hamil dan janin yang ada di dalam kandungan [4,5,6].

Kekurangan asam folat atau yang disebut juga dengan vitamin B9 ini akan meningkatkan potensi bayi dengan kondisi anensefali.

Oleh sebab itu, wanita hamil perlu mengonsumsi vitamin prenatal asam folat 400 mcg baik sebelum maupun selama hamil [6].

Risiko anensefali dan jenis kondisi cacat tabung saraf lainnya meningkat ketika calon ibu hamil mengonsumsi opioid khususnya selama 2 bulan pertama kehamilan [6,8].

Heroin serta hydrocodone yang terkandung dalam opioid membahayakan kondisi ibu hamil dan janinnya.

  • Obat-obatan Tertentu

Obat medis tertentu seperti obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar serta migrain mampu meningkatkan pula risiko anensefali [6].

Selain itu, valproic acid, carbamazepine dan phenytoin yang tergolong sebagai obat antikejang pun berbahaya bila dikonsumsi oleh ibu hamil atau wanita yang tengah merencanakan kehamilan [6,9].

Penderita diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol meningkatkan risiko cacat tabung saraf seperti anensefali pada calon bayi [1,5,6,7].

Seorang wanita dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi akan membahayakan kondisi janin dan mampu mengganggu proses tumbuh kembangnya di dalam kandungan.

  • Suhu Tubuh Tinggi

Seorang wanita hamil muda yang mengalami demam ataupun suhu tubuh tinggi karena penggunaan hot tub mampu meningkatkan risiko anensefali pada janin [6,10].

Hal ini juga termasuk kegiatan bersauna yang membuat suhu tubuh meningkat karena panas.

Tinjauan
- Faktor kombinasi antara gen, nutrisi, dan faktor lingkungan mampu meningkatkan risiko anensefali pada janin.
- Bila sebelumnya seorang wanita hamil melahirkan anak dengan kondisi cacat tabung saraf, maka risiko anak berikutnya lahir dengan anensefali sangat tinggi.
- Diabetes, penggunaan opioid, penggunaan obat tertentu, obesitas, defisiensi asam folat dan suhu tubuh tinggi menjadi faktor risiko anensefali.

Gejala Anensefali

Gejala anensefali yang paling terlihat adalah ketiadaan bagian tulang belakang kepala [1,5,6,7].

Jika dilihat, beberapa tulang pada bagian depan dan samping tengkorak bayi terbentuk dengan tidak benar.

Namun pada beberapa kasus lainnya, beberapa tulang tersebut sama sekali tidak ada [1,5,6,7].

Hal ini pun berakibat pada pembentukan otak bayi yang tidak sempurna dan seorang bayi tidak akan dapat bertahan hidup lama tanpa cerebellum yang sehat.

Selain ketiadaan ataupun ketidaksempurnaan bentuk tulang kepala depan dan samping, beberapa tanda anensefali lainnya antara lain adalah [1,7] :

  • Telinga yang tertekuk
  • Refleks yang buruk
  • Langit-langit mulut sumbing
  • Cacat bawaan pada jantung
Tinjauan
Ketiadaan bagian tulang belakang kepala menjadi gejala utama anensefali, begitu pula dengan bentuk sisi dan depan tengkorak bayi yang tak benar.

Pemeriksaan Anensefali

Proses diagnosa anensefali dapat dilakukan oleh dokter pada masa kehamilan maupun segera setelah bayi lahir [1,5,6].

Saat bayi baru lahir, keabnormalan pada tengkorak bayi sangat mudah terlihat karena pada beberapa kasus, ketiadaan bagian tengkorak terjadi pada bayi [6].

Berikut ini merupakan deretan metode diagnosa yang dapat ditempuh oleh ibu hamil sebelum melahirkan untuk mendeteksi adanya kelainan tumbuh kembang janin atau tidak.

  • Amniocentesis

Amniocentesis merupakan metode diagnosa di mana dokter mengambil sampel cairan air ketuban yang kemudian dianalisa lebih rinci di laboratorium [5,6,11].

Dari hasil analisa akan dapat diketahui apakah perkembangan janin selama di dalam kandungan mengalami keabnormalan.

Acetylcholinesterase dan alpha-fetoprotein yang berkadar tinggi dari hasil pemeriksaan umumnya memiliki kaitan dengan cacat tabung saraf janin [1,5,6].

  • Tes Darah

Untuk mengetahui apakah janin mengalami gangguan tumbuh kembang seperti anensefali, tes darah perlu dilakukan [1,6].

Tujuan utama prosedur pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah kadar protein hati alpha-fetoprotein cukup tinggi.

Tes pemindaian kemungkinan direkomendasikan oleh dokter dengan memanfaatkan gelobang radio dan medan magnet [6].

Prosedur ini akan menghasilkan gambar kondisi janin secara detail.

  • USG

Umumnya para wanita hamil akan secara berkala menempuh USG untuk melihat perkembangan janin [1,5,6].

Melalui prosedur USG, kondisi tengkorak, tulang belakang dan otak janin dapat terlihat dalam kondisi baik dan normal maupun tidak.

Tinjauan
Amniocentesis, tes darah, MRI scan janin dan USG merupakan tes prenatal yang dapat ditempuh ibu hamil untuk mengetahui perkembangan dan kesehatan janin. Namun untuk diagnosa anensefali setelah bayi lahir, pemeriksaan fisik dapat langsung dilakukan oleh dokter.

Penanganan Anensefali

Belum terdapat cara khusus untuk mengatasi dan menyembuhkan kondisi anensefali pada bayi [6].

Bayi yang lahir dengan kondisi anensefali perlu ditangani secepatnya dengan memberikan kenyamanan dan kehangatan [5,6].

Apabila pada area kepala ada bagian yang tidak terbentuk sempurna, petugas medis perlu segera menutupi bagian otak yang terekspos [6].

Bayi dengan anensefali rata-rata hanya bertahan hidup beberapa jam atau beberapa hari setelah lahir sehingga prognosisnya tergolong sangat buruk [5,6].

Tinjauan
Penanganan untuk mengatasi dan menyembuhkan anensefali belum ada. Namun menjaga bayi dalam kondisi hangat serta merasakan kenyamanan sangat penting sebagai penanganan utama.

Komplikasi Anensefali

Anensefali adalah salah satu kondisi bawaan lahir yang berprognosis sangat buruk karena kemungkinan bertahan hidup bayi sangat kecil [5].

Kematian menjadi risiko komplikasi anensefali yang utama karena belum adanya cara dan teknologi untuk mengobati cacat bawaan ini.

Tinjauan
Anensefali dapat mengakibatkan kematian pada bayi karena tanpa cerebellum, bayi tidak dapat bertahan hidup lebih lama.

Pencegahan Anensefali

Anensefali tidak selalu dapat dicegah sepenuhnya, namun setidaknya beberapa cara berikut dapat mengurangi risiko anensefali [6].

  • Mengonsumsi vitamin asam folat yang tentunya sesuai dengan anjuran serta resep dokter, terutama sebelum hamil (saat masih merencanakan kehamilan) dan selama hamil.
  • Menghindari aktivitas yang akan meningkatkan suhu tubuh seperti berendam atau mandi di dalam hot tub dan sauna. Bila mengalami demam, segera konsultasikan kepada dokter mengenai penggunaan paracetamol sebagai penurun demam.
  • Menghindari obat-obatan yang mampu meningkatkan risiko cacat tabung saraf pada janin serta selalu konsultasikan manfaat sekaligus efek samping obat apapun dengan dokter sebelum menggunakannya.
  • Menghindari obesitas bahkan ketika sebelum hamil dengan menjalani diet sehat dan seimbang agar berat badan terjaga ideal. Bila memiliki diabetes di saat merencanakan kehamilan, pastikan untuk mengonsultasikannya dengan dokter.
Tinjauan
Menjaga kesehatan selama hamil sangat penting dilakukan agar tidak berakibat buruk bagi perkembangan janin.

1. Sean M. Tafuri & Forshing Lui. Embryology, Anencephaly. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Didik Budijanto, Rudy Kurniawan, Nuning Kurniasih, Eka Satriani Sakti, Dian Mulya, M. Karyana, Retna Mustika Indah, Nida Rohmawati, & Maria Sondang MS. Kelainan Bawaan. InfoDATIN; 2018.
3. Mitayani Purwoko. Faktor Risiko Timbulnya Kelainan Kongenital. Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang; 2019.
4. Betsy Todd, MPH, RN, CIC. Rise in Anencephaly (Like Microcephaly, a Neural Tube Defect) Cases Noted in One U.S. State. American Journal of Nursing Off the Charts; 2016.
5. Robert G Best, PhD, FACMG, Anthony Romaine Gregg, MD, Nicholas Lorenzo, MD, MHCM, CPE, FAAPL, Amy Kao, MD, Edgar O Horger III, MD, Beth A Pletcher, MD, James Stallworth, MD, & Francisco Talavera, PharmD, PhD. Anencephaly. Medscape; 2016.
6. Cleveland Clinic medical professional. Anencephaly. Cleveland Clinic; 2020.
7. Ravikiran Ashok Gole, Pritee Madan Meshram, & Shanta Sunil Hattangdi. Anencephaly and its Associated Malformations. Journal of Clinical & Diagnostic Research; 2014.
8. Mahsa M. Yazdy, PhD, Allen A. Mitchell, MD, Sarah C. Tinker, PhD, Samantha E. Parker, MSPH, & Martha M. Werler, ScD. Periconceptional Use of Opioids and the Risk of Neural Tube Defects. HHS Public Access; 2015.
9. Bogdan J. Wlodarczyk, Ana M. Palacios, Timothy M. George, & Richard H. Finnell. Antiepileptic Drugs and Pregnancy Outcomes. HHS Public Access; 2013.
10. Mary Ann Sedgwick Harvey, Marcella M. McRorie, & David W. Smith. Suggested limits to the use of the hot tub and sauna by pregnant women. Canadian Medical Association Journal; 1981.
11. W A Hogge, S Thiagarajah, J E Ferguson 2nd, P T Schnatterly, & G M Harbert Jr. The role of ultrasonography and amniocentesis in the evaluation of pregnancies at risk for neural tube defects. American Journal of Obstetrics and Gynecology; 1989.

Share