Makanan, Minuman dan Herbal

6 Efek Samping Kebanyakan Konsumsi Makanan Fermentasi

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Makanan berfermentasi memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Seperti salah satunya susu berfermentasi (yogurt) yang mengandung probiotik dapat membantu dalam mengatasi berat badan[3] dan dapat mengurangi risiko pengakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 jika mengkonsumsinya setiap hari.[4,5,6]

Bahan baku yang sering dijadikan makanan fermentasi mengandung konsentrasi tinggi monosakarida dan disakarida, seperti pati, juga dengan substrat makanan seperti daging dan ikan, susu, sayuran, kacang-kacangan, sereal, umbi-umbian, dan buah-buahan.[2]

Sedangkan mikroorganisme yang terlibat dalam makanan fermentasi juga ada beragam, yakni meliputi alkohol dan karbon dioksida (ragi), asam asetat, bakteri asam laktat milik genera seperti Leuconostoc, Lactobacillus, dan Streptococcus, asam propionat, dan amonia dan asam lemak (Bacillus, jamur).[2]

Makanan fermentasi dianggap aman bagi kebanyakan orang. Bahkan kandungan mikroorganisme dan probiotik di dalam makanan fermentasi juga memberikan berbagai manfaat bagi tubuh. Namun, bagi sebagian orang makanan fermentasi memiliki efek samping jika dikonsumsi terlalu banyak.

1. Kembung

Perut terasa kembung menjadi reaksi paling umum akibat mengkonsumsi makanan berfermentasi. Hal ini diakibatkan oleh adanya peningkatan kandungan gas di dalam perut. Senyawa gas yang timbul ini berasal dari probiotik yang berhasil membunuh bakteri dan jamur usus yang berbahaya.[7]

Probiotik mengeluarkan peptida antimikroba untuk membunuh organisme yang berbahaya seperti Salmonella dan E. Coli. Selain itu, mengkonsumsi kombucha terlalu banyak juga akan menyebabkan perut kembung dan begah akibat gas dari asupan gula dan kalori yang berlebih.[8]

2. Kepala terasa sakit atau migrain

Beberapa makanan berfermentasi yang memiliki kandungan probiotik yang tinggi, seperti yogurt atau kimchi, mengandung amina biogenik yang secara alami muncul selama proses fermentasi.[9] Selain itu, makanan fermentasi tinggi probiotik juga umum ditemukan histamin dan tiramin.[10]

Beberapa orang ada yang sensitif terhadap ketiga kandungan ini, dimana kepala akan terasa pusing jika terlalu banyak makan makanan fermentasi. Amina merangsang sistem saraf pusat yang dapat mempengaruhi sistem aliran darah, yang kemudian membuat kepala menjadi pusing dan migrain.[11]

3. Intoleransi histamin

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pada makanan fermentasi mengandung banyak sekali histamin. Bagi sebagian orang, ada yang tidak bisa mengkonsumsi makanan yang mengandung histamin ini karena histamin tidak bisa dicerna melainkan malah diserap kedalam aliran darah yang kemudian menyebabkan histamine intolerance symptoms.[12]

Jika histamin tersebut masuk kedalam darah, maka akan menyebabkan gejala seperti gatal-gatal, sakit kepala, rinitis, mata merah, gangguan pencernaan seperti diare, mual hingga muntah. Namun, intoleransi histamin juga dapat menyebabkan gejala yang lebih parah, termasuk asma, tekanan darah rendah, detak jantung tidak teratur, kolaps peredaran darah, perubahan psikologis mendadak (seperti kecemasan, agresivitas, pusing dan kurang konsentrasi) dan gangguan tidur.[12]

4. Keracunan

Memang sebagian besar makanan fermentasi aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi, jika tidak terlalu berhati-hati dan kurang menjaga kebersihan saat proses pembuatan makanan fermentasi, maka akan ada kemungkinan makanan tersebut terkontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan penyakit serius.

5. Infeksi akibat probiotik

Mengkonsumsi makanan berfermentasi bagi orang yang memiliki sistem kekebalan lemah sangat disarankan untuk dibatasi. Pasalnya, probiotik yang bagi sebagian orang aman dan bermanfaat justru akan berdampak buruk bagi yang memiliki sistem imun yang lemah jika terlalu banyak dikonsumsi. Dampak yang ditimbulkan bisa berupa infeksi serius seperti pneumonia hingga infeksi sistemik, termasuk sepsis dan endokarditis.[13]

6. Resistensi antibiotik

Suatu penelitian menemukan bahwa terdapat enam strain Bacillus probiotik dalam beberapa makanan fermentasi, seperti kimchi, yogurt, dan zaitun yang resisten terhadap beberapa antibiotik.[14] Juga kandungan bakteri Lactobacilli probiotik dalam kefir dapat membawa resistensi terhadap banyak jenis antibiotik, yang meliputi ampisilin, penisilin dan tetrasiklin[15]

Ketiga jenis antibiotik tersebut digunakan untuk mengobati penyakit manusia yang serius termasuk infeksi kandung kemih, pneumonia, gonore, dan meningitis.[15] Selain itu, dalam penelitian lain ditemukan bakteri asam laktat dalam produk susu dari Turki yang juga resisten terhadap antibiotik vankomisin, yang digunakan untuk pengobatan infeksi MRSA.[16]

Jumlah takaran maksimal dalam mengkonsumsi makanan berfermentasi

Makanan fermentasi memiliki beragam jenisnya berdasarkan bahan baku yang digunakan. Selain itu, makanan fermentasi memang memberikan berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh. Masyarakat secara umum juga akan baik baik saja jika mengkonsumsi makanan ermentasi. Namun, hal ini tidak terjadi bagi sebagian orang dan justru malah memberikan efek samping bagi kesehatan mereka hingga menyebabkan penyakit serius[17].

Oleh karena itu, perlu diperhatikan kembali seberapa banyak makanan fermentasi yang dikonsumsi agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan hal yang serius. Ada takaran maksimal dalam sehari untuk mengkonsumsi makanan fermentasi ini[17].

Untuk minuman berbasis susu yang difermentasi seperti contohnya yogurt, takaran konsumsi maksimalnya yakni sebesar 155 gram dalam sehari. Sedangkan kedelai yang difermentasi, maksimal boleh dikonsumsi sebanyak 35-70 gram dalam sehari. Lalu untuk produk buah dan sayur yang difermentasi, jumlah maksimal yang dapat dikonsumsi dalam sehari yakni sebanyak 10-40 gram.[17]

Makanan berfermentasi sudah ada sejak zaman awal mula peradaban manusia. Secara umum, makanan berfermentasi didefinisikan sebagai makanan yang melalui proses produksi dengan melibatkan mikroorganisme atau enzim yang menyebabkan perubahan biokimia pada bahan makanan dan dapat dimodifikasi sesuai keinginan.[1]

[1] Geoffrey Campbell-Platt. Food Research International. Fermented foods. 1994
[2] Maria L Marco, Dustin Heeney, Sylvie Binda, Christopher J Cifelli, Paul D Cotter, Benoit Foligné, Michael Gänzle, Remco Kort, Gonca Pasin, Anne Pihlanto, Eddy J Smid, Robert Hutkins. Health benefits of fermented foods: microbiota and beyond. Current Opinion in Biotechnology. 2017
[3] Dariush Mozaffarian, M.D., Dr.P.H., Tao Hao, M.P.H., Eric B. Rimm, Sc.D., Walter C. Willett, M.D., Dr.P.H., and Frank B. Hu, M.D., Ph.D. Changes in diet and lifestyle and long-term weight gain in women and men. N Engl J Med 2011
[4] Mu Chen, Qi Sun, Edward Giovannucci, Dariush Mozaffarian, JoAnn E Manson, Walter C Willett, and Frank B Hu. Dairy consumption and risk of type 2 diabetes: 3 cohorts of US adults and an updated metaanalysis. BMC Med 2014.
[5] Simone J P M Eussen, Martien C J M van Dongen, Nicole Wijckmans, Louise den Biggelaar, Stefanie J W H Oude Elferink, Cécile M Singh-Povel, Miranda T Schram, Simone J S Sep, Carla J van der Kallen, Annemarie Koster, Nicolaas Schaper, Ronald M A Henry, Coen D A Stehouwer, Pieter C Dagnelie. Consumption of dairy foods in relation to impaired glucose metabolism and type 2 diabetes mellitus: the Maastricht Study. Br J Nutr. 2016
[6] Linda C. Tapsell. international journal of nutritional science. Fermented dairy food and CVD risk. The British Journal of Nutrition. 2015
[7] Clay McNight. healthfully.com. do probiotics kill bad bacteria. 2011.
[8] Brian E. Lacy, PhD, MD; Scott L. Gabbard, MD, and Michael D. Crowell, PhD, AGAF. Pathophysiology, evaluation, and treatment of bloating: hope, hype, or hot air?. Gastroenterol Hepatol (N Y). 2011;7(11):729-739; 2011
[9] Miguel A. Alvarez, M Victoria Moreno-Arribas. The problem of biogenic amines in fermented foods and the use of potential biogenic amine-degrading microorganisms as a solution. Trends in Food Science & Technology, Volume 39, Issue 2; 2014
[10] Enrica Pessione, Simona Cirrincione. Bioactive Molecules Released in Food by Lactic Acid Bacteria: Encrypted Peptides and Biogenic Amines. Front Microbiol. 2016
[11] Vincent T Martin, Brinder Vij. American Headache Society. Diet and Headache: Part 1. Headache. 2016
[12] Claudio Ortolani, Elide A Pastorello. Food allergies and food intolerances. Best Pract Res Clin Gastroenterol; 2006
[13] Christopher D. Doern, Sean T. Nguyen, Folashade Afolabi, and Carey-Ann D. Burnham. Journal of Clinical Microbiology. Probiotic-Associated Aspiration Pneumonia Due to *Lactobacillus rhamnosus. 2014.
[14] Anonim. sciencedaily.com. Antibiotic resistance in spore-forming probiotic bacteria. 2019.
[15] Noorshafadzilah Talib, Nurul Elyani Mohamad, Swee Keong Yeap, Yazmin Hussin, Muhammad Nazirul Mubin Aziz, Mas Jaffri Masarudin, Shaiful Adzni Sharifuddin, Yew Woh Hui, Chai Ling Ho & Noorjahan Banu Alitheen. Isolation and Characterization of Lactobacillus spp. from Kefir Samples in Malaysia. Molecules. 2019
[16] Z. Erginkaya, E. U. Turhan and D. Tatlı. Iranian journal of veterinary research. Determination of antibiotic resistance of lactic acid bacteria isolated from traditional Turkish fermented dairy products. 2018
[17]Anonim. standarpangan.pom.go.id. Angka Konsumsi Pangan. 2018.

Share