Tinjauan Medis : dr. Fithriani Salma
Fistula ani adalah saluran yang terbentuk antara anus dengan kulit sekitarnya. Umumnya keadaan ini terjadi pasca infeksi di sekitar anus, dimana terjadi penumpukan pus/abses (nanah) pada jaringan sekitarnya.
Daftar isi
Penyakit fistula ani merupakan salah satu penyakit yang sudah dikenal sejak zaman Hippocrates pada tahun 400 SM (Sebelum Masehi).
Penyakit ini diketahui dapat menjangkit 12 orang laki-laki per 100.000 orang, dan wanita memiliki prevalensi yang lebih rendah dengan 5 orang pernah terjangkit per 100.000 orang. Orang yang berusia lanjut dan berusia paruh baya juga memiliki prevalensi yang lebih tinggi terhadap penyakit ini. [1] [2]
Fistula ani adalah saluran kecil yang terbentuk pada bagian bawah perut dan/atau kulit sekitar anus. Penyakit ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, iritasi kulit dan komplikasi infeksi.
Pada umumnya direkomendasikan untuk diambil tindakan medis berupa operasi kecil untuk mengatasinya. [1]
Banyak pasien berusaha mencari pengobatan alternatif terhadap kemunculan fistula ani, akan tetapi catatan mengenai penggunaan seton sebagai salah satu solusi sudah dilakukan dari masa Hippocrates.
Teknik operasi pun berkembang, dan dengan prosedur yang tepat fistulotomi merupakan solusi yang dapat dengan cepat mengatasi rasa sakit akibat fistulotomi. Pada umumnya pasien perlu dibius total untuk menghindari refleks otot sekitar anus. [3]
Fistula ani memiliki berbagai ragam posisi dan tidak selalu mengganggu kerja sfingter bagian anus. Penyakit ini dapat timbul di berbagai daerah sekitar anus, sehingga tidak selalu menyebabkan inkontinensia defekasi, atau ketidakmampuan menahan dan mengendalikan laju buang air besar.
Inkontinensia defekasi sendiri memiliki beragam faktor, dengan faktor utama berupa diare. Faktor penyebab lainnya adalah konstipasi berlebih, penuaan jaringan otot, serta kerusakan jaringan otot dan syaraf sekitar anus. [4]
Penyakit ini kebanyakan disebabkan oleh pembentukan abses pada bagian anus, terutama apabila abses tidak sembuh total setelah pengeluaran nanah. Ada juga kasus-kasus langka dimana fistula ani dapat disebabkan oleh: [1]
Terdapat berbagai ciri-ciri yang menandakan kemunculan fistula ani, umumnya ditandai dengan:[2] [5]
Berdasarkan hasil konsensus, klasifikasi yang paling umum digunakan adalah klasifikasi menurut Parks, yang membagi jenis fistula ani berdasarkan posisi anatomi terjadinya penyakit ini dan terdapat empat kategori yaitu: [8] [9]
Adapun yang paling sering terjadi adalah fistula intersfingterik dan transsfingterik, dengan posisi paling dekat dengan lubang kanal anus.
Pada kasus tertentu, seperti pada penyakit Crohn, dapat menimbulkan fistula superfisial yang tidak memiliki kaitan dengan sfingter anus, sehingga tidak dimasukkan dalam klasifikasi Parks.
Biasanya komplikasi fistula ani terjadi sebagai efek samping dari tindakan operasi yang kurang tepat. Umumnya komplikasi ini berupa: [2] [6] [7]
Sebenarnya semua tindakan operasi memiliki resiko untuk menimbulkan infeksi. Berbagai faktor terutama kompleksitas bentuk fistula berperan besar dalam menentukan terjadinya infeksi atau tidak.
Pengobatan dengan menggunakan plug berbahan organik biologis untuk menutup fistula dan membunuh kuman dapat menjadi pilihan alternatif untuk menghindari infeksi.
Pada saat proses operasi yang kurang sesuai prosedur, ada kemungkinan terjadi luka sayatan dan menimbulkan kerusakan pada otot sfingter anus yang berbentuk cincin dan berperan sangat penting untuk mengendalikan proses defekasi.
Inkontinensia yang muncul setelah proses operasi dapat dipengaruhi berbagai faktor, terutama usia saat operasi berlangsung, gender, jenis dan posisi fistula, kemunculan fistula jamak dan kompleksitas susunannya, serta operasi pendahulu untuk menghilangkan abses juga dapat mempengaruhi komplikasi inkontinensia.
Hal ini dapat berakibat pada ketidaknyamanan dan muncul masalah kesehatan pada sekitar organ urogenital, terutama memungkinkan terjadinya infeksi saluran kemih dan organ reproduksi.
Pada beberapa kasus langka, fistula ani dapat muncul kembali bahkan setelah dilakukan operasi. Kemunculan kembali ini memiliki berbagai faktor yang dapat meningkatkan peluang terjadinya kasus kambuh, seperti fistula yang muncul pada bagian anterior dari anus, dan adanya ekstensi cabang fistula di bagian supralevator, serta bentuk fistula yang menyerupai tapal kuda juga dapat meningkatkan peluang kemunculan kembali.
Dokter spesialis akan mengecek untuk mencari bukaan fistula pada bagian sekitar anus, dan akan melakukan penekanan untuk mengecek bengkak dan/atau produksi nanah. Berbagai metode pendukung diagnosis dapat dilakukan dengan dibantu alat sebagai berikut:
Pada umumnya kelainan ini tidak dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga dibutuhkan prosedur operasi untuk mengatasinya. Jenis opsi operasi yang biasanya ditawarkan: [2]
Pemilihan opsi operasi perlu dipertimbangkan dengan matang untuk menghindari kerusakan otot sfingter, yang berperan besar dalam kontrol proses buang air besar. Kerusakan otot sfingter anus dapat menyebabkan inkontinensia anus.
Beberapa tahun belakangan terdapat solusi alternative berupa pemberian fibrin glue untuk menutup fistula. Pengobatan ini menjanjikan penanganan yang tidak terlalu invasif, namun masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Begitu juga dengan fistula plug yang didesain dengan bahan organik untuk menutup fistula serta membunuh kuman yang kemungkinan tertinggal di fistula ani. [2]
Berikut ini adalah cara-cara mencegah timbulnya fistula ani: [5] [10] [11]
1. Dudukgian Haig, Abcarian Herand. 2011. World Journal of Gastroenterology. Why do we have so much trouble treating anal fistula?
2. Chung Wiley, Kazemi Pooya, Ko David, Sun Clare, Brown Carl, Raval Manoj, Phang Terry. 2009. American Journal of Surgery. Anal fistula plug and fibrin glue versus conventional treatment in repair of complex anal fistulas.
3. Litta Francesco, Parello De Simone, Grossi Orefice, Ratto Carlo. 2019. Techniques in Coloproctology. Fistulotomy and primary sphincteroplasty for anal fistula: long-term data on continence and patient satisfaction.
4. Abcarian Herand. 2011. Clinical Colon Rectal Surgery. Anorectal Infection : Abscess – Fistula.
5. Loening Baucke, Kabir Younoszai. 1982. Journal of pediatrics. Abnormal anal sphincter response in chronically constipated children.
6. Visscher Schuur, Roos, Van Der Mijnsbrugge, Meijerink Felt-Bersma. 2015. Diseases of the Colon Rectum. Long-term follow-up after surgery for simple and complex cryptoglandular fistulas: Fecal incontinence and impact on quality of life.
7. Emile Sameh, Elfeki Thabet, Sakr Magdy, El-Hamed, et al. 2017. Journal of surgical research. Predictive factors for recurrence of high transsphincteric anal fistula after placement of seton.
8. Holzer Rosen, Urban Anzböck, Schiessel Hruby. 2000. Colorectal disease. Magnetic resonance imaging of perianal fistulas: Predictive value for Parks classification and identification of the internal opening.
9. Shawki Sherief, Wexner Steven. 2011. World Journal of Gastroenterology. Idiopathic fistula-in-ano.
10. Shephard Roy. 2017. Sports medicine. Peptic Ulcer and Exercise.
11. Pigot Francois. 2015. Journal of Visceral Surgery. Treatment of anal fistula and abscess.