Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Leishmaniasis merupakan suatu penyakit parasit yang ditemukan di daerah tropis, subtropis, dan bagian selatan Eropa. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi parasit Leishmania, yang ditularkan oleh gigitan
Daftar isi
Leishmaniasis merupakan sebuah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh parasit Leishmania [1,2,3,45,6,7,8,9].
Infeksi dapat menyerang seseorang ketika parasit yang sudah lebih dulu terinfeksi lalat pasir menggigitnya.
Ini karena parasit Leishmania bersarang di dalam badan lalat pasir yang sudah terinfeksi.
Orang-orang yang tinggal di negara tropis dan subtropis umumnya memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit leishmaniasis [1,4,6,7,8,9].
Tinjauan Leishmaniasis merupakan sebuah kondisi penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh parasit Leishmania melalui gigitan lalat pasir yang sudah terinfeksi.
Terdapat tiga jenis kondisi leishmaniasis yang perlu diketahui dan diwaspadai di mana ketiga leishmaniasis ini disebabkan oleh parasit Leishmania yang berbeda.
Jenis leishmaniasis ini adalah kondisi yang paling banyak dijumpai namun juga tergolong sebagai yang paling ringan [3].
Cutaneous leishmaniasis cenderung menyerang kulit dan menimbulkan ulkus pada permukaan yang terpengaruh parasit [1,3].
Pada kondisi ini, penderita tidak harus selalu mendapatkan penanganan untuk sembuh, namun perawatan yang didapat secara dini akan mempercepat pemulihan sekaligus mencegah komplikasi [3].
Mucocutaneous leishmaniasis merupakan jenis leishmaniasis yang tergolong langka [4].
Jenis kondisi ini lebih serius daripada cutaneous leishmaniasis karena parasit dapat menebar hingga mulut, hidung dan tenggorokan [4].
Gejala baru kelihatan atau dirasakan oleh penderita setelah luka pada kulit sembuh dan jika sampai menyebar, kerusakan membran mukosa pada ketiga organ tubuh tersebut dapat terjadi sebagian maupun menyeluruh [1,4].
Jika cutaneous leishmaniasis umumnya dapat sembuh dengan sendirinya, mucocutaneous leishmaniasis adalah kondisi yang lebih berat dan tak penderita tidak dapat pulih dengan sendirinya [1,4].
Jenis kondisi leishmaniasis satu ini memerlukan penanganan agar gejala yang penderita alami bisa mereda.
Istilah lain untuk menyebut visceral leihsmaniasis adalah kala azar atau leishmaniasis sistemik yang gejalanya baru timbul sekitar 2-8 bulan dari gigitan pertama oleh lalat pasir [1,5].
Meski lebih langka dibandingkan kedua jenis kondisi leishmaniasis sebelumnya, visceral leishmaniasis berpotensi fatal [5].
Hati dan limpa penderita berisiko mengalami kerusakan, begitu juga organ internal lainnya [1,5].
Sumsum tulang belakang juga dapat terpengaruh dan ketika organ-organ mengalami kerusakan, hal ini dapat memicu gangguan sistem imun [1,5].
Penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya.
Tinjauan Terdapat tiga jenis leishmaniasis, yaitu cutaneous leishmaniasis, mucocutaneous leishmaniasis, dan visceral leishmaniasis.
Parasit spesies Leishmania adalah penyebab utama dari penyakit Leishmaniasis yang umumnya berada di dalam tubuh lalat pasir betina [1,2,3,4,5,6].
Jika seseorang tergigit oleh lalat pasir yang sudah terinfeksi, leishmaniasis pun dapat terjadi.
Di lingkungan lembab dan hangat lalat pasir lebih mudah dijumpai sehingga disebutkan bahwa orang-orang yang tinggal di negara tropis lebih rentan [1].
Pada waktu-waktu dengan cuaca dan suhu yang hangat, terutama di fajar dan senja, lalat pasir justru lebih aktif [6].
Oleh sebab itu, penularan lebih banyak dijumpai pada waktu-waktu tersebut, dari lalat pasir (terutama lalat pasir betina sebagai tempat berkembang biaknya parasit) ke manusia [1,3,4,5,6].
Dan manusia yang sudah terinfeksi sekalipun dapat menularkan ke manusia lainnya.
Penularan dari satu orang yang terinfeksi parasit Leishmania ke orang lain terjadi melalui transfusi darah, transplantasi organ atau pemakaian jarum bersama [1,6].
Pada beberapa kasus, diketahui bahwa penularan pun dapat terjadi dari manusia ke lalat pasir, lalu kemudian lalat pasir ke manusia lagi.
Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko leishmaniasis di antaranya adalah :
1. Faktor Geografis
Walau penyakit leishmaniasis ada di belahan dunia mana pun, tetap sebagian besar kasus terjadi di Timur Tengah, Mediterania, Asia (terutama Asia Tengah), dan Amerika [1,3,5,6].
Sementara untuk sebagian kecil kasus leishmaniasis dijumpai di Antartika dan Australia [7].
Bahkan kasus visceral leishmaniasis sempat merebak tahun 2015 di negara-negara seperti Sudan, Somalia, Kenya, India, Etiopia, dan Brasil [8].
Maka orang-orang yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut perlu ekstra hati-hati dan melindungi diri karena risiko leishmaniasis yang lebih tinggi.
Sama halnya dengan para wisatawan yang hendak berkunjung ke wilayah-wilayah tersebut, waspadai risiko leishmaniasis.
2. Faktor Sosial Ekonomi
Kemiskinan adalah salah satu faktor risiko penyakit leishmaniasis menurut WHO (World Health Organization / Badan Kesehatan Dunia).
Hal ini dikarenakan penderita leishmaniasis mengalami kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kemiskinan berikut ini [9] :
3. HIV
Penderita HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga sangat mudah terkena leishmaniasis, terutama visceral leishmaniasis [1,2,3,4,5,6,7,8,9].
Kasus penderita HIV yang terkena leishmaniasis jumlahnya cukup banyak di Etiopia.
Tinjauan - Parasit Leishmania adalah sebab utama leishmaniasis di mana parasit ini menginfeksi lalat pasir betina lebih dulu. Lalat pasir yang menggigit manusia kemudian otomatis membuat manusia terinfeksi. - Selain itu, faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan HIV adalah pemicu lain dari kondisi leishmaniasis.
Pada beberapa orang dengan leishmaniasis berpotensi tidak menunjukkan gejala apapun.
Namun umumnya, gejala leishmaniasis dibagi menurut jenis leishmaniasis yang dialami oleh penderitanya.
Gejala utama cutaneous leishmaniasis adalah ulkus atau luka di permukaan kulit namun tak menimbulkan rasa sakit [1,3].
Gejala seperti ini tidak selalu timbul pada seseorang yang terkena gigitan lalat pasir yang sudah terinfeksi, bahkan setelah berbulan-bulan maupun bertahun-tahun setelah tergigit.
Namun umumnya, kemunculan gejala hanya beberapa minggu saja sejak gigitan lalat pasir.
Gejala utama dari mucocutaneous leishmaniasis tidak dapat diduga kapan terjadinya.
Timbulnya gejala bisa saja setahun atau bahkan lima tahun dari sejak kemunculan ulkus.
Tanda bahwa seseorang sedang mengalami mucocutaneous leishmaniasis adalah ulkus yang dapat muncul pada bibir, hidung atau mulut [4].
Kondisi tersebut berpotensi disertai dengan keluhan lain seperti sulit bernapas, mimisan, atau hidung berair/tersumbat [4].
Gejala umumnya timbul berbulan-bulan setelah seseorang terinfeksi dan berikut ini adalah gejala visceral leishmaniasis yang perlu diwaspadai [1,5] :
Tinjauan Gejala leishmaniasis tergantung dari jenis kondisinya, namun kemunculan ulkus pada kulit adalah tanda utamanya.
Ketika memeriksakan diri ke dokter, metode-metode pemeriksaan yang dapat ditempuh oleh pasien antara lain :
Dokter perlu melihat adanya masalah pada kulit pasien lebih dulu [1,3,4].
Keberadaan ulkus atau lesi menjadi tanda awal dan tes penunjang diperlukan dalam hal ini untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan fisik juga bertujuan memeriksa adanya pembesaran hati atau limpa.
Dokter selanjutnya akan bertanya kepada pasien mengenai riwayat medis dan pengobatan yang pernah atau sedang dijalani [1,3,4].
Dokter juga perlu mengetahui daerah seperti apa tempat tinggal pasien atau daerah yang belum lama dikunjungi oleh pasien.
Dari hasil wawancara ini, dokter mengetahui tes penunjang apa yang sebaiknya diterapkan untuk mendeteksi keberadaan parasit.
Untuk mendiagnosa cutaneous leishmaniasis, biopsi kulit adalah metode yang dokter harus lakukan [1,10].
Pengambilan sampel jaringan dari ulkus di kulit pasien kemudian dilanjutkan dengan analisa untuk memeriksa DNA parasit.
Tes penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosa adalah tes darah dan pengambilan sampel jaringan sumsum tulang.
Untuk kasus visceral leishmaniasis atau untuk mendiagnosa jenis leishmaniasis ini, kedua tes tersebut dibutuhkan [1,6,7,8].
Pemeriksaan ini juga ditujukan agar dokter mampu mengidentifikasi sel-sel imun di dalam tubuh pasien apakah sudah terkena infeksi parasit.
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan dan riwayat bepergian, tes darah dan biopsi merupakan metode-metode diagnosa untuk leishmaniasis.
Penanganan utama untuk penderita leishmaniasis adalah pemberian obat antiparasit untuk membasmi parasit penyebab penyakit ini.
Amphotericin B merupakan golongan antiparasit yang biasanya diresepkan oleh dokter bagi pasien leishmaniasis [1].
Namun seringkali, dokter harus mengetahui lebih dulu jenis leishmaniasis pasien agar pengobatan yang diberikan sesuai dengan jenis kondisi.
Ulkus pada kulit yang terjadi pada cutaneous leishmaniasis dapat sembuh dengan sendirinya tanpa perlu diobati secara medis [1,3].
Namun bila pun pasien ingin mendapatkan penanganan medis, maka pemulihan pun akan jauh lebih cepat.
Penanganan medis juga biasanya mengurangi risiko ulkus membekas sekaligus mencegah memburuknya gejala [3].
Jika kerusakan kulit terjadi pada jenis kondisi leishmaniasis satu ini, maka dokter kemungkinan akan merekomendasikan operasi plastik untuk membenahi kulit pasien [11].
Lesi yang timbul pada jenis kondisi leishmaniasis ini berbeda dari ulkus pada cutaneous leishmaniasis yang dapat sembuh sendiri.
Penanganan sangat diperlukan pada kondisi ini dan liposomal amphotericin B akan mengatasi gejala mucocutaneous leishmaniasis [1,4].
Selain itu, paromomycin juga memiliki efektivitas tinggi untuk kondisi leishmaniasis jenis ini [1].
Penyakit leishmaniasis jenis ini membutuhkan penanganan berupa obat-obatan seperti paromomycin, amphotericin B, miltefosine, atau sodium stibogluconate [1,5].
Namun tidak semua obat ini efektif digunakan oleh seluruh pasien visceral leishmaniasis.
Hal ini dikarenakan sodium stibogluconate yang digunakan untuk mengobati pasien di Afrika Timur justru tidak menunjukkan efektivitas yang sama pada pasien leishmaniasis di India [1].
Pasien di India justru menggunakan liposomal amphotericin B, termasuk juga paromomycin [1].
Hanya saja di Afrika, paromomycin harus dikombinasi bersama sodium stibogluconate untuk mengatasi gejala pasien [1].
Untuk penanganan leishmaniasis di Amerika Selatan, biasanya pentamidine adalah yang paling sering diresepkan [1].
Tinjauan Pengobatan leishmaniasis ditentukan dari jenis kondisi pasien, namun umumnya leishmaniasis diatasi dengan obat antiparasit.
Leishmaniasis pada dasarnya memiliki peluang kesembuhan yang tinggi, selama sistem kekebalan tubuh pasien tergolong kuat.
Leishmaniasis dapat mengakibatkan beberapa komplikasi yang patut diwaspadai, di antaranya [12] :
Hingga kini belum tersedia vaksin yang dapat digunakan sebagai langkah pencegahan penyakit leishmaniasis.
Upaya pencegahan paling dianjurkan adalah melindungi diri dari gigitan lalat pasir.
Bila hendak mengunjungi wilayah endemis leishmaniasis atau memang tinggal di wilayah tersebut, beberapa upaya pencegahan ini patut diperhatikan [13] :
Tinjauan Melindungi diri dengan berpakaian tertutup dan memasang kelambu saat tidur terutama jika tinggal di wilayah endemik atau berkunjung ke wilayah tersebut adalah bentuk pencegahan leishmaniasis yang dapat dilakukan.
1. Luke Maxfield & Jonathan S. Crane. Leishmaniasis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Ni Putu Ekawati & Herman Saputra. Leishmaniasis Kutaneus dengan Diferensial Diagnosis Histoplasmosis pada Seorang Penderita HIV. SIM Dosen Universitas Udayana; 2008.
3. Henry J. C. de Vries, Sophia H. Reedijk, & Henk D. F. H. Schallig. Cutaneous Leishmaniasis: Recent Developments in Diagnosis and Management. American Journal of Clinical Dermatology; 2015.
4. Nicole Casalle, Laís de Barros Pinto Grifoni, Ana Carolina Bosco Mendes, Sérgio Delort, & Elaine Maria Sgavioli Massucato. Mucocutaneous Leishmaniasis with Rare Manifestation in the Nasal Mucosa and Cartilage Bone Septa. Case Reports in Infectious Diseases; 2020.
5. Shyam Sundar. Visceral leishmaniasis. Tropical Parasitology; 2015.
6. Sarah P. Georgiadou, Konstantinos P. Makaritsis, & George N. Dalekos. Leishmaniasis revisited: Current aspects on epidemiology, diagnosis and treatment. Journal of Translational Internal Medicine; 2015.
7. Shivani Thakur, Jyoti Joshi, & Sukhbir Kaur. Leishmaniasis diagnosis: an update on the use of parasitological, immunological and molecular methods. Journal of Parasitic Diseases; 2020.
8. Edoardo Torres-Guerrero, Marco Romano Quintanilla-Cedillo, Julieta Ruiz-Esmenjaud, & Roberto Arenas. Leishmaniasis: a review. F1000 Research; 2017.
9. Ifeoma Okwor & Jude Uzonna. Social and Economic Burden of Human Leishmaniasis. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene; 2016.
10. Nasser Rashid Dar & Tariq Khurshid. Comparison of skin smears and biopsy specimens for demonstration of Leishmania tropica bodies in cutaneous leishmaniasis. Journal of the College of Physicians and Surgeons; 2005.
11. I Kaplan & J Plaschkes. Plastic surgery in the treatment of cutaneous leishmaniasis. British Journal of Plastic Surgery; 1962.
12. Craig G Stark, MD, Conjivaram Vidyashankar, MD, MRCP, Pranatharthi Haran Chandrasekar, MBBS, MD, Ruchir Agrawal, MD, Pranatharthi Haran Chandrasekar, MBBS, MD, Dirk M Elston, MD, John Halpern, DO, FACEP, Edmond A Hooker II, MD, DrPH, FAAEM, Renee Y Hsia, MD, MSc, Julie R Kenner, MD, PhD, Thomas M Kerkering, MD, Abdul-Ghani Kibbi, MD, Jennifer J Lee MD, Lester F Libow, MD, Gary J Noel, MD, William G Stebbins, MD, Russell W Steele, MD, Francisco Talavera, PharmD, PhD, Jeter (Jay) Pritchard Taylor III, MD, N Ewen Wang, MD, Peter J Weina, MD, PhD, Michael J Wells, MD & Mary L Windle, PharmD. What are the complications of leishmaniasis?. Medscape; 2019.
13. Centers for Disease Prevention and Control. Parasites - Leishmaniasis. Centers for Disease Prevention and Control; 2020.