Daftar isi
Polihidramnion merupakan jenis gangguan kehamilan di mana ibu hamil mengalami kelebihan kadar air ketuban selama mengandung [1,2].
Kondisi ini cukup jarang dijumpai pada kehamilan dan pada dasarnya tidak terlalu berbahaya [1,2].
Hanya saja saat seorang wanita hamil mengalami polihidramnion, pemantauan dokter sangat penting [1,2].
Volume air ketuban apabila dibandingkan dari usia kehamilan awal hingga trimester akhir memang mengalami peningkatan dan hal ini normal [7].
Peningkatan volume air ketuban yang normal adalah mencapai 800 ml hingga 1 liter terutama kehamilan antara minggu ke-34 dan minggu ke-36 [2,7].
Pada waktu kehamilan mendekati hari perkiraan lahir, air ketuban pun normalnya akan mengalami penurunan volume [7].
Kestabilan volume air ketuban biasanya terjadi karena sang ibu hamil mengeluarkannya melalui urine saat buang air kecil [7].
Atau, air ketuban tetap pada kadar normal karena janin yang menelannya [2,7].
Namun saat ibu hamil mengalami polihidramnion, volume air ketuban justru berlebihan dan ini yang dinamakan dengan gangguan keseimbangan air ketuban [1,2].
Terdapat sejumlah kondisi yang mampu menjadi peningkat risiko seorang wanita hamil mengalami polihidramnion, yakni antara lain [1,2,3,4,5,6] :
Polihidramnion pada beberapa kasus tidak menunjukkan gejala di awal, namun kondisi ini tetap berpotensi berkembang dan semakin berbahaya [1,2].
Meski demikian, ada pula sejumlah kasus di mana polihidramnion terjadi begitu cepat, yakni peningkatan volume air ketuban mencapai 2 liter lebih dalam waktu singkat [8].
Berikut ini adalah sejumlah gejala umum polihidramnion yang perlu dikenali dan diwaspadai oleh setiap wanita hamil [1,2] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Apabila gejala-gejala seperti yang telah disebutkan mulai dirasakan, pastikan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Jika pada usia kehamilan trimester ketiga atau di masa-masa mendekati hari persalinan gejala terjadi, ada kemungkinan bahwa polihidramnion merupakan kondisi yang mendasarinya.
Deteksi polihidramnion secara dini akan membantu para ibu hamil untuk memperoleh penanganan yang tepat secepat mungkin.
Bahkan ketika seorang wanita hamil telah didiagnosa menderita polihidramnion, perkembangan gejala perlu berada di bawah pemantauan dokter.
Pemantauan dokter akan meminimalisir risiko gejala memburuk begitu pula risiko komplikasi.
Pertolongan medis perlu segera didapat oleh wanita hamil yang mengalami penglihatan buram, ketuban pecah lebih awal, dan/atau perdarahan dari vagina selama 24 jam lebih.
Untuk mendiagnosa polihidramnion, dokter akan melakukan pemeriksaan melalui beberapa metode ini.
Dokter akan memeriksa gejala fisik apa saja yang dialami oleh ibu hamil [1].
Selain itu, dokter juga akan bertanya kepada pasien mengenai riwayat penyakit apa yang pernah diderita [1].
Dokter juga perlu tahu gejala apa saja yang selama ini dialami selama hamil selain dari gejala fisik yang tampak [1].
Dokter pun seringkali perlu mengetahui obat apa saja yang sedang pasien konsumsi [1].
Pemeriksaan kandungan secara rutin sejak dini pada dasarnya merupakan hal baik karena dokter akan mampu mendeteksi kondisi polihidramnion secara dini [1].
Pemeriksaan kandungan berkaitan dengan polihidramnion salah satunya adalah pengukuran tinggi rahim [1].
Rahim yang ukurannya lebih besar dari ukuran normal usia kehamilan akan dicurigai sebagai kondisi polihidramnion [1].
Dokter juga akan mengecek detak jantung janin serta posisi janin, bila sulit mendeteksinya, ini biasanya menandakan kondisi polihidramnion [1].
Ultrasonografi atau USG adalah metode pemeriksaan kehamilan yang paling umum dilakukan oleh para ibu hamil [1,2].
Untuk mendiagnosa polihidramnion, USG juga dapat ditempuh oleh ibu hamil supaya dokter bisa mengecek jumlah atau volume air ketuban [1,2].
Selain itu, fungsi dari USG adalah untuk mengecek ukuran tubuh janin dalam kandungan, begitu pula kondisi saluran kemih, ginjal, dan peredaran darah ginjal janin dan plasenta sehingga penyebab gejala polihidramnion dapat diketahui oleh dokter [1,2].
Sebagai tes penunjang dalam memastikan kondisi polihidramnion, dokter kemungkinan menyarankan pasien menempuh tes darah [1,2].
Tes darah diperlukan agar dokter bisa mengetahui apakah terjadi infeksi pada kondisi ibu hamil yang menyebabkan polihidramnion [1,2].
Melalui tes darah juga akan diketahui apakah pasien memiliki kondisi diabetes sebagai penyebab polihidramnion [1,2].
Prosedur pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil cairan ketuban untuk dianalisa [1,2].
Cairan ketuban yang diambil sebagai sampel harus mengandung sel janin supaya dokter dapat mengecek adanya kelainan kromosom [1,2].
Sebab bila terdapat kelainan kromosom, polihidramnion dapat terjadi sebagai efeknya [1,2].
Tes ini bertujuan memeriksa gerakan janin dalam kandungan yang juga sebenarnya memanfaatkan USG [9].
Selain gerakan janin, tes ini bertujuan memeriksa kondisi otot dan pernafasan janin [9].
Volume air ketuban dalam rahim juga akan terukur melalui pemeriksaan ini; biasanya, tes ini dikombinasi bersama dengan nonstress test [9].
Tes ini untuk mendeteksi detak jantung bayi, terutama bagaimana detak jantung bayi bereaksi saat bayi bergerak [1].
Jika janin dalam kondisi tenang, dokter akan memberikan makanan atau minuman bagi sang ibu supaya bayi dapat bergerak lebih aktif di dalam perut [1].
Pada polihidramnion ringan, penderita jarang memerlukan penanganan medis tertentu sebab kondisi akan membaik dengan sendirinya [1].
Namun hal ini kembali lagi pada penyebabnya, jika disebabkan oleh diabetes, maka pasien perlu memperoleh penanganan [1,2].
Berikut ini adalah bentuk-bentuk penanganan untuk polihidramnion apabila ibu hamil merasakan juga nyeri perut, sesak nafas, atau persalinan prematur.
Amniocentesis tidak hanya sebagai metode pemeriksaan, sebab metode ini bisa digunakan untuk menangani kelebihan cairan ketuban [1,2].
Pengangkatan dan pembuangan air ketuban juga akan dokter lakukan melalui amniocentesis [1,2].
Risiko prosedur ini tergolong kecil, namun lebih baik berkonsultasi secara detail dengan dokter sebelum memutuskan menempuh tindakan ini [1,2].
Selain prosedur pembuangan atau drainase air ketuban berlebih, dokter juga akan memberikan obat minum atau oral indomethacin [1,2].
Tujuan meresepkan obat ini ke pasien adalah supaya volume air ketuban dan produksi urine janin bisa berkurang [1,2].
Namun, obat ini hanya boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dengan usia kehamilan di bawah 31 minggu [1,2].
Sekalipun sudah menjalani drainase dan mengonsumsi obat resep, dokter setiap 1-3 minggu perlu tetap memantau kondisi kadar air ketuban pasien [1,2].
Bagaimana prognosis polihidramnion?
Prognosis untuk polihidramnion tergolong sangat bagus, terutama pada kondisi yang bersifat idiopatik ringan [1].
Polihidramnion idiopatik umumnya dapat pulih dengan sendirinya dan komplikasi hanya akan terjadi ketika rahim mengalami distensi berlebihan [1].
Namun pada kasus polihidramnion yang gejala berkembang dengan sangat cepat, maka tingkat keparahannya lebih tinggi [1].
Ketika kondisi ini terjadi, kematian perinatal lebih berisiko tinggi sebagai akibatnya dan itu artinya prognosis cukup buruk [1].
Oleh sebab itu, dapat juga dikatakan bahwa prognosis polihidramnion tergantung dari kondisi yang mendasarinya [1].
Polihidramnion dapat menimbulkan sejumlah risiko komplikasi yang cukup berbahaya bagi janin maupun sang ibu sendiri, yakni meliputi [1,2] :
Pada beberapa kasus kehamilan polihidramnion bisa terjadi sangat awal atau di masa-masa hamil muda [1].
Jika demikian, maka peluang cairan plasenta berlebih bisa jauh lebih tinggi di mana hal ini semakin meningkatkan juga risiko komplikasi untuk dialami sang ibu dan janin [1].
Karena polihidramnion seringkali tak menunjukkan adanya gejala di awal, maka sulit untuk mencegahnya.
Bahkan kondisi ini sama sekali tak bisa diprediksi; hanya saja, selalu ada cara untuk meminimalisir risiko polihidramnion terjadi selama kehamilan yakni dengan beberapa upaya ini [1] :
1. Daniel S. Hwang & Bruno Bordoni. Polyhydramnios. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. A. Hamza, D. Herr, E. F. Solomayer, & G. Meyberg-Solomayer. Polyhydramnios: Causes, Diagnosis and Therapy. Geburtshilfe und Frauenheilkunde; 2013.
3. S K Hendricks 1, L Conway, K Wang, C Komarniski, L A Mack, D Cyr, & S Uhrich. Diagnosis of polyhydramnios in early gestation: indication for prenatal diagnosis?. Prenatal Diagnosis; 1991.
4. Giuseppe Latini, Claudio De Felice, Stefano Parrini, Alberto Verrotti, Giovanni Di Maggio, & Felice Petraglia. Polyhydramnios: a predictor of severe growth impairment in achondroplasia. The Journal of Pediatrics; 2002.
5. C B Huang & S C Huang. Trisomy 18 (Edwards syndrome): report of two cases. Changgeng yi xue za zhi; 1992.
6. Paulo A. Borjas Mendoza; & Magda D. Mendez. Beckwith Wiedemann Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Elizabeth A Dubil, MD, LT, MC, USN & Everett F Magann, MD. Amniotic fluid as a vital sign for fetal wellbeing. Australasian Journal of Ultrasound in Medicine; 2013.
8. P Boylan & V Parisi. An overview of hydramnios. Seminars in Perinatology; 1986.
9. Joseph Sapoval; Vikramjeet Singh; & Rachel E. Carter. Ultrasound Biophysical Profile. National Center for Biotechnology Information; 2021.