Daftar isi
Enteroskopi adalah sebuah tindakan medis yang dilakukan untuk memeriksa kondisi sistem pencernaan secara visual [1,2,3].
Pada prosedurnya, dokter akan menggunakan metode pemeriksaan ini untuk mengecek saluran pencernaan pasien [1,2,3].
Tidak hanya dapat melihat bagian atas saluran pencernaan, dokter dengan metode ini mampu menjangkau bagian saluran pencernaan lebih dalam melalui tabung tipis fleksibel panjang yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien [1,2,3].
Enteroskopi tidak hanya diterapkan hanya ketika hendak memeriksa kondisi saluran atau sistem pencernaan pasien [1,2,3].
Enteroskopi adalah prosedur yang juga kerap dokter gunakan untuk mengobati gangguan saluran pencernaan sehingga tidak perlu melakukan operasi terbuka [1,2,3].
Manfaat enteroskopi sendiri meliputi :
1. Memeriksa diare kronis
Seseorang mengalami diare kronis ketika diare yang dialami sampai 2 minggu lebih [4].
Artinya, penderita mengalami buang air besar encer atau berair dalam jangka waktu lama tanpa kunjung membaik [4].
Ketika berlangsung singkat atau beberapa hari, diare dianggap tidak berbahaya, namun bila sampai 2 minggu atau lebih, maka ini bisa berakibat fatal bagi tubuh penderita [4].
Diare yang parah perlu didiagnosa segera melalui pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan (pasien dan keluarga), tes darah dan tes tinja, kolonoskopi/enteroskopi bawah (pemeriksaan saluran pencernaan khususnya pada usus dan pankreas), serta tes pemindaian [5].
Pada diare parah atau kronis, gejala-gejala yang menunjukkan kondisi demikian adalah [4] :
Ketika diare kronis terjadi, maka sebaiknya segera ke dokter dan menempuh rangkaian pemeriksaan medis (termasuk enteroskopi bila dibutuhkan sebagai tes penunjang) [5].
2. Mendiagnosa kanker usus halus
Karena enteroskopi adalah endoskopi usus halus, maka ketika terdapat pasien yang mengeluhkan gejala mengarah pada kanker usus halus, hal ini perlu dipastikan melalui prosedur enteroskopi salah satunya [1,6].
Kanker usus halus sendiri merupakan penyakit langka di mana sel-sel abnormal tumbuh pada usus halus yang bahkan bisa berkembang tak terkontrol [6].
Seseorang dapat dicurigai mengalami gejala kanker usus halus apabila mengalami beberapa keluhan berikut [6] :
Kanker yang sudah cukup besar akan mulai menyebabkan sumbatan pada usus halus sehingga beberapa gejala lanjutan yang lebih parah ini bisa timbul [6] :
Ketika memeriksakan diri ke dokter, dokter perlu menerapkan enteroskopi untuk mengetahui penyebab gejala.
3. Mendiagnosa malnutrisi
Bagi penderita gejala malnutrisi, enteroskopi adalah salah satu metode diagnosa yang diperlukan untuk memastikannya [1,7].
Malnutrisi sendiri merupakan sebuah kondisi ketika tubuh kelebihan atau kekurangan nutrisi [8].
Siapa saja bisa mengalami malnutrisi, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dan orang dewasa yang lebih tua [8].
Beberapa tanda utama seseorang tengah mengalami enteroskopi adalah [8] :
Enteroskopi adalah pemeriksaan yang dibutuhkan untuk penderita gejala malnutrisi, terutama bila sudah pada tahap kerontokan rambut parah, berat badan sangat kurang, sulit bernafas, hingga pingsan [1,7].
4. Memeriksa hasil rontgen yang abnormal [1]
5. Memeriksa usus yang dicurigai mengalami kerusakan sebagai efek dari radioterapi [1]
6. Memeriksa sumbatan pada usus [1]
7. Memeriksa perdarahan gastrointestinal yang tidak normal [1]
8. Memeriksa kadar tinggi sel darah putih [1]
Ada tindakan pemeriksaan medis yang tidak memerlukan persiapan apapun, namun untuk prosedur seperti enteroskopi, pasien perlu menyiapkan diri dengan baik.
Beberapa hal yang akan dokter jelaskan untuk pasien dapat ikuti sebelum hari pemeriksaan adalah [1] :
Tanyakan detail mengenai persiapan sebelum menjalani enteroskopi pada dokter [1].
Selain itu, pastikan menginformasikan dokter mengenai riwayat obat-obatan yang tengah digunakan saat konsultasi dan penjadwalan prosedur enteroskopi [1].
Obat-obatan yang perlu diberitahukan kepada dokter pun termasuk suplemen, vitamin dan herbal [1].
Sebelum penentuan apakah pasien dapat menjalani enteroskopi, dokter harus lebih dulu mengetahui riwayat kesehatan pasien [1].
Pasien dengan kondisi medis tertentu tidak dapat menjalani tindakan pemeriksaan ini, seperti halnya penderita diabetes [1].
Ibu hamil, penderita penyakit paru, penderita penyakit jantung dan pasien dengan obesitas pun tidak dianjurkan menempuh prosedur enteroskopi [1].
Meskipun hanya merupakan prosedur pemeriksaan, pasien perlu menjalani rawat inap atau bisa pulang segera namun tetap menempuh rawat jalan [1].
Berikut ini merupakan langkah-langkah prosedur enteroskopi [1,2,3] :
Prosedur enteroskopi sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu enteroskopi atas atau antegrade dan enteroskopi bawah atau retrograde.
Pada jenis enteroskopi atas atau enteroskopi antegrade, dokter terlebih dulu akan memberi obat penenang untuk pasien [1,2,3].
Tujuan obat penenang ini adalah untuk menjadikan bagian kerongkongan pasien mati rasa sebelum enteroskop dimasukkan ke dalam mulut [1,2,3].
Pada enteroskopi bawah atau enteroskopi retrograde dikenal juga dengan istilah kolonoskopi [1].
Dokter terlebih dulu memberikan anestesi umum kepada pasien supaya pasien tidur dan tidak merasa sakit [1].
Kemudian, alat berupa enteroskop akan dimasukkan bukan dari mulut, melainkan dari rektum dan usus besar [1,2,3].
Melalui keduanya, dokter akan berusaha menjangkau usus halus bagian bawah agar mampu mendeteksi gangguan saluran pencernaan [1,2,3].
Seperti jenis enteroskopi atas, dokter bisa menggunakan enteroskop bawah untuk pengambilan sampel jaringan abnormal pada saluran pencernaan bawah pasien [1,2,3].
Apa artinya jika hasil pemeriksaan enteroskopi menunjukkan ketidaknormalan?
Jika hasil enteroskopi abnormal, maka hal ini menandakan bahwa dokter menemukan gangguan pada kesehatan pencernaan pasien, seperti [1] :
Walau metode enteroskopi tergolong aman, tetap terdapat beberapa risiko atau efek samping yang perlu diwaspadai.
Berikut ini adalah efek ringan yang memungkinkan terjadi pada pasien walau sangat jarang [1] :
Namun, ada pula beberapa risiko komplikasi yang jauh lebih parah, seperti [1] :
Apabila usai pemeriksaan enteroskopi terjadi mual, muntah, pembengkakan perut, nyeri perut hebat, dan perdarahan, segera ke dokter untuk memeriksakan diri.
1. George Krucik, MD, MBA & Shannon Johnson. Enteroscopy. Healthline; 2017.
2. ASGE Technology Committee, Shailendra S. Chauhan, MD, FASGE, Michael A. Manfredi, MD, Barham K. Abu Dayyeh, MD, MPH, Brintha K. Enestvedt, MD, MBA, Larissa L. Fujii-Lau, MD, Sri Komanduri, MD, Vani Konda, MD, John T. Maple, DO, FASGE, Faris M. Murad, MD, Rahul Pannala, MD, MPH, Nirav C. Thosani, MD & Subhas Banerjee, MD, FASGE. Enteroscopy. Gastrointestinal Endoscopy; 2015.
3. Markus Schneider, Jörg Höllerich, & Torsten Beyna. Device-assisted enteroscopy: A review of available techniques and upcoming new technologies. World Journal of Gastroenterology; 2019.
4. Garrett J. Descoteaux-Friday & Isha Shrimanker. Chronic Diarrhea. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Ramesh P Arasaradnam, Steven Brown, Alastair Forbes, Mark R Fox, Pali Hungin, Lawrence Kelman, Giles Major, Michelle O’Connor, Dave S Sanders, Rakesh Sinha, Stephen Charles Smith, Paul Thomas, & Julian R F Walters. Guidelines for the investigation of chronic diarrhoea in adults: British Society of Gastroenterology, 3rd edition. Gut; 2018.
6. Gisela A. Ocasio Quinones & Andrew Woolf. Small Bowel Cancer. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Fa-chao Zhi, Hui Yue, Bo Jiang, Zhi-min Xu, Yang Bai, Bing Xiao, & Dian-yuan Zhou. Diagnostic value of double balloon enteroscopy for small-intestinal disease: experience from China. Gastrointestinal Endoscopy; 2007.
8. John Saunders & Trevor Smith. Malnutrition: causes and consequences. Clinical Medicine journal; 2010.