Daftar isi
Anoskopi adalah salah satu jenis endoskopi, yakni tindakan pemeriksaan rektum dan anus untuk mengetahui dan memastikan adanya gangguan di kedua bagian tersebut [1,2,8].
Saat buang air besar, feses atau tinja keluar dari anus, sedangkan bagian akhir dari usus besar disebut dengan rektum [1,2,8].
Prosedur pemeriksaan ini dilakukan menggunakan anoskop (tabung fleksibel panjang nan tipis yang dilengkapi cahaya sekaligus kamera kecil di bagian ujungnya) [1,2,8].
Pada beberapa orang dengan keluhan gangguan pencernaan, khususnya pada organ pencernaan bagian bawah, berikut adalah sejumlah manfaat menempuh anoskopi.
1. Mendeteksi Kanker Kolorektal
Ketika sel abnormal tumbuh dan berkembang di usus besar/kolon atau rektum (bagian usus besar paling bawah yang terhubung dengan anus), maka kondisi ini disebut tumor/kanker kolorektal [3].
Lokasi pertumbuhan kanker dapat menentukan istilah untuk kondisi ini; istilah lain yang bisa digunakan adalah kanker rektum atau kanker kolon [4].
Bila seseorang mengalami polip usus, maka kemungkinan besar dari polip usus kemudian berkembang menjadi kanker kolon atau kanker rektum [3].
Sel kanker ketika masih awal belum terlalu menunjukkan tanda-tanda kondisi tak wajar, namun ketika timbul gejala seperti berikut maka sudah saatnya memastikan dengan menjalani anoskopi [3].
Bila berusia 45 tahun ke atas dan mengalami gejala-gejala ini, dianjurkan untuk segera melakukan skrining dan tes-tes lain untuk memastikan kondisi kanker kolorektal.
2. Mendeteksi Polip Usus atau Rektum
Selain mendeteksi kanker kolorektal, anoskopi dapat juga ditempuh untuk memastikan kondisi polip kolorektal (polip pada usus maupun rektum) [2,5].
Polip usus maupun rektum adalah kondisi timbulnya benjolan berukuran kecil pada rektum atau usus besar [4].
Pada dasarnya polip bukan kondisi berbahaya, namun tak sedikit pula yang kemudian berkembang menjadi kanker usus besar atau kanker kolorektal [4].
Karena merupakan benjolan kecil, tak mudah menyadari adanya polip kolorektal ini [4].
Hanya saja, tetap terdapat beberapa gejala yang bisa diwaspadai dan segera diperiksakan, seperti [4] :
Anoskopi adalah tindakan pemeriksaan yang efektif untuk mendeteksi apakah gejala mengarah pada polip kolorektal [2,5].
3. Mendeteksi Fisura Ani
Fisura ani atau robekan/luka pada anus biasanya terjadi karena diare atau sembelit yang menyebabkan cedera di bagian anus [6].
Luka pasca bersalin, radang usus, efek kolonoskopi, hingga hubungan seksual secara anal adalah faktor lain yang mampu menyebabkan fisura ani [6].
Gejala utama kondisi fisura ani meliputi [6] :
Selain anoskopi, pemeriksaan melalui kolonoskopi dan sigmoidoskopi dapat membantu penegakkan diagnosis dokter [1,2].
4. Mendeteksi Wasir
Wasir atau ambeien adalah pembuluh darah pada anus dan rektum yang membesar atau membengkak dan ditandai dengan perdarahan setelah buang air besar [7].
Beberapa gejala utama lainnya pada kasus wasir meliputi [7] :
Wasir sendiri bukan kondisi yang berbahaya hingga mengancam jiwa, namun tentu tetap akan menimbulkan ketidaknyamanan pada penderitanya [7].
Untuk memastikan dan menangani dengan benar, penderita perlu menempuh anoskopi, pemeriksaan colok dubur, dan/atau biopsi [1,2,7].
5. Mendeteksi Abses
Anoskopi juga dapat mendeteksi adanya abses pada bagian rektum maupun anus pasien [8].
Abses sendiri merupakan benjolan berisi nanah akibat infeksi bakteri [8].
Fisura ani adalah salah satu kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya abses pada anus atau rektum, berawal dari adanya robekan atau luka pada jaringan kedua organ tersebut [8].
Selain fisura ani, sumbatan pada kelenjar, penyakit radang usus besar, hingga penyakit infeksi menular seksual juga dapat menjadi sebab utama timbulnya abses [8].
Jika radang usus besar menjadi alasan yang mendasari kemunculan abses, maka artinya penyakit Crohn maupun kolitis ulseratif termasuk kondisi radang yang bisa terjadi [8].
Penyakit Crohn sendiri adalah kondisi ketika lapisan dinding pencernaan mengalami radang, sedangkan kolitis ulseratif adalah kondisi ketika usus besar dan rektum mengalami radang [9,10],
6. Menangani Kondisi Medis Tertentu
Tidak hanya digunakan untuk memeriksa kondisi medis tertentu, anoskopi juga dapat digunakan oleh dokter menangani beberapa keluhan pasien [1,8].
Kondisi seperti usus kemasukan benda asing, radang/iritasi pada area anus, sakit setiap buang air besar dan anus gatal berulang juga dapat ditangani dengan tindakan anoskopi [1,8].
Sebelum menjalani anoskopi, hal-hal yang perlu dilakukan sebagai bagian dari persiapan diri adalah buang air kecil maupun buang air besar [8].
Mengosongkan perut adalah persiapan utama sebelum anoskopi, maka biasanya dokter akan memberi pasien obat pencahar [8].
Pemeriksaan akan jauh lebih nyaman apabila perut pasien dalam keadaan kosong, ditambah hasil pemeriksaan pun menjadi lebih maksimal [8].
Untuk persiapan lainnya, coba tanyakan dan diskusikan dengan dokter lebih lanjut agar proses anoskopi berjalan secara lancar [8].
Ketika persiapan sudah dianggap baik oleh dokter, berikut ini adalah langkah prosedur anoskopi dari awal hingga akhir yang bisa ditempuh pasien [1,2,8] :
Hasil anoskopi pasien yang menunjukkan kondisi abnormal atau menunjukkan adanya penyakit tertentu akan diatasi segera oleh dokter [8].
Dokter tidak lama kemudian akan menentukan penanganan terbaik bagi pasien disesuaikan dengan jenis kondisi yang mendasari gejala [8].
Bila hasil anoskopi pasien tergolong normal, dokter tetap melakukan pemantauan sementara terhadap kondisi pasien [8].
Pemantauan ini sangat penting untuk memastikan bahwa kondisi pasien benar-benar baik-baik saja.
Polip dan tumor adalah kondisi yang semula dapat dianggap tak berbahaya, namun dalam beberapa waktu kemudian bisa saja mengancam jiwa pasien [8].
Oleh karena itu, dokter perlu memastikan kondisi pasien sama sekali tidak ada masalah melalui pemantauan dalam kurun waktu tertentu.
Anoskopi pada dasarnya merupakan tindakan pemeriksaan yang sama sekali aman bahkan pemberian obat bius atau obat penenang sekalipun [8].
Prosedur anoskopi juga tergolong sederhana di mana pasien usai menempuhnya bisa beraktivitas seperti biasa, artinya pemeriksaan ini tidak menyebabkan rasa sakit [8].
Perdarahan memang berpotensi terjadi, namun bersifat ringan dan merupakan perdarahan kecil saja, terutama bila pasien memiliki wasir [1,2].
Perdarahan kecil ini umumnya terjadi saat dokter mengeluarkan anoskop pada pasien penderita wasir [1,2].
Selebihnya, anoskopi tidak berbahaya bagi pasien, apalagi menimbulkan risiko yang mengancam kesehatan [1,2,8].
Hanya saja, selama pelaksanaan prosedur pasien akan mengalami ketidaknyamanan karena adanya tekanan pada area anus dan rektum [8].
Sensasi ingin buang air besar adalah efek yang terjadi selama prosedur dan biasanya setelah selesai pun sensasi tersebut akan hilang [8].
Jika pun dokter harus mengambil sampel jaringan (melalui prosedur biopsi), sensasi yang pasien alami setidaknya seperti dicubit sedikit.
Untuk lebih detail dan pertimbangan lebih matang sebelum menjalani anoskopi, pastikan sudah lebih dulu berkonsultasi dengan dokter mengenai tujuan, prosedur dan efek sampingnya.
1. Shawn London; Gilles J. Hoilat; & Matthew B. Tichauer. Anoscopy. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. David Ponka, MD CM CCFP(EM) FCFP & Faisal Baddar, MD CM CCFP. Anoscopy. Canadian Family Physician; 2013.
3. Ernst J. Kuipers, William M. Grady, David Lieberman, Thomas Seufferlein, Joseph J. Sung, Petra G. Boelens, Cornelis J. H. van de Velde, & Toshiaki Watanabe. Colorectal Cancer. HHS Public Access; 2016.
4. Noam Shussman & Steven D. Wexner. Colorectal polyps and polyposis syndromes. Gastroenterology Report; 2014.
5. Steven J de Jongh, Josephina P M Vrouwe, Floris J Voskuil, Iris Schmidt, Jessie Westerhof, Jan J Koornstra, Marieke L de Kam, Arend Karrenbeld, James C H Hardwick, Dominic J Robinson, Jacobus Burggraaf, Ingrid M C Kamerling & Wouter B Nagengast. The Optimal Imaging Window for Dysplastic Colorectal Polyp Detection Using c-Met-Targeted Fluorescence Molecular Endoscopy. The Journal of Nuclear Medicine; 2020.
6. Brian Jahnny & John V. Ashurst. Anal Fissures. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Varut Lohsiriwat. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical management. World Journal of Gastroenterology; 2012.
8. Saurabh Sethi, M.D., MPH & Tony Watt. Anoscopy. Healthline; 2020.
9. Indika R. Ranasinghe & Ronald Hsu. Crohn Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
10. Whitney D. Lynch & Ronald Hsu. Ulcerative Colitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.