Masalah kewanitaan sangat bermacam-macam, salah satunya adalah vagina kram yang menyebabkan ketidaknyamanan hingga rasa nyeri yang kemungkinan menyertai [1].
Ketika rasa kram pada vagina diikuti rasa nyeri, waspadai adanya masalah kesehatan pada vagina, vulva, rahim, tuba falopi, ovarium atau leher rahim [1].
Berikut ini adalah sejumlah penyebab vagina terasa kram yang perlu diwaspadai dan segera ditangani.
Daftar isi
Endometriosis merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan wanita ketika pembentukan endometrium yang seharusnya terjadi di bagian dalam dinding rahim justru tumbuh pada tuba falopi, usus, indung telur, rektum, atau vagina (area luar rahim) [1,2].
Nyeri biasanya akan dirasakan oleh penderita pada area panggul dan perut bawah dengan sejumlah gejala lain seperti [1,2] :
Terdapat sekitar 11% wanita usia antara 15-44 tahun yang mengalami endometriosis dengan gejala salah satunya merasakan kram pada perut maupun alat reproduksinya [3].
Disminore adalah kondisi nyeri yang akan timbul setiap menstruasi [1,2].
Kram akan turut menyertai pada perut bagian bawah ketika disminore terjadi [1,2].
Vagina terasa kram bisa jadi karena siklus menstruasi yang sudah mendekat, namun ketika nyeri dan kram terjadi berlebihan dan dalam jangka panjang hingga 3 atau lebih siklus menstruasi, terdapat potensi penyakit yang lebih serius [1,2].
Ketika dari vagina keluar gumpalan darah dan setiap berhubungan seksual terasa sakit, ini bisa menjadi tanda endometriosis atau bahkan radang panggul [1,2].
Kehamilan ektopik adalah kondisi kehamilan yang terjadi di luar rahim dan ditandai dengan nyeri panggul, nyeri perut bawah, serta perdarahan hebat dari vagina [1,4].
Awalnya, tidak terdapat gejala yang nampak atau dirasakan pada kehamilan ektopik karena tanda-tanda kehamilan ini seperti kehamilan pada umumnya [1,4].
Namun tak lama, perdarahan dari vagina, kram pada area kewanitaan, serta rasa nyeri di beberapa area kewanitaan akan semakin parah [1,4].
Kehamilan ektopik sendiri adalah kondisi pembuahan sel telur oleh sperma namun sel telur tersebut tidak menempel pada rahim dan justru ada pada organ lainnya, seperti tuba falopi [1,4].
Penyebab pasti dari kondisi kehamilan ektopik belum jelas diketahui, namun tuba falopi yang mengalami kerusakan dikaitkan dengan kondisi ini [1,4].
Gangguan atau kerusakan tuba falopi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti keabnormalan perkembangan organ reproduksi, peradangan, hormon tak seimbang, genetik hingga bawaan lahir [1,4].
Melahirkan sebelum usia kehamilan menginjak usia 37 minggu disebut dengan persalinan prematur [1,5].
Walau pada umumnya, kelahiran bayi secara prematur tampak tidak berbahaya, nyatanya terdapat cukup banyak risiko komplikasi, baik pada sang bayi maupun sang ibu [1,5].
Pada sang ibu, beberapa kondisi yang merupakan risiko dari persalinan prematur dan mengganggu kesehatan antara lain adalah [1,5] :
Selain kelahiran prematur, vagina dan alat reproduksi wanita lainnya dapat mengalami beberapa gejala tak menyenangkan akibat wanita keguguran [1].
Jika keguguran ditandai dengan perdarahan dari vagina, sebenarnya kram juga turut menyertai gejala ini [1].
Rasa kram yang dialami seperti rasa kram yang dialami selama menstruasi dan diikuti dengan rasa nyeri intensi pada perut [1].
Vaginismus merupakan sebuah kondisi ketika otot vagina mengencang atau menegang tanpa bisa dikendalikan [1,6].
Walau kondisi ini langka, beberapa wanita mengalami vaginismus terutama saat sedang menjalani pemeriksaan panggul hingga melakukan hubungan intim [1,6].
Vagina dapat mengalami kram pada kondisi ini yang menyulitkan penetrasi sehingga penderita setiap mengalami kondisi ini vagina akan terasa nyeri [1,6].
Selain itu, ada potensi wanita penderita vaginismus akan kehilangan gairah seksualnya, terutama jika kondisi ini berkaitan dengan rasa takut dan cemas berlebihan karena adanya pengalaman traumatis terkait aktivitas seksual [1,6].
Vaginitis adalah peradangan yang menyerang vagina dan terbagi menjadi beberapa jenis kondisi berikut [1,7] :
Salah satu gejalanya bisa berupa vagina kram atau vagina gatal, namun selain itu terdapat keluhan lain yang perlu diwaspadai, seperti [1,7] :
Vaginitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti parasit, jamur dan bakteri pada umumnya [1,7].
Vulvodynia adalah kondisi nyeri yang terjadi pada vulva, bagian luar vagina yang menjadi jalan pembuka pada vagina [1,8].
Rasa nyeri ini bisa terjadi selama setidaknya 3 bulan walau penyebab utamanya belum jelas diketahui hingga kini [1,8].
Nyeri pada vulva ini dapat berupa sensasi ditusuk-tusuk, sensasi tersengat, atau sensasi panas terbakar [1,8].
Gejala dapat hilang timbul sewaktu-waktu, bahkan ada kalanya gejala dirasakan cukup lama dan cukup intens sehingga penderita sulit melakukan hubungan seksual maupun untuk sekadar duduk [1,8].
Selain itu, kram, gatal dan pembengkakan pada vulva dapat ikut menyertai [1,8].
Beberapa faktor yang diketahui mampu meningkatkan risiko vulvodynia adalah kulit sensitif, infeksi, dan cedera pada saraf [1,8].
Kram pada vagina juga dapat disebabkan oleh kondisi yang disebut dengan servisitis, yakni kondisi peradangan yang menyerang leher rahim [1,9].
Penyakit-penyakit menular seksual seperti klamidia dan gonore mampu meningkatkan risiko servisitis walaupun tidak selalu demikian [1,9].
Tidak hanya infeksi bakteri, reaksi alergi pun mampu memicu peradangan pada leher rahim yang umumnya tak ada gejala awal yang timbul [1,9].
Namun pada beberapa kasus servisitis dengan gejala, sejumlah keluhan ini perlu dikenali [1,9] :
Infeksi saluran kencing dapat menjadi salah satu alasan yang mendasari timbulnya rasa kram pada vagina [1].
Infeksi saluran kencing sendiri merupakan sebuah kondisi ketika bakteri tumbuh berlebihan dan menginfeksi saluran kencing yang meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra [1,10].
Wanita memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit ini dibandingkan pria dengan berbagai keluhan seperti berikut [1,10] :
Adenomiosis merupakan sebuah kondisi saat pertumbuhan endometrium atau lapisan permukaan rongga rahim terjadi di miometrium atau bagian dalam dinding otot rahim [1].
Kondisi seperti ini lebih rentan terjadi pada wanita yang telah memasuki usia 40-50 tahun dan ketika adenomiosis terjadi, fungsi jaringan endometrium tetap normal walaupun akan terjadi perdarahan, nyeri di perut bawah serta pembesaran rahim [1].
Segera periksakan diri ke dokter ketika nyeri saat haid terjadi begitu hebat dan sudah mengalaminya sekitar 3 atau lebih siklus menstruasi berturut-turut [1].
Penyakit radang panggul merupakan salah satu jenis infeksi yang terjadi pada rahim, leher rahim/serviks, serta ovarium yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis [1,2,11].
Kedua jenis bakteri tersebut sama dengan bakteri yang menyebabkan infeksi menular seksual [11].
Namun selain itu, radang panggul juga dapat terjadi karena infeksi virus Herpes simplex, Garnella vaginalis, Trichomonas vaginalis, dan Mycoplasma genitalium [11].
Pada kondisi awal biasanya radang panggul tidak menimbulkan keluhan apapun, namun ketika penyakit semakin berkembang, sejumlah gejala selain nyeri dan kram vagina serta nyeri panggul berikut adalah gejala-gejala yang bisa diwaspadai [11].
Segera ke dokter apabila mengalami demam, tubuh menggigil, perdarahan hebat, pusing, nyeri panggul tak tertahankan, hingga kehilangan kesadaran.
Vagina yang terasa kram bisa menjadi tanda adanya kondisi ringan yang alami seperti menstruasi biasa, namun seringkali juga dapat menjadi tanda penyakit serius pada alat reproduksi.
Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin sangat penting bagi wanita, khususnya dalam menjaga kondisi daerah kewanitaan.
Dengan mendeteksi dan menangani kram vagina secara dini, hal ini otomatis meminimalisir berbagai kemungkinan komplikasi terburuk nantinya.
1. Stacy Sampson, D.O. & Stephanie Watson. What Causes Vaginal Cramps?. Healthline; 2019.
2. Aalia Sachedin & Nicole Todd. Dysmenorrhea, Endometriosis and Chronic Pelvic Pain in Adolescents. Journal of Clinical Research in Pediatric Endocrinology; 2020.
3. E. Britton Chahine, M.D., FACOG & Esther Eisenberg, M.D., M.P.H. Endometriosis. Office on Women's Health; 2019.
4. Tyler Mummert & David M. Gnugnoli. Ectopic Pregnancy. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Vrishali Suman & Euil E. Luther. Preterm Labor. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. Elke D Reissing, Yitzchak M Binik, Samir Khalifé, Deborah Cohen, & Rhonda Amsel. Vaginal spasm, pain, and behavior: an empirical investigation of the diagnosis of vaginismus. Archives of Sexual Behaviour; 2004.
7. Jason P. Hildebrand & Adam T. Kansagor. Vaginitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
8. Robyn B. Faye & Emanuele Piraccini. Vulvodynia. National Center for Biotechnology Information; 2021.
9. Uzma Iqbal & Christina Wills. Cervicitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
10. Michael J. Bono & Wanda C. Reygaert. Urinary Tract Infection. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. Alexander M. Dydyk & Nishant Gupta. Chronic Pelvic Pain. National Center for Biotechnology Information; 2021.